sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Anak-anak muda Afrika Selatan belajar tentang aktivisme Tutu, manfaatkan media sosial

Kematian Tutu telah mengilhami para pemuda Afrika untuk belajar lebih banyak tentang sejarah Afrika Selatan,

Nadia Lutfiana Mawarni
Nadia Lutfiana Mawarni Rabu, 29 Des 2021 12:56 WIB
Anak-anak muda Afrika Selatan belajar tentang aktivisme Tutu, manfaatkan media sosial

Warisan Uskup Agung Desmond Tutu bergema di kalangan anak muda Afrika Selatan, banyak di antaranya tidak lahir ketika pendeta itu berjuang memerangi apartheid dan menuntut pemenuhan hak untuk mayoritas orang kulit hitam negara itu. Tutu, yang meninggal pada hari Minggu (26/12) pada usia 90, dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian pada 1984 atas upaya tersebut.

Meskipun tidak banyak yang diketahui tentang Tutu, beberapa anak muda Afrika Selatan mengatakan mereka memahami perannya sebagai salah satu tokoh paling menonjol untuk membantu negara mereka menjadi sangat demokratis. Zinhle Gamede, 16, mengatakan dia mengetahui tentang kematian Tutu di media sosial dan telah belajar lebih banyak tentang dia selama sehari terakhir. "Awalnya saya hanya tahu bahwa dia adalah seorang uskup agung. Saya benar-benar tidak tahu banyak lagi," kata Gamede seperti dikutip The Associated Press, Rabu (29/12).

Dia mengatakan kematian Tutu telah mengilhaminya untuk belajar lebih banyak tentang sejarah Afrika Selatan, terutama perjuangan melawan pemerintahan minoritas kulit putih. Gamede menyebutkan orang-orang yang berjuang untuk kebebasan adalah orang-orang hebat. Generasi masa kini berada di tempat yang lebih baik karena mereka. Hari ini anak-anak muda menjalani hidup dengan lebih bebas karena peran Tutu.

Setelah berakhirnya apartheid pada 1994, Afrika Selatan menjadi negara demokrasi. Tutu memimpin Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang mendokumentasikan kekejaman selama apartheid dan berusaha untuk mempromosikan rekonsiliasi nasional. Tutu juga menjadi salah satu pemimpin agama paling terkemuka di dunia yang memperjuangkan hak LGBTQ.

"Sebagai orang gay, sangat jarang mendengar orang-orang dari gereja berbicara secara terbuka tentang isu-isu gay, tetapi saya mengetahui tentang dia melalui aktivis gay yang kadang-kadang menggunakan kutipannya selama kampanye," kata Lesley Morake, 25, ketika dia menceritakan bagaimana caranya mengingat Tutu.

Tshepo Nkatlo, 32, mengatakan dia berfokus pada hal-hal positif yang dia dengar tentang Tutu, alih-alih beberapa sentimen negatif yang dia lihat di media sosial. 

"Salah satu hal yang saya ambil di Facebook dan Twitter adalah bahwa beberapa orang mengkritiknya karena Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC) karena masih ada banyak masalah mengenai TRC," kata Nkatlo, merujuk pada beberapa pendapat yang mengatakan Tutu seharusnya bersikap lebih keras pada orang kulit putih yang melakukan pelanggaran di bawah apartheid dan seharusnya memerintahkan agar mereka dituntut.

Afrika Selatan mengadakan satu minggu berkabung untuk Tutu. Lonceng berdering pada tengah hari Senin dari Katedral Anglikan St. George di Cape Town untuk menghormatinya. Katedral itu merupakan katedral rakyat di mana Tutu bekerja untuk menyatukan orang Afrika Selatan dari semua ras melawan apartheid. Orang-orang yang mendengar lonceng diminta untuk menghentikan kesibukan mereka sejenak sebagai bentuk penghormatan. Gereja-gereja Anglikan di seluruh Afrika Selatan juga akan membunyikan lonceng mereka pada siang hari minggu ini, dan doa Angelus akan dibacakan.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid