Tokoh militer mengintip peluang RI-2

Bagaimana peluang sejumlah tokoh militer seperti AHY dan Gatot Nurmantyo di perhelatan pilpres mendatang?

Jokowi memenuhi undangan AHY untuk menghadiri acara Demokrat beberapa waktu lalu./ Antarafoto

Sejumlah nama dari kalangan militer diprediksi akan meramaikan bursa calon wakil presiden (cawapres) di hajatan demokrasi 2019 mendatang. Bahkan beberapa lembaga survei hampir selalu memasukkan tokoh militer sebagai kandidat potensial yang dilirik kubu Jokowi maupun Prabowo Subianto.

Riset lembaga survei Indobarometer akhir Januari silam memotret konstelasi calon ditinjau dari aspek psikologis, ideologis, dan kompetensi khusus yang dimiliki masing-masing kandidat. Survei yang mengangkat tajuk utama “Tiga Skenario Presiden” itu menyelipkan beberapa tokoh militer yang memang sudah malang melintang di kancah nasional. Yang menarik, survei itu justru menunjukkan, jika pemimpin inkumben Jokowi berpasangan dengan tokoh militer tertentu, akan mampu mendongkrak elektabilitasnya.

Dalam skenario A yang disusun Indobarometer, Jokowi diletakkan berhadap-hadapan dengan mantan rivalnya di pilpres 2014, Prabowo Subianto. Skenario itu menginventarisir 11 variasi simulasi dua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden (wapres), dengan langgam cawapres yang beragam.

Menariknya, Jokowi akan mendulang suara sebanyak 38,6% jika berduet dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sementara jika mantan Gubernur DKI Jakarta itu berpasangan dengan Gatot Nurmantyo, maka elektabilitasnya akan meroket hingga 38,4%. Berikutnya, di variasi ketiga, Jokowi dinyatakan kuat jika berpasangan dengan Tito Karnavian (37%). Saat berpasangan dengan Budi Gunawan (BG), elektabilitas Jokowi masih relatif tinggi, sebesar 34,6%. Lalu terakhir pasangan Jokowi-Moeldoko memperoleh suara 35,1%.

Tingginya elektabilitas calon dari kalangan militer mungkin tercipta, jika melihat perkembangan isu dewasa ini. Menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adji Alfaraby, di samping isu ekonomi dan merebaknya buruh asing, isu keamanan dan primordialisme masih akan mewarnai perhelatan demokrasi mendatang.