Terkait gugatan usia capres/cawapres, Saldi Isra: Aneh petitum kepala daerah dikabulkan

Tiga putusan amar menolak berubah mengabulkan dalam putusan a quo.

Ilustrasi. Foto: Pixabay

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra merasa aneh dengan putusan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan itu disampaikan hari ini, Senin (16/10).

Saldi mengatakan, syarat berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum menjadi alternatif tidak sebanding untuk posisi capres maupun cawapres. Baginya, MK telah berubah pendirian secara kilat karena tiga putusan perkara yang sama sebelumnya seharusnya sudah menjadi tanda bahwa petitum para pemohon tertutup rapat.

"Baru kali ini saya mengalami peristiwa 'aneh' yang 'luar biasa' dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Sadar atau tidak, ketiga putusan (tadi pagi) tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang," kata Saldi membacakan dissenting opinion miliknya, Senin (16/10).

Ia menyebut, perubahan kilat dari MK tidak hanya sekedar mengenyampingkan putusan sebelumnya. Namun, harus didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat dari fakta perubahan di masyarakat.

Ia pun mengkritisi fakta penting yang berubah di tengah masyarakat, sehingga membuat MK harus mengubah pendiriannya. Tiga putusan amar 'menolak' berubah 'mengabulkan' dalam putusan a quo.