sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indef sebut kabinet Jokowi gagal mengerek pertumbuhan ekonomi

Pemerintah menjadikan faktor global sebagai biang kerok perlambatan ekonomi.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 06 Feb 2020 15:40 WIB
Indef sebut kabinet Jokowi gagal mengerek pertumbuhan ekonomi

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 sebesar 5,02%, atau meleset dari target 5,3% membuktikan bahwa pemerintah tidak bisa memicu komponen penopang Produk Domestik Bruto (PDB).

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance Eko Listiyanto mengatakan pelemahan ekonomi tahun lalu disebabkan faktor domestik yakni lesunya konsumsi rumah tangga. 

Alih-alih, kata Eko, pemerintah mengklaim bahwa pelemahan ekonomi disebabkan oleh faktor eksternal yakni ketidakpastian global. Padahal, menurut Eko, sumbangan ekspor terhadap PDB hanya sebesar 20%. Sedangkan, konsumsi rumah tangga berkontribusi 50% ke PDB.

"Tapi pemerintah selalu mengatakan kondisi global sebagai biang kerok, saya enggak tahu mungkin pemerintah kesulitan menciptakan analisa yang lain," katanya dalam diskusi Indef di Jakarta, Kamis (6/2).

Eko menjelaskan lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2019 karena komponen pertumbuhan domestik tidak dipacu dengan baik.

"Kekuatan ekonomi Indonesia justru berasal dari sisi domestik, sehingga tidak ada alasan untuk tumbuh rendah selama komponen domestik dipacu," ujarnya.

Dia mengatakan, berdasarkan angka pertumbuhan konsumsi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik kemarin (5/2), pertumbuhan konsumsi di kuartal-IV 2019 bahkan turun di angka 4,97%, lebih rendah dari kuartal IV-2018 yang sebesar 5,01%.

Eko menerangkan, perlambatan tersebut didorong oleh melemahnya konsumsi kelas atas yang hanya tumbuh 5,3% (year on year/yoy). Padahal porsi konsumsi kelompok ini mencapai 45,36%. 

Sponsored

Sementara, konsumsi kelas menengah tumbuh paling tinggi sebesar 6,06%, dengan porsi konsumsi sebesar 36,93%. Sedangkan kelas menengah ke bawah yang porsinya 17,71%, pertumbuhan konsumsi hanya 5,21%.

Sementara dari sisi investasi, kontribusinya terhadap PDB juga tumbuh stagnan. Pada 2018, penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI) hanya menyumbang 2,65% terhadap PDB. Sedangkan Pembentukan Modal Tetap Bruto Domestik (PMTDB) dari penanaman modal asing (PMA) hanya 10%.

Untuk itu, dia mengatakan perlunya sejumlah langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuhkan sektor domestik jika menginginkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

"Apalagi sejak reformasi hanya 5 kali kita tumbuh di bawah 5% pada kuartal IV. Dua kali di masa Jokowi 2019 dan 2016. Padahal kuartal IV adalah kuartal harapan untuk menggenjot pertumbuhan," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan tetap bersyukur dengan angka pertumbuhan ekonomi yang tercatat 5,02% sepanjang 2019 meskipun melambat dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 5,17%.

“Ya marilah kita bandingkan dengan negara-negara lain, terutama kita di G20. Kita ini nomor 2, growth kita,” kata Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/2).

Ia mengatakan angka tersebut patut disyukuri mengingat banyak negara lain justru pertumbuhan ekonominya anjlok.

Kepala Badan Pusat Statistik Kecuk Suhariyanto mengatakan perlambatan ekonomi pada 2019 didorong oleh melemahnya pertumbuhan negara-negara mitra dagang utama, sehingga permintaan barang ke Indonesia menurun.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 5,02%, lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2018 dan 2017. Tapi mempertahankan 5% di situasi sekarang tidaklah gampang dan ini cukup baik," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid