sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Industri jasa keuangan belum kuat mendorong pertumbuhan ekonomi

Kementerian PPN/Bappneas menyatakan sektor jasa keuangan di Indonesia masih lemah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekon

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 28 Jan 2019 16:26 WIB
Industri jasa keuangan belum kuat mendorong pertumbuhan ekonomi

Kementerian PPN/Bappneas menyatakan sektor jasa keuangan di Indonesia masih lemah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.  

Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Leonard VH Tampubolon mengatakan Indonesia harus mengembangkan atau memperdalam sektor jasa keuangan, baik institusi keuangan maupun pasar keuangan. Hal itu guna mendorong sektor rill menghasilkan pertumbuhan ekonomi. 

"Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi ke depan, sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan investasi. Sehingga perlu dilakukan upaya pendalaman pasar keuangan, baik dari pasar maupun institusi keuangan, yaitu bank dan non bank, baik di tingkat pusat atau pun daerah," ujar Leonard di Jaakrta, Senin (28/1). 

Anggota Tim Kajian Bappenas sekaligus Ekonom Universitas Parahyangan Miryam B.L Wijaya mengungkapkan, dalam kajiannya, dia membagi 33 provinsi di Indonesia kepada empat macam situasi ekonomi. Situasi yang dimaksud yakni demand-following, supply-leading, dua arah, dan tidak ada hubungan.

Provinsi dengan kondisi demand-followng memerlukan portfolio aset keuangan yang lebih beragam. Sementara, provinsi supply-leading, membutuhkan peran pemerintah untuk memfasilitasi perkembangan sektor riil.

Gejala demand-following ditemukan di 12 provinsi di Indonesia. Sembilan provinsi (Jambi, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara) menerima kredit lebih besar daripada jumlah dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan setempat. Sebaliknya terjadi di tiga provinsi (Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta).

Gejala supply-leading ditemukan di sembilan provinsi. Enam dari sembilan provinsi menerima kredit lebih tinggi dari dana yang terhimpun oleh perbankan setempat. Keenam provinsi tersebut antara lain Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat. 

Sementara tiga provinsi lainnya yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat justru menerima kucuran kredit yang lebih kecil dari dana yang berhasil dihimpun perbankan setempat. 

Sponsored

Selanjutnya hubungan dua arah antara jumlah kredit yang disalurkan dengan produk domestik regional bruto (PDRB) ditemukan di 8 provinsi.  Enam provinsi yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara. 

Provinsi ini menerima kredit lebih besar daripada dana yang terhimpun oleh perbankan setempat dan rata-rata tingkat pertumbuhannya juga lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Sementara, untuk kedua provinsi lainnya, Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara mengalami arus keluar dalam hal dana perbankan domestik.

Hubungan antara jumlah kredit yang disalurkan dengan PDRB tidak ditemukan di empat provinsi, yakni Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Tengah. 

"Hanya di Bangka Belitung, kredit disalurkan lebih kecil daripada dana terhimpun. Semantara di Riau, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Tengah, jumlah kredit yang disalurkan lebih besar daripada dana terhimpun perbankan setempat," ujar Mariyam. 


Arah pengembangan ekonomi ke depan

Dengan demikian, kata Miryam, arah pengembangan ekonomi adalah memperdalam sektor keuangan untuk membangun ekonomi nasional. Keterkaitan antar provinsi dalam kemampuan produksi sektor rill, dan kemampuan sektor keuangan juga perlu diperkuat.

Selain itu juga,  perlu upaya menghimpun dana masyarakat. Pembangunan institusi keuangan non-bank, khususnya industri asuransi dan dana Pensiun, dibutuhkan sebagai upaya meredam gejolak pertumbuhan sektor riil dan membangun komplementer antar penyedia jasa keuangan. 

“Kemudian juga, pemanfaatan teknologi digital dan branchless banking untuk memperluas keterjangkauan dan meningkatkan literasi keuangan,” katamua.

Pendalaman pasar keuangan dalam bentuk perluasan instrumen dan intensitas penerbitan aset keuangan, meningkatkan kualitas platform digital untuk perdagangan, meningkatkan emiten serta basis investor.

Juga, perbedaan kondisi ekonomi daerah berimplikasi pada kebutuhan pendekatan perencanaan pembangunan keuangan yang beragam.

"Kebijakan pendalaman keuangan perlu memerhatikan disparitas antar wilayah dan disparitas antar kelompok pendapatan," imbuhnya. 

Tidak kalah penting, kata Miryam, pendalaman keuangan perlu diikuti dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi keuangan konsumen jasa keuangan.

Berita Lainnya
×
tekid