sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kinerja emiten jelek, Bahana pangkas proyeksi IHSG akhir 2019

Bahana Sekuritas memangkas proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 6.085, dari perkiraan semula di level 6.560. 

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 18 Nov 2019 20:15 WIB
Kinerja emiten jelek, Bahana pangkas proyeksi IHSG akhir 2019

Hampir seluruh emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melaporkan kinerja keuangan selama sembilan bulan tahun ini. Dari laporan keuangan tersebut, beberapa emiten terlihat masih mencatatkan kinerja positif. Akan tetapi, tidak sedikit yang mencatatkan kinerja stagnan dan negatif.

Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi mengatakan dari pantauan Bahana Sekuritas terhadap kinerja keuangan sekitar 100 emiten, perusahaan terbuka secara keseluruhan mencatat kinerja cukup rendah.

Hal tersebut tercermin dari perolehan laba bersih yang tercatat negatif sebesar 4,2%, lebih rendah dari perkiraan Bahana Sekuritas yang semula memperkirakan akan tumbuh positif di kisaran 9%. Pencapaian ini membuat Bahana memangkas proyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 6.085, dari perkiraan semula di level 6.560.  

‘’Kami memperkirakan pada kuartal IV-2019, pertumbuhan laba operasional masih akan tertekan untuk sebagian besar emiten, kecuali untuk emiten sektor rokok, perkebunan, dan perbankan,’’ kata Lucky dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/11).

Di sisi lain, dengan tren penurunan suku bunga dan rupiah yang menguat, laba emiten dari sektor telekomunikasi dan semen akan terbantu. Sebab, emiten di dua sektor ini tidak banyak mengeluarkan biaya dalam dolar AS.

Lucky memprediksi laba bersih emiten akan mengalami pertumbuhan sekitar 2%-3% untuk keseluruhan (full year) 2019. Namun demikian, Lucky mengingatkan beberapa risiko yang patut dicermati hingga sisa tahun ini. Salah satunya adalah realisasi penerimaan pajak selama delapan bulan pertama 2019, yang masih tercatat sebesar 51% dari target APBN 2019 yang ditetapkan sebesar Rp1.577,56 triliun.

"Hal ini bisa berdampak pada tertundanya belanja pemerintah yang bisa memengaruhi emiten konstruksi, perbankan, dan telekomunikasi yang terkait dengan proyek pemerintah," tutur Lucky.

Dari kinerja keuangan 100 emiten yang diamati Bahana, secara keseluruhan perusahaan terbuka membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 3,6% untuk periode Januari–September 2019. Kinerja ini terutama ditopang oleh sektor perbankan, semen, kesehatan, dan obat-obatan. Untuk sektor konstruksi, perkebunan, dan properti masih membukukan kinerja negatif.

Sponsored

Kemudian, hingga kuartal III-2019, marjin laba kotor mencatat rata-rata pertumbuhan sebesar 2,9% secara tahunan dengan kinerja dari sektor konsumer, terutama kontribusi dari PT Gudang Garam Tbk. dan PT Indofood Sukses Makmur CBP Tbk. Sementara itu, emiten dari sektor perkebunan, konstruksi, dan unggas membukukan kinerja negatif. Laba operasional hanya tumbuh sebesar 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penyebabnya, turunnya kinerja emiten dari sektor unggas, perkebunan, dan konsumer.

Ke depan, lanjut Lucky, dengan adanya rencana pemerintah untuk memotong pajak penghasilan perusahaan, diperkirakan akan ada potensi pembayaran dividen yang lebih besar dari badan usaha milik negara (BUMN) seperti dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Sebab, emiten dengan ticker saham TLKM tersebut memiliki arus kas yang besar dengan rasio utang terhadap modal yang rendah. Lucky memberi rekomendasi beli untuk saham Telkom (TLKM) dengan target harga Rp4.200 per lembar saham.

Selain itu, Lucky juga memperkirakan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memiliki tingkat kecukupan modal yang tinggi dengan tingkat provisi yang semakin berkurang. Keduanya akan membukukan kinerja positif sampai akhir tahun 2019. Lucky menyarankan investor untuk beli saham BBRI dengan target harga Rp5.300 per saham dan BMRI dengan target harga Rp9.000 per lembar saham.

Berita Lainnya
×
tekid