sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sandiwara Kim Jong Un di semenanjung Korea

Pengamat menilai bahwa rezim Kim Jong Un adalah rezim yang berbohong dan hanya melakukan pencitraan.

Dika Hendra
Dika Hendra Jumat, 06 Apr 2018 16:08 WIB
Sandiwara Kim Jong Un di semenanjung Korea

Pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong Un sedang memainkan peranan penting di semenanjung Korea. Peran yang dimainkan saat ini dia menjadi karakter protagonis. Banyak orang di berbagai belahan dunia bertepuk tangan dan menyanjungnya. 

Jelas, hal itu sangat bertolak belakang jika melihat enam bulan lalu sebelumnya. Kim menjadi pemain antagonis yang menebarkan provokasi, bahkan teror kepada rakyat dan militer Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.

Dia  mengancam akan melakukan uji coba misil antar benua yang konon kabarnya bisa sampai ke Alaska. Kim bahkan memerintahkan uji coba nuklir yang menciptakan gempa.

Ada apa gerangan perubahan karakter Kim dari antagonis menjadi protagonis? Apakah dia sedang bersandiwara? Ataukah dia ingin mencitrakan diri sebagai pemimpin protagonis kedepannya dan menunjukkan keseriusannya?

Menjadi karakter yang lunak memang bukan kepribadian Kim sebelumnya. Kim pernah bersitegang dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, malah berbalik mengajak berunding dalam satu meja. Anehnya, Trump justru menerima undangan dan memanfaatkan kesempatan. Jika terwujud, mereka akan bertemu pada Mei mendatang.

Sebelumnya, Kim juga mengajak Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae In untuk berdiskusi dalam satu meja pada akhir April ini. Bahkan, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pun menawarkan diri untuk berdiskusi dengan Kim pada Juni mendatang. Kesemuanya itu, menunjukkan perubahan citra Kim mendapatkan respons yang sungguh masif dari para rivalnya.

Kim juga tidak mengabaikan sekutu utamanya, Presiden China Xi Jinping. Ia seakan ingin menyampaikan pesan kepada dunia kalau dirinya tidak bermain sendiri. Bersama dengan Presiden Xi, ia tetap mengendalikan isu di kawasan Asia Timur, meskipun enggan mengambil risiko bermain sendiri.

Bagaimanapun, dia membutuhkan aliansi ketika strategi yang diterapkannya gagal. Setelah enam tahun berkuasa, Kim menunjukkan kepada dunia kalau dia adalah pemimpin terkuat di Korut. Seakan hendak menyampaikan pesan kepada dunia bahwa kekuatannya solid di dalam negeri.

Sponsored

Salah satu pakar yang meragukan langkah Kim adalah John Bolton, penasihat keamanan nasional Donald Trump. Bolton dikenal memiliki pandangan keras terhadap Korut.

“Sangat wajah bagi AS merespons tawaran untuk penyerahan senjata nuklir,” ujar Bolton dilansir Fox News. Namun, dia tetap tidak percaya kalau pertemuan Trump dan Kim akan menghasilkan denuklirisasi dan pergantian rezim di Korut.

Bolton mengungkapkan tidak yakin dengan janji yang diucapkan Kim. Dia mengklaim, apa yang dilakukan Kim hanya mengulur waktu dengan menggelar konfrensi tingkat tinggi atau KTT untuk memberikan kesempatan pengembangan program nuklirnya.

“Pertanyaan, bagaimana kamu tahu kalau rezim Korut itu berbohong? Jawabannya: bibir mereka bergoyang,” canda Bolton.

Sementara itu pakar politik luar negeri dari Turki, Onur Kanan, berpandangan justru dunia harus memberikan kesempatan bagi Kim untuk bertemu dengan Moon. Kata Onur, pertemuan dengan Presiden Korsel tersebut akan terlihat tentang pemikiran dan ide dari Kim.

Onur menambahkan jika Kim mau menyerahkan candangan nuklirnya, maka pertemuan dengan Trump merupakan pembicaraan denuklirisasi jangka panjang.

 

Berita Lainnya
×
tekid