sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Waspada, ancaman deselerasi pertumbuhan ekonomi hantui Indonesia

INDEF menyarankan 3 upaya yang perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2023.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Rabu, 08 Feb 2023 09:10 WIB
Waspada, ancaman deselerasi pertumbuhan ekonomi hantui Indonesia

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan Indonesia agar mewaspadai perlambatan atau deselerasi pertumbuhan ekonomi 2023. Ini sudah terlihat tanda-tandanya, salah satunya pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2022 sebesar 5,01% (yoy) atau menurun jika dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 5,73% (yoy).

Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, menurut Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 tidak terlalu impresif karena dengan tekanan global yang sama, pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 8,02% (yoy). Filipina juga tumbuh lebih tinggi dengan 7,6% (yoy).

"Ini sudah terefleksi dari kuartal IV-2022 yang hanya tumbuh 5,01%. Jadi, ini juga ada sinyal-sinyal ekonomi akan mengalami deselerasi. Tapi, mudah-mudahan tidak terjadi sehingga kami peringatkan ini," katanya dalam telekonferensi pers INDEF, ditulis Rabu (8/2).

Menurut Eko, pemerintah dapat melakukan berbagai upaya mitigasi deselerasi. Pertama, mendorong pertumbuhan sektor industri agar melampaui pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat masih ada celah bagi Indonesia untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor dan investasi.

Dirinya mengungkapkan, Indonesia belum bisa mengalahkan pertumbuhan Vietnam karena "Negeri Naga Biru" mampu memaksimalkan ekspor dan investasi hingga 75% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, pembentuk modal tetap bruto (PMTB) di Indonesia baru sekitar 30% dan ekspor sekitar 26%.

Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan secara proaktif, bukan sekadar menebar bantuan sosial (bansos), dan pengendalian inflasi secara cepat. "Harus mulai program-programnya bergeser pada pemberdayaan sehingga masyarakat bisa terbebas dari kemiskinan dan tidak memerlukan bansos lagi ke depannya," tutur Eko.

Ketiga, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas guna memastikan tingkat kemiskinan dan pengangguran berkurang. Eko menilai, dua komponen ini harus dijaga lantaran bisa menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

"Kalau pertumbuhan ekonomi berhasil tumbuh di 5,3% tapi tingkat kemiskinannya masih tinggi dan pengangguran cukup tinggi, ya, itu tidak menunjukkan kinerja yang impresif. Buktinya negara lain bisa tumbuh lebih tinggi dan mampu menekan tingkat kemiskinan lebih rendah lagi," paparnya.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid