sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

AS desak Korsel bayar lebih untuk jasa keamanan?

Aliansi keamanan Amerika Serikat dan Korea Selatan telah berusia 70 tahun.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 13 Nov 2019 17:11 WIB
AS desak Korsel bayar lebih untuk jasa keamanan?

Permintaan dana senilai US$5 miliar untuk biaya penempatan 28.500 pasukan Amerika Serikat dan ketegangan antara Korea Selatan-Jepang yang mengancam melemahkan kerja sama regional akan menjadi agenda utama kunjungan sejumlah pejabat senior pertahanan AS ke Seoul pekan ini.

Desakan Presiden Donald Trump agar Korea Selatan menanggung biaya yang lebih besar atas kehadiran militer AS sebagai bagian dari aksi pencegahan terhadap Korea Utara telah menguji kepercayaan Korea Selatan dalam aliansi keamanannya dengan AS.

Trump sendiri sebelumnya telah melayangkan gagasan untuk menarik pasukan AS dari Semenanjung Korea. Perang antara kedua Korea berakhir dengan gencatan senjata pada 1953, dan itu berarti secara teknis Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam status berperang.

Seorang anggota parlemen Korea Selatan pekan lalu menuturkan bahwa para pejabat AS menuntut negara itu mengeluarkan dana US$5 miliar per tahun, lebih dari lima kali lipat yang disepakati Seoul untuk dibayar tahun ini berdasarkan kesepakatan satu tahun.

Para pejabat AS belum mengonfirmasi jumlah tersebut, tetapi Trump sebelumnya pernah mengatakan bahwa kehadiran militer AS di dan sekitar Korea Selatan adalah "perlindungan yang bernilai US$5 miliar".

Jenderal Mark Milley, ketua kepala staf gabungan AS, mengatakan rakyat AS membutuhkan penjelasan mengapa Korea Selatan dan Jepang yang sangat kaya dan sejahtera tidak dapat mempertahankan diri dan mengapa harus mengerahkan pasukan AS harus dikerahkan ke sana.

Milley tiba di Seoul pada Rabu untuk Rapat Komite Militer tahunan. Ada pun Menteri Pertahanan Mark Esper akan berkunjung pada Kamis (14/11) untuk menghadiri Pertemuan Konsultasi Keamanan dengan Menteri Pertahanan Korea Selatan Jeong Kyeong-doo.

'Mengecewakan'

Sponsored

Randall Schriver, asisten dan penasihat utama Menhan untuk kebijakan di Asia, mengatakan bahwa Esper tidak berniat untuk menegosiasikan pembagian beban, melainkan menekankan kepentingan AS.

"Mereka harus bersedia ambil bagian yang lebih besar, seperti yang telah ditekankan oleh presiden. Dan itu bukan hanya berlaku bagi Korea Selatan," kata Schriver.

Trump sebelumnya juga menuduh para sekutu AS, termasuk Jepang, Jerman dan NATO tidak memikul biaya pertahanan yang adil. Negosiasi yang diselenggarakan secara terpisah untuk mencapai kesepakatan biaya pertahanan baru antara AS dan ketiga pihak tersebut akan dimulai tahun depan.

Anggota parlemen Korea Selatan mengkritik tuntutan AS, menyebutnya tidak dapat diterima dan mengecewakan. Bahkan sejumlah kelompok progresif di Korea Selatan telah menyerukan perubahan mendasar dalam aliansi keamanan dengan AS yang berusia 70 tahun, termasuk penarikan atau pengurangan pasukan AS secara drastis.

Sebuah survei oleh Korea Institute for National Unification yang berafiliasi dengan pemerintah menunjukkan 96% warga Korea Selatan menolak membayar lebih bagi kehadiran pasukan AS.

Selama di Seoul, Esper dan Milley diperkirakan juga akan meningkatkan tekanan pada Korea Selatan untuk mengubah keputusannya soal mengakhiri perjanjian berbagi intelijen dengan Jepang. Relasi diplomatik Seoul-Tokyo tegang belakangan dipicu oleh kompensasi bagi tenaga kerja Korea Selatan semasa pendudukan Jepang.

Tahun lalu, pengadilan Korea Selatan memerintahkan agar perusahaan-perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada tenaga kerja paksa. Keputusan pengadilan tersebut membuat berang Jepang yang berpendapat bahwa perselisihan soal itu telah diselesaikan pada 1965 ketika keduanya menormalisasi hubungan.

Seorang juru bicara kementerian luar negeri Korea Selatan menegaskan kembali Seoul bersedia mempertimbangkan kembali keputusan itu jika Jepang menarik peraturan perdagangannya.

Milley mengatakan Seoul dan Tokyo harus melewati beberapa titik gesekan ini karena perselisihan keduanya hanya menguntungkan Korea Utara dan China.

Sumber : Reuters

Berita Lainnya
×
tekid