sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kecemasan publik atas kondisi ekonomi sudah di zona merah

Pemerintah harus lebih hati-hati, dan menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak populer.

Hermansah
Hermansah Rabu, 08 Jul 2020 07:54 WIB
Kecemasan publik atas kondisi ekonomi sudah di zona merah

Kecemasan publik terhadap kondisi ekonomi berada di zona merah. Sebesar 74,8% publik menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka saat pandemi Covid-19 lebih buruk dan bahkan jauh lebih buruk dibandingkan masa sebelum covid-19. 

Hanya 22,4% yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah dibandingkan masa sebelum covid. Dan hanya di bawah 5 % yaitu 2.2 % yang menyatakan kondisi ekonomi mereka lebih baik.

Demikian kesimpulan survei terbaru LSI Denny JA. Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 8 Juni hingga 15 Juni 2020. Menggunakan 8000 responden di 8 provinsi besar di Indonesia, yakni Provinsi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Provinsi Bali. 

Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2,05 %. Selain survei, LSI Denny JA juga menggunakan riset kualitatif (analisis media dan indepth interview), untuk memperkuat temuan dan analisa.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, mengatakan, mereka yang menyatakan kondisi ekonomi buruk, merata di hampir semua segmen. Baik mereka yang kelas ekonomi atas maupun wong cilik, berpendidikan tinggi maupun rendah, tua maupun muda, dan semua konstituen partai politik.

"Pada segmen ekonomi, semakin rendah tingkat ekonominya semakin tinggi persepsi bahwa kondisi ekonomi mereka memburuk. Pada segmen ekonomi bawah (wong cilik), mereka yang menyatakan ekonomi mereka memburuk, sebanyak 81,3%," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7). 

Sementara mereka yang merasa ekonomi mereka tak berubah sebesar 15,8%. Tak hanya segmen ekonomi bawah, pada segmen ekonomi atas, mereka yang berpendapatan di atas Rp4,5 juta/sebulan, sebanyak 59,9% menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka memburuk. Namun terdapat 37,3% responden yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah.

Pada segmen pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi pula persepsi bahwa ekonomi mereka memburuk. Pada segmen mereka yang terpelajar, pernah kuliah atau di atasnya, mereka yang menyatakan ekonomi mereka buruk sebanyak 62,5%. 

Sponsored

Sementara mereka yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah sebanyak 34,3%. 

Pada segmen pendidikan rendah, mereka yang hanya lulus SD atau di bawahnya, sebanyak 78,8% menyatakan kondisi ekonomi mereka memburuk. Dan hanya sebesar 18,4% yang menyatakan kondisi ekonomi mereka sama saja atau tidak berubah.

Pada segmen gender, baik laki-laki maupun perempuan, rata-rata di atas 70% yang menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk. Pada segmen penganut agama, rata-rata diatas 70%, di semua penganut agama, yang menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk. 

Pada segmen usia, baik mereka yang usia muda di bawah 40 tahun, maupun mereka yang berusia tua diatas 40 tahun, rata-rata diatas 70% menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk.

Mayoritas konstituen partai politik pun menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk. Pada segmen pemilih PDIP, partai pemenang pemilu, sebanyak 77,8% menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk. 

Pada konstituen Golkar, sebanyak 74,2% menyatakan ekonomi mereka memburuk. Pada segmen pemilih PKS, yang biasanya pemilih muslim kelas menengah yang tinggal di kota, sebanyak 70,7% menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk.

Mereka yang menyatakan kondisi ekonomi memburuk juga mayoritas di pemilih Jokowi-Maruf maupun pemilih Prabowo-Sandiaga Uno. Di pemilih Jokowi-Maruf, sebanyak 76,3 % menyatakan ekonomi mereka memburuk. Sementara di pemilih Prabowo-Sandiaga, sebanyak 74,2 % menyatakan kondisi ekonomi mereka memburuk di tengah pandemik Covid-19.

LSI Denny JA lebih jauh menggali kondisi ekonomi seperti apa yang dikhawatirkan oleh publik di tengah pandemi corona. Temuan penting lain yang dihasilkan dari survei ini adalah tingginya mereka yang khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. 

"Tingkat kekhawatiran publik bahwa mereka tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga berada di zona merah. Sebanyak 84,2% publik menyatakan bahwa saat ini mereka khawatir, dan hanya sebesar 15,1% yang menyatakan tidak khawatir," tutur dia.

Mereka yang menyatakan khawatir tak dapat memenuhi kebutuhan pokok juga merata di semua segmen. Baik mereka yang berpendidikan tinggi maupun rendah, kelas ekonomi atas maupun bawah, laki-laki maupun perempuan, semua segmen penganut agama, muda maupun tua, dan di semua segmen konstituen partai.

Temuan penting di atas tentunya harus direspons segera dengan kebijakan publik yang tepat. Dengan mayoritas menyatakan ekonomi memburuk dan kekhawatiran tak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka persepsi tersebut mampu menghasilkan implikasi politik yang serius. 

Untuk itu, LSI Denny JA membuat tujuh rekomendasi penting merespons kecemasan publik yang sudah meningkat ke zona merah.

"Pertama, hati-hati lahirnya krisis sosial, dan berujung pada krisis politik. Dengan persepsi publik terhadap ekonomi yang berada di zona merah, maka saat ini publik seperti rumput kering yang mudah dibakar. Diawali dengan krisis kesehatan, ditambah krisis ekonomi, maka bisa berubah menjadi krisis sosial dan krisis politik," ucap dia.

Kedua, publik sebaiknya dibebaskan mencari nafkah asal tetap menjaga protokol kesehatan yang ketat. Ekonomi tetap harus berjalan, agar kekhawatiran publik tak makin memburuk.

Ketiga, ajak influencer di masyarakat bekerja secara massif. Saat new normal, risiko penularan corona akan makin besar, karena publik lebih aktif di ruang-ruang publik. 

Influencer elite harus dilibatkan untuk mengedukasi dan mengontrol protokol kesehatan. Misalnya para pemuka agama menyerukan dipatuhinya protokol kesehatan pada rumah ibadah masing masing. Rumah ibadah menjadi salah satu tempat penularan virus corona yang tinggi.

Keempat, aneka bantuan sosial yang sudah diprogramkan secepatnya disalurkan dan harus tepat sasaran. Karena survei ini menunjukan bahwa mayoritas masyarakat membutuhkan bantuan tersebut pada tingkat yang kritis. Terutama pada mereka yang berasal dari kelas ekonomi bawah.

Kelima, pemerintah harus lebih hati-hati, dan menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak populer. Terutama kebijakan yang makin membebani ekonomi rakyat.

Keenam, para elite yang berhadapan secara politik menunda dulu provokasi yang dapat membelah publik dan membuat mereka makin membara.

"Ketujuh, hindari spirit SCSD (Setelah Covid Selesai Dulu). Justru saat ini kita perlu sama- sama kembali menggerakan ekonomi sedini mungkin. Ini agar kondisi ekonomi tak makin memburuk," kata dia. 

Berita Lainnya
×
tekid