sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Unicorn dan decacorn Indonesia: Menimbang IPO, memutuskan dual listing

Meski sudah berstatus unicorn dan decacorn, Bukalapak, Gojek, serta Tokopedia belum melakukan IPO.

Ardiansyah Fadli
Ardiansyah Fadli Rabu, 13 Nov 2019 20:49 WIB
Unicorn dan decacorn Indonesia: Menimbang IPO, memutuskan dual listing

Sejak tahun lalu, tiga startup atau perusahaan rintisan Indonesia berstatus unicorn dan decacorn dikabarkan akan melepas sahamnya ke publik alias initial public offering (IPO).

Tiga startup itu, yakni Bukalapak, Gojek, dan Tokopedia. Bukalapak dan Tokopedia saat ini berstatus unicorn (valuasi di atas US$1 miliar), sedangkan Gojek sudah berstatus decacorn (valuasi di atas US$10 miliar).

Meski begitu, hingga kuartal III-2019, belum ada satupun startup tadi yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data BEI, yang dikutip dari gopublic.idx.co.id, sejak 2017 hingga 2019, ada delapan startup Indonesia yang sudah IPO.

Startup tersebut, antara lain Kioson (PT Kioson Komersial Indonesia Tbk.), Mcash (PT M Cash Integrasi Tbk.), NFC Indonesia (PT NFC Indonesia Tbk.), Passpod (PT Yeloo Integra Datanet Tbk.), DIVA (PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk.), HDI (PT Hensel Davest Indonesia Tbk.), Telefast (PT Telefast Indonesia Tbk.), dan Digital Mediatama Maxima (PT Digital Mediatama Maxima Tbk.).

Ancang-ancang IPO

Presiden Direktur PT Kresna Graha Investama Michael Steven mengatakan, sejauh ini sudah ada beberapa perwakilan dari tiga startup yang datang kepadanya untuk membahas rencana IPO.

“Tapi, kalau rencana decacorn dan unicorn untuk IPO, sebaiknya ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan,” ujar Michael saat dihubungi Alinea.id, Selasa (12/11).

Menurut VP Corporate Communication Tokopedia Nuraini Razak, pihaknya tengah mempersiapkan diri untuk melantai di bursa saham. Namun, ia mengaku, belum bisa merilis kapan waktunya.

Sponsored

“Rencana kami beberapa tahun ke depan. Kami sedang berbenah, memperbaiki diri, dan mempersiapkan sesuatu yang diperlukan untuk go public,” kata Nuraini saat ditemui di Plataran Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).

Nuraini mengatakan, saat ini Tokopedia sedang menargetkan agar pada 2020 bisa break even point (BEP) alias balik modal, sebelum membuka sahamnya ke publik.

“Kita mau bisnis modal yang sustainable,” ujarnya.

Ia menerangkan, tujuan Tokopedia mencatatkan sahamnya di BEI agar masyarakat bisa ikut memiliki atau membeli saham perusahaan rintisan itu. Menurutnya, di saat IPO nanti, tak menutup kemungkinan juga akan dual listing atau membuka saham untuk publik di luar negeri.

Akan tetapi, Nuraini belum tahu di negara mana tepatnya yang menjadi target listing. "Pokoknya masih melihat juga kemungkinan di pasar mana yang cocok," tuturnya.

Nuraini pun enggan menyebut nilai saham Tokopedia yang akan dilepas di BEI. "Mohon maaf, tapi nanti kalau sudah dekat-dekat pasti kami kabari," kata Nuraini.

Sementara itu, Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono menuturkan, tak menutup kemungkinan pihaknya juga akan IPO. Hal itu, kata dia, merupakan langkah untuk meningkatkan ekspansi bisnis.

Pengunjung mengamati layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (28/10). /Antara Foto.

Serupa dengan Tokopedia, menurut Intan, sebelum IPO, Bukalapak pun menargetkan menjadi unicorn pertama yang meraih BEP dalam waktu dekat. Bukan cuma itu, disebut Intan, Bukalapak juga ingin menjadi startup berstatus unicorn yang bisa meraih keuntungan perusahaan.

Sebagai informasi, sebelum IPO, perusahaan rintisan harus BEP dahulu, guna memberikan kepercayaan kepada investor.

"Bukalapak sudah memiliki modal yang cukup dari para pemegang saham untuk meraih EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization) positif, tentunya apabila semua rencana dan program berjalan lancar tanpa halangan," katanya saat dihubungi, Selasa (12/11).

Intan menerangkan, pihaknya sangat optimis meraih EBITDA positif. Sebab, transaksi jumlah pengguna Bukalapak, terus bertambah setiap bulan.

"Selain itu, kami juga telah berhasil mengurangi setengah kerugian dari EBITDA selama 8 bulan terakhir ini," katanya.

Hingga kini, kata Intan, Bukalapak punya lebih dari 5 juta pelapak yang tersebar di seluruh Indonesia. Sejak 2018, jumlah pelapak di Bukalapak sudah mengalami pertumbuhan sekitar 68% atau nyaris dua kali lipat.

Gojek pun tengah dalam proses pematangan untuk IPO di dalam negeri. Meski demikian, Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengaku belum tahu kapan akan IPO. Sebelum go public, Nila mengatakan, pihaknya sedang memastikan pertumbuhan bisnisnya.

Nila mengungkapkan, belum ada startup berstatus decacorn yang listing di Indonesia. Hal ini, katanya, menjadi kesempatan yang bagus bagi Gojek untuk segera melantai di bursa.

"Gojek adalah perusahaan anak bangsa, jadi harus bisa berkontribusi pada bursa saham Indonesia," kata Nila saat dihubungi, Selasa (12/11).

Nila mengatakan, Gojek pun masih mendiskusikan kemungkinan akan dual listing. Akan tetapi, ia memastikan terlebih dahulu untuk IPO di Indonesia.

“Semua bergantung pada kondisi pasar di setiap negara," ujarnya.

BEP dan dual listing

Gojek memperkenalkan logo baru mereka. /Antara Foto.

Sementara itu, Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, melantai di bursa saham dapat menjadi salah satu pendanaan alternatif bagi startup.

Tak hanya itu. Menurut Nico, melantai di bursa juga berdampak pada keterbukaan informasi pasar atau perusahaan.

“GCG (good corporate governance) perusahaan akan menjadi baik,” tutur Nico saat dihubungi, Selasa (12/11).

Namun, sebelum IPO, startup harus bisa memastikan kapan akan BEP. "Yang tahu hanya mereka sendiri, tentu kita berharap perusahaan yang kita beli bukan hanya saja masalah valuasi, tapi juga harus dilihat dari sisi growth dan pendapatan," katanya.

Dihubungi terpisah, analis Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengatakan, dalam waktu tiga atau empat tahun ini, startup masih melakukan “bakar duit”. Mereka pun harus segera dapat memastikan kapan akan profit atau BEP.

"Mereka kan lagi burning money, artinya perusahaan masih rugi," katanya saat dihubungi, Selasa (12/11).

Janson menuturkan, startup harus segera BEP ketika IPO, agar saham yang sudah tercatat di bursa akan banyak diminati atau dibeli investor.

Ia menyarankan, untuk IPO sebaiknya dilakukan startup pada kuartal I atau II, tahun depan. Alasannya, dampak dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia akan dirasakan pada 2020.

"Tahun depan itu market mungkin agak lebih baik performance-nya," katanya.

Janson juga menyarankan, sebaiknya startup dengan valuasi yang sudah besar, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Gojek tak hanya IPO di dalam negeri. Mereka harus dual listing.

Menurutnya, hal itu sangat berguna sebagai alternatif pendanaan dan penyerapan saham yang lebih baik.

"Kalau persentase pembagian sahamnya, mungkin ada bagusnya 40% di dalam negeri dan 40% dual listing di luar negeri, biar dapat tax benefit-nya," ucapnya.

Sebagai catatan, perusahaan emiten yang melakukan dual listing, yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM). Mereka listing di New York Stock Exchange (NYSE) dan London Stock Exchange (LSE) sejak 1995.

Selain itu, ada PT Indosat Tbk. (ISAT) yang listing di NYSE pada 1994, meski saat ini sudah delisting (menghapus pencatatan saham) pada pertengahan 2013. PT Timah Tbk. (TINS) juga sempat tercatat di LSE, tetapi delisting pada Oktober 2006.

Startup asal China, Alibaba Group Holding barangkali yang paling sukses melakukan dual listing. Pada 2014, mereka dual listing di NYSE. Alibaba memberi harga penawaran saham perdana senilai US$68 per saham. Dari dual listing-nya di Amerika Serikat, mereka berhasil mengumpulkan dana sekitar US$21,8 miliar.

Infografik. Alinea.id/Oky Diaz.

Lewat penawaran harga US$68 per saham pada 2014, Alibaba memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$168 miliar. Nilai itu melebihi perusahaan Amazon, dengan kapitalisasi pasar US$150 miliar.

Pada Oktober 2019, harga saham Alibaba mengalami lonjakan drastis sebesar 156,33% dari harga penawaran perdananya, atau menjadi US$174,31 per saham. Kapitalisasi pasar Alibaba tembus mencapai US$453,83 miliar.

Kabarnya, perusahaan milik Jack Ma itu juga berencana ekspansi bisnis dengan melakukan penawasan saham perdana ke Hong Kong di akhir November 2019, dengan target perolehan dana sebesar US$15 miliar.

"Kalau memang startup kita sudah mencapai decacorn, bukan tidak mungkin kita juga bisa listing di New York dan Hongkong, seperti Alibaba," kata Nico. "Jadi, ya kita tunggu saja kalau memang mau IPO, tapi kami berpikir tidak dalam waktu dekat mereka akan melakukan IPO."

Di samping itu, Janson menambahkan, bila startup Indonesia ingin dual listing, sebaiknya melakukan penawaran saham di Singapura atau New York.

"Karena kedua market itu yang paling likuid," kata Jason.

Berita Lainnya
×
tekid