sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indikator sebut sosialisasi pemerintah soal BBM naik bermasalah

Hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat, sebagian besar publik tidak tahu alasan di balik kenaikan harga BBM.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Senin, 03 Okt 2022 09:08 WIB
Indikator sebut sosialisasi pemerintah soal BBM naik bermasalah

Hanya sekitar 21,1% publik yang menganggap kondisi perekonomian nasional saat ini baik. Ini berbeda dengan yang berpendapat buruk dan sangat buruk sebesar 36,2%. Hanya 41,7% yang menilai sedang.

Hal tersebut terekam dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia periode 13-20 September 2022. Riset ini melibatkan 1.200 warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak pilih dari 34 provinsi sebagai responden.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan, sebanyak 87,6% responden juga menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, sebanyak 72,1% responden juga tak mengetahui alasan di balik kebijakan itu karena subsidi membengkak. Cuma 27,9% masyarakat saja yang mengetahuinya.

"Kebijakan yang paling cepat diketahui publik hanya satu, yaitu kenaikan BBM. Tapi, selama ini sosialisasi pemerintah, terus terang, problematik. Banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa APBN kita sudah menganggarkan untuk subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp502 triliun. Jadi, sosialisasi pemerintah bermasalah," jelasnya dalam paparannya, Minggu (2/10).

Pada kesempatan sama, Menteri investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan, tak ada satu orang pun yang bisa meramal kondisi ekonomi dengan tepat. "Baik dengan ilmu teori ekonomi dengan kemampuan pengalaman empirisnya maupun ilmu langit."

Menurutnya, perang Rusia dan Ukraina membuat sistem ekonomi global bergerak dinamis di luar perkiraan. Gejolak ekonomi global pun disebutnya menjadi faktor eksternal yang memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.

"Krisis pangan dan energi itu dampak dari global ke kita. Kenaikan BBM itu juga sebagai bukti kenaikan harga energi global karena dalam APBN tadinya US$63 sampai US$70 per barel, tapi ternyata jadi US$100 hingga US$104 per barel," tuturnya.

Kenaikan harga energi dan krisis pangan, kata Bahlil, mengerek harga bahan kebutuhan pokok. Baginya, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hal tersebut menjadi permasalahan yang harus diselesaikan bersama. 

Sponsored

"Ini yang jadi perhatian kita semua untuk bisa melakukan langkah komprehensif yang terukur karena masalah ini tidak mungkin hanya diselesaikan oleh presiden saja," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid