Rangkap jabatan, Risma dinilai langgar 2 UU

Pelantikan Risma dinilai menggambarkan tiadanya kemauan Jokowi memegang etika sebagai pejabat publik.

Calon Menteri Sosial Tri Rismaharini Foto: Setkab.go.id/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial menggantikan koleganya dari PDI-Perjuangan Juliari Batubara lantaran terseret kasus suap Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Jabodetabek. Namun, pelantikan perempuan sapaan Risma itu dinilai bermasalah, karena masih menjabat Wali Kota Surabaya.

Risma diangap kembali mempertontonkan praktik rangkap jabatan berdalih atas izin Presiden Joko Widodo. Pelantikan itu dinilai menggambarkan inkompetensi dan tiadanya kemauan Risma dan Jokowi memegang etika publik sebagai pejabat.

“Pejabat publik semestinya memiliki kemampuan untuk memahami peraturan dan berorientasi pada kepentingan publik. Terlebih lagi jika pejabat itu sekelas Presiden dan Walikota dengan prestasi yang disebut-sebut mentereng,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam keterangannya, Kamis (24/12).

Menurut Egi, rangkap jabatan Risma melanggar beberapa regulasi. Pertama, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 76 huruf h UU Pemerintahan Daerah. UU tersebut memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Kedua, urainya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara mengatur menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya. Pun Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyebut menteri dan wali kota sebagai pejabat negara.