sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rupiah menguat sejak awal tahun, Jokowi malah khawatir

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 16 Jan 2020 16:49 WIB
Rupiah menguat sejak awal tahun, Jokowi malah khawatir

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan di tengah upaya untuk menggenjot produk ekspor, dikhawatirkan nilai komoditas nasional menjadi jatuh. Menurut Jokowi, jika penguatan rupiah terjadi terlalu cepat, akan menurunkan daya saing produk nasional di global. 

"Rupiah terus bergerak menguat. Harus hati-hati, kalau menguat terlalu cepat, daya saing kita akan menurun," katanya Jakarta, Kamis (16/1). 

Dia pun mengatakan, dampak penguatan nilai tukar rupiah tersebut akan memukul para eksportir secara langsung. Namun, di sisi lain akan menguntungkan importir. 

"Penguatan rupiah ini tentu ada yang senang dan tidak senang. Eksportir pasti tidak tenang, karena nilainya jari jatuh," jelasnya.

Sesuai fundamental

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menyatakan tren penguatan nilai tukar rupiah yang terus terjadi dalam beberapa hari terakhir masih sesuai dengan fundamental perekonomian domestik, dan bergerak sejalan mekanisme pasar.

Oleh karena masih sesuai dengan fundamental perekonomian, Bank Sentral belum masuk ke pasar untuk intervensi nilai tukar.

Sponsored

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan jika rupiah menguat berkepanjangan dan dalam rentang yang tidak sesuai fundamental ekonomi, Bank Sentral tidak akan ragu untuk intervensi.

"Kalau rupiah ini sudah di luar fundamentalnya, ke arah menguat, BI akan masuk," ujar dia.

Sementara itu, di pasar spot, kurs rupiah pukul 15.00 WIB, atau menjelang penutupan masih menunjukkan tren penguatan di Rp13.650 per dolar AS, dibandingkan pembukaan pada Kamis pagi yang sebesar Rp13.678 per dolar AS.

Dody mengatakan penguatan rupiah yang terus terjadi sejak awal 2020 masih sesuai fundamental karena perbaikan sejumlah indikator ekonomi domestik. Pelaku pesar merespons sentimen menjelang pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 yang diyakini BI akan lebih baik dibanding kuartal III-2019 yang sebesar 5,02%.

Selain itu, kata Dody, penurunan drastis defisit neraca perdagangan menjadi US$3,2 miliar pada 2019 dibanding US$8 miliar pada 2018 juga menjadi katalis positif yang menguatkan rupiah.

"Inflasi 2019 juga terkendali. Banyak faktor tersebut yang membuat rupiah menguat dan masih sesuai fundamental," ujar dia.

Dua sisi mata uang

Dody menjelaskan penguatan rupiah memang memberikan dua sisi dampak bagi perekonomian. Dalam jangka pendek, penguatan rupiah akan meningkatkan kegiatan investasi dan konsumsi karena struktur biaya akan lebih murah. Dalam hal ini, penguatan rupiah akan mempermurah biaya impor.

Selain itu, dalam jangka pendek, penguatan rupiah juga akan berimbas positif pada aliran keuangan di tubuh korporasi yang memiliki utang valas. Korporasi tidak akan menderita kerugian kurs dari eksposur utang valas.

Namun, dalam jangka menengah-panjang, penguatan rupiah memang akan mengecilkan nilai ekspor. Karena harga komoditas ekspor setelah dikonversi ke rupiah, akan mengalami penurunan.

Dody menegaskan BI akan terus mengawal kurs rupiah bergerak sesuai fundamentalnya.

"Kita tidak akan ragu untuk masuk, jika sudah tidak sesuai dengan fundamentalnya," ujar dia.

Berita Lainnya
×
tekid