sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BI buka peluang suku bunga BI 7-DRRR akan naik lagi

Bank Indonesia membuka peluang untuk kembali mengerek suku bunga yang kini telah mencapai 6% sebagai antisipasi kenaikan Fed Fund Rate.

Soraya Novika
Soraya Novika Kamis, 28 Feb 2019 22:53 WIB
BI buka peluang suku bunga BI 7-DRRR akan naik lagi

Bank Indonesia membuka peluang untuk kembali mengerek suku bunga yang kini telah mencapai 6% sebagai antisipasi kenaikan Fed Fund Rate.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan suku bunga bank sentral saat ini sudah hampir mencapai puncaknya yaitu tercatat sebesar 6%.

"Kebijakan moneter setelah naik tujuh kali, sekarang suku bunga sama. Suku bunga BI memang hampir mencapai puncaknya," ujar Perry dalam acara Indonesia Economic Outlook 2019 di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Kamis (28/2).

Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve diperkirakan akan mengerek suku bunga acuan hingga dua kali lagi pada 2019. Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) akan digelar oleh The Fed pada Maret ini.

Kenaikan BI 7-days reverse repo rate (BI 7-DRRR) hingga level 6% ini dikeluarkan BI setelah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20-21 Februari 2018 lalu. BI menahan suku bunga acuan BI 7-DRRR nya di level tersebut dengan deposit facility rate tetap 5,25% dan lending facility juga tetap pada 6,75%.

Kenaikan suku bunga ini, memang ditujukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan nilai tukar rupiah. Meski demikian, Perry meyakinkan bahwa ke depannya suku bunga tersebut akan segera mengalami penurunan yang sehat, dengan catatan stabilitas makroekonomi dan keuangan bisa tetap terjaga.

"Ke depan arah suku bunga akan turun kalau memang stabilitas ini bisa kita jaga," katanya.

Selain itu, Perry juga memastikan bank sentral akan tetap menjaga pasokan likuiditas di pasar keuangan.

Sponsored

"Harus diarahkan untuk stabilitas. Menjamin likuiditas cukup," tuturnya.

Adapun, pengelolaan stabilitas melalui jalur likuiditas dikoordinasikan dengan pemerintah. Tahun lalu, BI berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk menambah likuditas dengan menambah porsi Surat Berharga Negara (SBN) bagi asing supaya ada aliran dana masuk ke dalam negeri. Hal ini bagus untuk membantu penguatan nilai tukar dan membantu stabilitas.

Tahun ini, Perry menuturkan BI meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menerbitkan lebih banyak obligasi ritel. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengurangi beban fiskal jangka panjang di tengah era suku bunga tinggi karena sifat SBN jangka panjang, sementara obligasi ritel lebih jangka pendek. 

BI menyadari adanya perpindahan dana di publik seiring dengan penerbitan surat utang ritel yang lebih banyak tersebut. 

"Dengan obligasi ritel ini ada perpindahan dana pihak ketiga ke Ibu Sri Mulyani (pemerintah), makanya kami ngrojokin dari operasi moneter," ujar Perry. 

Dengan operasi moneter yang lebih kendur, pembiayaan fiskal pemerintah jadi lebih ringan. Pasalnya, suku bunga yang tinggi ini masih terus berlangsung. Namun, dia menegaskan era suku bunga tinggi ini untuk jangka pendek. 

Pada periode Desember dan Januari, Bank Indonesia telah menggelontorkan likuiditas hingga Rp195 triliun. Bahkan, penambahan likuiditas masih berlangsung sepanjang Februari 2019 ini.

"Desember kami tambah Rp120 triliun, Januari Rp75 triliun, bulan ini juga kita tambah," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga mendorong agar suku bunga perbankan tidak terlalu tinggi. 

"Suku bunga jangan lebih tinggi dari [suku bunga] pinjaman Thailand dan Malaysia. Menkeu juga pikir-pikir lagi, bunga SUN yield-nya jangan ketinggian," ujar JK.

Selama yield surat utang tinggi, maka suku bunga perbankan akan mengikuti.

"Semua minta 8% yield-nya. Bagaimana pasar modal bisa tumbuh, kalau bunga tinggi," tambahnya. 

Berita Lainnya
×
tekid