Rangkap jabatan ketum dinilai penyebab turunnya kursi Golkar

Karakteristik seorang menteri dan ketua umum partai adalah dua hal yang berbeda.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kiri) bersama Ketua Fraksi Melchias Marcus Mekeng (kedua kanan), Sekjen Lodewijk Freidrich Paulus (tengah), Sekretaris Fraksi Adies Kadir (kiri) dan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) mengikuti halalbihalal Fraksi Partai Golkar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6)./AntaraFoto

Politisi Golkar meminta Airlangga Hartarto memilih salah satu jabatan, menjadi menteri atau Ketua Umum Golkar. Selain itu, Airlangga selaku Ketua Umum Partai Golkar harus akomodatif dan bisa menyuarakan kepentingan partai. 

Karakteristik seorang menteri dan ketua umum partai adalah dua hal yang berbeda. Hal itu pun yang akhirnya, dikritisi beberapa anggota Partai Golkar. 

"Menteri itu sehari-hari merupakan pembantu presiden, maka dia harus menjalankan program pemerintah dan harus rapat rutin," ujar politisi Partai Golkar Lawrence Siburian di salah satu restauran di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu (20/7). 

Idealnya ketua umum harus mengurus partai dan rakyat yang memilihnya. Ketua umum juga harus mengelola partai dari Sabang sampai Merauke, bahkan sampai ke cabang di luar negeri. Sehingga rakyat semakin cinta dan memilih pada saat pelaksanaan pemilu.

Hal itu yang dinilainya kurang banyak dilakukan Airlangga. Airlangga jarang turun ke daerah dan bertemu dengan kader partai. Situasi itulah yang dinilai menjadi salah satu penyebab turunnya suara Golkar dalam Pileg 2019.