Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produktivitas impor pada Agustus 2018 sebesar US$16,84 miliar. Hal itu dikarenakan adanya penurunan impor nonmigas dan naiknya impor migas.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan, peningkatan impor migas dipicu naiknya impor minyak mentah dan gas masing-masing US$420,3 juta (67,55%) dan US$22,4 juta (7,87%). Sementara nilai impor hasil minyak turun US$57,1 juta (3,26%).
"Selama 13 bulan terakhir, nilai impor migas tertinggi tercatat pada Agustus 2018 dengan nilai mencapai US$3 miliar dan terendah terjadi di September 2017, sebesar US$1,9 miliar," jelas pria yang akrab disapa Kecuk di kantornya, Senin (17/9).
Sementara itu, peningkatan impor nonmigas terbesar Agustus 2018 dibanding Juli 2018 adalah golongan susu, mentega, dan telur.
Kepala Subdirektorat Impor BPS, Rina Dwi Sulastri menyampaikan, impor susu senilai US$55 miliar atau sebanyak 23 juta ton itu berasal dari Selandia Baru, Amerika Serikat, Australia, Belgia dan Prancis.
Kemudian impor mentega senilai US$18,35 miliar atau sebanyak 3 juta ton, berasal dari Selandia Baru, Belanda, Belgia, Prancis, dan Australia.
Indonesia mengimpor telur dari Jerman, Prancis, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat sebanyak 1,2 ton, dengan nilai US$24,28 juta.
"Dominannya adalah susu. Importirnya antara lain, Mayora dan Sari Husada," jelas Rina.
Secara kumulatif, sejak Januari sampai dengan Agustus 2018 adalah US$124,2 miliar atau meningkat 24,52%, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan terjadi pada impor migas dan nonmigas masing-masing US$4,3 miliar atay 28,31% dan US$20,1 miliar atau 23,83%.
Peningkatan impor migas disebabkan naiknya impor seluruh komponen migas, yaitu, minyak mentah US$1,84 miliar (41,65%), hasil minyak US$2,2 miliar (23,27%), dan gas US$349,8 juta (21,27%).