Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Joe Biden, diprediksi akan mengeluarkan seluruh kekuatannya dalam kebijakan keamanan nasional. Dicontohkannya dengan Perang Kosovo pada 1999.
"Biden (kala itu) mendukung kampanye pemboman NATO melawan Serbia dan Montenegro dan bersama dengan John McCain mendukung resolusi McCain-Biden Kosovo yang menyerukan untuk menggunakan seluruh kekuatan yang diperlukan,” ujar pengamat militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, dalam webinar "Pengaruh Global Kemenangan Joe Biden", Jumat (18/12).
Dirinya memaparkan, agenda keamanan nasional Biden bakal fokus pada diplomasi, memperkuat reputasi internasional AS, membangun aliansi, menarik sebagian besar pasukan dari Afghanistan, mendukung untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran, upaya denuklirisasi Korea Utara, menambah kemitraan regional, menghidupkan kembali Trans Partnership (TPP), dan melakukan perjanjian perdagangan (FTA) di Asia Pasifik.
“Memulihkan aliansi, mereformasi kehadiran militer AS di Timur Tengah, mengambil peran internasional
lebih besar dalam memerangi perubahan iklim, dan bersikap tegas dalam permasalahan Laut Cina
Selatan merupakan prioritas utama politik luar negeri Biden," jelasnya.
"Pandangan Biden terhadap China masih tetap konsisten, yaitu sejauh mereka adalah ancaman terhadap kepentingan dan keamanan AS, maka dia akan mengambil sikap agresif,” imbuhnya.
Sementara itu, Connie berpendapat, Biden akan menganggap Indonesia sebagai mitra yang dapat diajak untuk bersama-sama melawan kekuatan China di Asia. Pemerintah disarankan memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan manfaat tanpa harus terseret konflik praktis atau menjadi ajang proxy war.
“Misalnya dengan memanfaatkan bantuan AS untuk peningkatan kemampuan surveillance Bakamla (Badan Keamanan Laut) dan TNI AL, membantu dalam hal konsep dan pemahan agar lebih bertindak dalam konsep gabungan sebagai model pertahanan yang lebih berhasil dibandingkan tiap angkatan bekerja sendiri-sendiri,” tuturnya.
Pada kesempatan sama, mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, menilai Biden akan sangat sibuk dengan masalah dalam negeri setelah pelantikan. "Misalnya penambahan 17 juta kasus positif Covid-19 dan 300.000 jiwa meninggal karena Covid."
Jumlah kasus Covid-19 di "Negeri Paman Sam" tersebut lebih tinggi daripada korban perang Irak. Karenanya, Biden diyakini takkan terlalu terlibat dalam politik luar negeri sekalipun memiliki pengalaman 30 tahun lantaran permasalahan di dalam negeri saja belum teratasi dengan baik.