sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peluang pasar Asia dan Timur Tengah pascapenolakan CPO Indonesia di Uni Eropa

Hambatan ekspor produk minyak sawit dan biofuel Indonesia bisa menjadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Kamis, 03 Nov 2022 08:29 WIB
Peluang pasar Asia dan Timur Tengah pascapenolakan CPO Indonesia di Uni Eropa

Adanya hambatan ekspor produk minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia oleh Uni Eropa membuat nilai ekspor produk CPO menurun. Meski demikian, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengalihkan ekspornya ke negara lain seperti di kawasan Asia dan Timur Tengah.

Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Natan Kambuno menyebutkan ada kecenderungan penurunan nilai ekspor produk CPO di setiap tahunnya. Alasannya, ini terjadi setelah Uni Eropa menerapkan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.

“Semakin turun nilai ekspornya, terutama dalam dua tahun terakhir ini. Pada 2020, nilainya tercatat US%2,9 miliar, lalu pada 2021 turun jadi US$2,8 miliar,” jelas Natan dalam Focus Group Discussion “Menyikapi Berbagai Skenario Putusan WTO tentang RED II” ditulis Kamis (3/11).

Kebijakan RED II yang telah diterapkan sejak tahun 2018, menurut Natan telah berlaku diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia.

Sedangkan ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi yang juga turut hadir dalam kesempatan yang sama menilai, dengan sikap diskriminatif yang ditunjukkan Uni Eropa terhadap produk minyak sawit Indonesia, hal tersebut justru membuat peluang pasar lainnya terbuka bagi produk minyak sawit Indonesia.

“Ibarat seperti perjanjian Hudaibiyah, seolah-olah merugikan kita, tapi bisa jadi mendatangkan kebaikan lain. Uni Eropa tutup pintu, pintu lain negara-negara non tradisional seperti di Asia dan Timur Tengah masih terbuka,” kata Fithra.

Pentingnya menjajaki pasar non tradisional kata Fithra merupakan hal penting. Ini karena produksi sawit Indonesia diprediksi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan adanya pembentukan direktorat yang khusus mengurus sawit di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Direktorat ini merupakan gagasan usai Andi Nur Alam Syah ditunjuk sebagai Dirjen Perkebunan.

Lanjut Fithra, hambatan ekspor produk minyak sawit dan biofuel Indonesia bisa menjadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri.

Sponsored

“Batasan itu bagus untuk ketersediaan di dalam negeri. Kita kan juga butuh untuk mengembangkan produk hilirnya,” imbuh Fithra.

Sebagai informasi, kebijakan RED II yang diberlakukan Uni Eropa membuat batasan dan mengkategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai high Indirect Land Use Change (ILUC) risk. Karena menyebabkan alih fungsi lahan atau ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.

Selain itu, Uni Eropa memberlakukan penghentian biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit secara bertahap hingga 2030 atau yang disebutnya Phase Out 2030. Uni Eropa juga menetapkan konsumsi penggunaan energi berbahan baku food and feed corps untuk transportasi tidak boleh melebihi tujuh persen sejak 2020.

Berita Lainnya
×
tekid