

Apakah vasektomi bisa menyebabkan kanker prostat?

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi beberapa waktu lalu berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan, mulai beasiswa hingga bantuan sosial dari provinsi. Dia mengatakan, rencana itu bertujuan agar pemberian bantuan pemerintah, termasuk dari provinsi, lebih merata dan tak berfokus pada satu keluarga saja.
Dedi menuturkan, ke depan data penerima bantuan sosial harus terintegrasi dengan data kependudukan. Dalam data kependudukan tersebut harus memuat data peserta KB, terutama KB laki-laki atau vasektomi.
"Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai keluarga dia, nanti uang negara mikul di satu keluarga," ujar Dedi dikutip dari Antara.
Usulan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial yang dilontarkan Dedi menuai polemik. Vasektomi, dikutip dari Mayo Clinic, merupakan bentuk pengendalian kelahiran permanen bagi pria, dengan memotong dan menutup saluran yang membawa sperma, sehingga sperma tak bisa lagi meninggalkan testis untuk menciptakan kehamilan.
Namun, apakah vasektomi nihil risiko? Ada perdebatan soal vasektomi yang merupakan faktor risiko kanker prostat—kanker yang muncul di prostat, sebuah kelenjar kecil di bawah kandung kemih yang menghasilkan air mani dan melindungi sperma.
Ada beberapa penelitian yang menyebutkan vasektomi berpengaruh terhadap kanker prostat, ada pula yang membantahnya.
Beberapa penelitian
Studi yang diterbitkan di Journal of the National Cancer Institute (2020) menemukan, ada hubungan antara vasektomi dan risiko kanker prostat yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan lebih dari 2 juta pria Denmark selama 38 tahun.
Lalu, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Prostate Cancer and Prostatic Diseases (2021) menemukan, ada hubungan yang kuat antara vasektomi dan kanker prostat. Namun, studi ini tidak menemukan kaitan antara vasektomi dan risiko kematian akibat kanker prostat.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal JAMA Internal Medicine (2017) disebut, kemungkinan ada sedikit hubungan antara vasektomi dan kanker prostat ringan hingga berat, tetapi hampir tidak signifikan. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara vasektomi dan kanker prostat stadium lanjut.
Kemudian, studi yang diterbitkan dalam jurnal European Urology Open Science (2022) menemukan, peningkatan risiko kankter prostat sekitar 6%. Namun, tak ada hubungan antara vasektomi dan kanker prostat stadium lanjut atau kematian akibat kanker prostat.
Penelitian yang diterbitkan Journal of Clinical Oncology (2017) menemukan, tak ada peningkatan risiko kanker prostat stadium lanjut secara keseluruhan atau kematian akibat kanker prostat setelah menjalani vasektomi.
“Ada sedikit peningkatan dalam jumlah tumor menengah-rendah yang terdeteksi, tetapi itu mungkin karena pria yang menjalani vasektomi juga lebih mungkin menjalani pengujian prostate specific antigen (PSA) untuk kanker prostat, yang dapat menemukan penyakit tahap awal,” tulis Mens Health.
Penelitian lainnya yang diterbitkan jurnal Prostate (2024) juga tidak menemukan vasektomi sebagai faktor risiko kanker prostat.
Menurut ahli urologi Joseph Pazona dalam Health Digest, penting memahami perbedaan antara korelasi dan sebab-akibat. Soal vasektomi dan kanker prostat, Pazona percaya pria yang menjalani vasektomi juga cenderung menemui dokter secara umum, sehingga mereka adalah orang yang sama yang menjalani pemeriksaan kanker prostat, dan akhirnya didagnosis kanker prostat.
“Siapa yang paling mungkin menemui dokter spesialis urologi untuk menjalani biopsi prostat?” kata Pazona.
“Pria yang sama yang menemui dokter spesialis urologi 20-30 tahun sebelumnya untuk menjalani vasektomi. Korelasi bukan sebab akibat.”
Healthline menulis, cukup sulit menyusun studi yang akan membuktikan hubungan sebab akibat. Healthline mencatat, studi pada hewan telah menunjukkan mekanisme aksi yang potensial. Namun, mekanisme ini belum terbukti berlaku pada manusia.
Terlepas dari itu, menurut tinjauan yang diterbitkan The World Journal of Men’s Health (2021), vasektomi mengandung risiko kecil berupa komplikasi jangka pendek dan panjang. Sebagian besar pasien mengalami pembengkakan, memar, dan sedikit rasa tak nyaman sekitar dua minggu setelah prosedur.
Gejala-gejala ini cenderung hilang dengan sendirinya. Namun, ada risiko kecil, beberapa pasien dapat mengalami infeksi skrotum, hematoma (pendarahan di bawah kulit yang tampak seperti memar), dan granuloma sperma (benjolan di skrotum yang disebabkan sperma yang bocor keluar dari saluran vas deferens ke dalam jaringan).
Menurut profesor madya fisiologi reproduksi dan perkembangan di Universitas Nottingham, Adam Watkins dalam Live Science, meski vasektomi dinilai sebagai prosedur permanen, tetapi tindakan ini dapat dibatalkan. Akan tetapi, membatalkan vasektomi lebih sulit daripada melakukan operasi awal.
“Karena itu, vasektomi hanya boleh dilakukan jika orang tersebut benar-benar yakin mereka tidak ingin memiliki anak lagi,” ujar Watkins kepada Live Science.


Berita Terkait
Penggunaan sarung tangan tak bisa gantikan sabun cuci tangan
Mortalitas karena penyakit jantung global terkait paparan kimia di plastik
Mengapa lingkar pinggang membesar seiring bertambahnya usia?
Mencegah kekerasan seksual dokter kandungan

