sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Anggota Komisi VI DPR nilai speed restrukturisasi Garuda kurang cepat

GIAA sedang mengalami kesulitan keuangan imbas kesalahan pengelolaan masa lalu dan dampak pandemi Covid-19.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 21 Jun 2021 16:57 WIB
Anggota Komisi VI DPR nilai speed restrukturisasi Garuda kurang cepat

 

Anggota Komisi VI DPR Martin Manurung mendukung rencana direksi PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Tbk atau GIAA, melakukan restrukturisasi sebagai upaya penyelamatan. Mulai dari utang yang dimiliki GIAA, hingga permasalahan kontrak sewa pesawat dengan lessor.

Namun, Martin menilai langkah Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dalam melakukan restrukturisasi kurang cepat.

"Speed-nya kurang cepat. Kalau kurang cepat, maka on going loss-nya juga tinggi. Kalau terakhir di media itu per bulan Rp1 triliun kerugian, sekarang berapa?" kata Martin dalam rapat dengar pendapat dengan jajaran direksi GIAA di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/6).

Diketahui, GIAA sedang mengalami kesulitan keuangan imbas kesalahan pengelolaan masa lalu dan dampak pandemi Covid-19. Utang perseroan hingga kini terus menumpuk hingga mencapai Rp70 triliun. Utang GIAA terus membengkak dan bertambah sekitar Rp1 triliun per bulan.

Beban paling besar berasal dari perjanjian kerja sama dengan lessor. PT Garuda pun tengah menjajaki renegosiasi dengan beberapa lessor untuk mengurangi tanggungan.

Untuk mengetahui perkembangan proses restrukturisasi, ada beberapa hal yang perlu dilaporkan direksi GIAA. Pertama, terkait renegosiasi dengan lessor.

"Saya minta dilaporkan kepada kita, walaupun tertutup. Kan kami perlu tahu berapa lessor-nya. Kalau kurang konsultannya, ya ditambah lagi konsultan," ujar politisi Partai Nasdem itu.

Sponsored

Kedua, restrukturisasi kewajiban direksi GIAA, baik kepada perbankan maupun yang lainnya.

"Saya juga dengar ada Pertamina juga. Saya kurang tahu apakah ada kewajiban luar negeri. Apa opsi-opsi yang sudah berkembang? Apakah moratorium atau seperti apa?" tanyanya.

Menurut Martin, seluruh fraksi partai politik di Komis VI akan mendukung GIAA untuk tetap terbang. Oleh karena itu, kata Martin, GIAA perlu memberitahukan base line operasional.

"Sekarang pun dari kami bila diminta persetujuan, kami pasti bantu Garuda untuk tetap terbang. Tetapi kami tidak mau membantu untuk para pemburu rente. Nah kami perlu tahu base line berapa? Kalau butuh dukungan negara, dukungan seperti apa?," katanya.

Untuk dukungan negara, Martin mengatakan fraksinya tetap konsisten menolak opsi dana talangan. Selain berisiko, secara filosofis negara bukanlah bank yang dapat memberikan pinjaman.

"Kami setujunya penyertaan modal negara. Karena memang dari sisi finansial tidak wajar. Kedua, negara secara filosofis bukan bank, sehingga dia tidak memberikan dana pinjaman. Maka tetap, penyertaan modal negara dengan seluruh konsekuensinya," beber Martin.

Terkait opsi rasionalisasi pegawai yang dilakukan direksi Garuda, Martin menyatakan tidak sepakat apabila dengan cara pensiun dini. Menurutnya, dalam kondisi utang yang menumpuk, PT Garuda juga pasti kewalahan untuk membayar uang pesangon bagi 1.000 karyawan.

"Rasionalisasi, saya sudah nyatakan bahwa itu opsi yang tidak terelakan. Tinggal Garuda duduk bersama dengan karyawan. Kalau pensiun dini, apa direksi punya uang juga untuk seribu karyawan? Apa ada uangnya dalam kondisi begini. Apa ada opsi lain, misalnya shif-shifan. Dia tetap terbang dan bayar sesuai jam," pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid