sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sri Mulyani akui infrastruktur Indonesia tertinggal dari Malaysia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan infrastruktur Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia

Soraya Novika
Soraya Novika Kamis, 28 Mar 2019 13:45 WIB
Sri Mulyani akui infrastruktur Indonesia tertinggal dari Malaysia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan infrastruktur Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia. Hal itu terlihat dari daya saing global atau global competitiveness index (GCI) untuk sektor infrastruktur.

"Kalau dilihat, GCI infrastruktur mereka (Malaysia) ada di rangking 30, sedangkan kita ada di rangking 71," ujar Sri Mulyani dalam perayaan ulang tahun PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) di Jakarta, Kamis (28/3).

Sri Mulyani mengatakan peringkat ini bukan sesuatu yang membanggakan. Untuk itu, Sri Mulyani mengajak semua pihak untuk turut serta mendorong kenaikan GCI infrastruktur agar lebih baik.

Sri Mulyani mengatakan Malaysia memang lebih kecil dari Indonesia. Jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.000 pulau dengan penduduk di bawah 267 juta orang. Luas wilayah juga mencapai 8,3 juta kilometer persegi dengan lautan yang lebih luas dari Malaysia. 

“Akan tetapi, kekayaan alam yang kita miliki ini jangan pernah menjadikan kita sebagai karakter yang selalu mencari alasan untuk tidak melakukan atau menunda sesuatu," katanya.

Dalam laporan The Global Competitiveness Report 2018 yang dihimpun World Economic Forum (WEF) skor pilar infrastruktur Indonesia berada di level 66,8 dari skala 0-100 dan berada di peringkat 71 dari 140 negara yang. 

Di tingkat ASEAN, Indonesia berada di posisi kelima di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand namun berada di atas Vietnam. 

Secara spesifik, daya saing infrastruktur nasional dinilai berdasarkan enam bidang utama yakni pasokan air bersih, konektivitas jalan, konektivitas bandara, konektivitas kapal, rel kereta, dan akses listrik.

Sponsored

Dari segi pasokan air bersih, WEF menyebut Indonesia belum maksimal menjangkau semua wilayah dengan 19,2% penduduk tercatat masih kesulitan mendapatkan air minum layak konsumsi. 

Selain itu, ada sekitar 50 juta orang yang berisiko terkena penyakit akibat kekurangan air bersih. Dalam hal ini Indonesia berada di peringkat ke-92 dari 140 negara.

Demikian pula dengan konektivitas jalan yang dinilai masih rendah. WEF memberi Indonesia skor 34,6 dari 100 yang artinya belum ada peningkatan konektivitas jalan dalam setahun terakhir. 

Ditambah lagi untuk kualitas infrastruktur jalan di Indonesia diberi skor 3,9 dari peringkat teratas yakni 7. Skor tersebut menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya.

Sedangkan untuk konektivitas bandara, Indonesia dinilai sangat bagus hingga mencapai skor maksimal, yakni 100 dari 100. Penilaian ini didasarkan pada data International Air Transport Association (IATA) yang mengukur integrasi penerbangan suatu negara dengan jaringan transportasi udara global. Kini konektivitas bandara Indonesia menempati peringkat ke-5 terbaik di dunia.

Demikian pula dengan konektivitas kapal barang yang dinilai mengalami peningkatan mulai dari jumlah unit kapal, jaringan koordinasi suatu kapal dengan kapal lain, ukuran badan kapal, kapasitas peti kemas, dan lain sebagainya.

Dalam melakukan penilaian WEF menggunakan data dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), yakni data hasil konferensi PBB tentang perdagangan dan pembangunan.

Hasilnya, WEF memberi Indonesia skor sebesar 40,9 dari 100. Skor ini telah meningkat dari tahun lalu dan menempati peringkat ke-41 dari 140 negara dunia.

Dari sisi akses listrik pun Indonesia mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari International Energy Agency (IEA), listrik di Indonesia telah menjangkau sekitar 91,2% dari seluruh populasi.

Kendati demikian masih ada 8,8% atau sekitar 23 juta warga negara Indonesia yang belum terjangkau listrik. Alhasil, biarpun mengalami progres, infrastruktur listrik Indonesia berada di peringkat cukup rendah, yakni peringkat 98 dari 140 negara.

Terakhir segi konektivitas rel kereta tercatat masih sangat minim. Nilai untuk kategori ini diberikan berdasarkan ukuran panjang rel per 1 kilometer persegi lahan. Hasilnya, WEF memberi nilai 6,1 dari 100.

Berita Lainnya
×
tekid