sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Belajar hidup sukses dari Bob Sadino

Siapa sangka pengusaha ternama Indonesia Bob Sadino, dahulu pernah menjadi kuli bangunan dan memelai karir dengan menjual telur eceran.

Bima Yairiba
Bima Yairiba Minggu, 15 Apr 2018 21:09 WIB
Belajar hidup sukses dari Bob Sadino

Siapa sangka pengusaha ternama Indonesia Bob Sadino, dahulu pernah menjadi kuli bangunan dan memelai karir dengan menjual telur eceran.

Bila kita sedang membicarakan hal-ikhwal tentang kewirausahaan, pria yang memiliki nama asli Bambang Mustari Sadino, biasa dipanggil Bob Sadino dikenal sebagai seorang pengusaha sukses di Indonesia.

Buku berjudul “Belajar Goblok dari Bob Sadino” karya Dodi Mawardi adalah salah satu buku yang megnisahkan perjalanan hidup pria yang akrab disapa Bibsy ini. 

Buku setebal 160 halaman terbitan Kintamani ini juga menjadi salah satu buku best seller yang menyajikan pemikiran Bob dalam berbisnis yang cenderung sukar dipahami orang umum, Dan terkadang terlihat tidak masuk akal.

Seperti pada bagian cover terdapat tulisan “Tanpa Tujuan, Tanpa Rencana, Tanapa Harapan”. Meski terlihat absurd, sebenarnya pemikiran Bob merupakan rangkaian sederhana yang tercipta dari sejarah hidupnya yang tidak terbilang mudah. Meski ucapannya yang ceplas-ceplos mengesankan kesantaian Bob dalam menjalani hidup.

Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 tersebut juga dikenal sebagai pengusaha yang nyentrik dengan celana denim pendek yang selalu melekat padanya.

Waktu dirinya bertemu dengan presiden RI, dari Soeharto hingga SBY dirinya tidak pernah meninggalkan gaya khasnya. Alasannya hanya satu, biar dapat menikmati sinar matahari yang diberikan Tuhan yang maha kuasa.

Menjadi pengusaha, diputuskan oleh Bob dengan tidak berbekal keilmuan usaha awalanya. Lantaran tidak sesuai dengan pekerjaannya, membuat Bob tidak menikmati apa yang tengah dikerjakannya selama menjadi karyawan perusahaan swasta kala itu.

Sponsored

Merasa stress dan sebal dengan tekanan bos yang menyiksa batinnya, Bob memutuskan angkat kaki dari perusahaan pelayaran tempatnya bekerja. Padahal, Bob saat itu sudah mempuyai gaji yang terbilang baik sebagai karyawan. Dari situ juga membuat pria dengan dua anak ini sempat mencicipi keliling dunia.

Bob akhirnya berhenti pada 1967, pulang dengan membawa dua buah mobil mercy hasil jerih payahnya selama bekerja di perusahaan itu. Istrinya, Soelami kebetulan juga mundur dari Bank Indonesia. 

Akhirnya mereka berdua menikah dan menetap di Menteng yang kemudian dilanjutkan dengna membeli rumah di Kemang, Jakarta Selatan, hasil jual satu Mercy-nya tersebut.

Usaha pertama Bob, dimulai dari berprofesi sebagai sopir taksi. Mercy-nya, yang tinggal satu tersebut disulapnya menjadi taksi. Tindakan ini diambil Bob karena dirinya tidak tahu mau mencari uang dengan cara apa.

Mercy tersebut kadang dibawa sendiri, kadang juga di sewakan kepada orang yang mau menyewa. Sampai akhirnya setahun berlalu, duka menimpa keluarga tersebut. Mercy-nya kecelakaan dan tidak dapat beroprasi lagi. Saat itu Bob strees berat karena tidak tahu lagi harus melakukan apa.

Kebimbangan melandanya, satu sisi dirinya harus menghidupi keluarga, namun disisi lain Bob tidak punya keahlian lain yang dapat dijadiakan penopang hidup.

Padahal, Bob bisa saja mengijinkan istrinya untuk kembali bekerja. Sebab, Soealmi adalah mantan pegawai Bank Indonesia di Amerika, dengan itu pasti banyak perusahaan yang akan menerima Istirnya tersebut.

Namun, Bob melarangnya. Ia bersikeras bahwa dialah yang harus mencari nafkah. Sebab, ia merupakan kepala keluarga. “Tidak! Saya laki-laki kepala keluarga. Sayalah yang harus bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan.”

Stetmen itu disambut dengan semangat Bob muda dalam menjalani karir berikutnya sebagai kuli bangunan. Selama setahun kemudian ia mengemban profesi ini. 

Dirinya bekerja dari gedung satu ke gedung lainnya. Dimulai dari menembok, mengecat, memotong kayu dan sebagainya.

Sampai akhirnya pada satu titik hidup, ia menemukan ilham dari sebuah telur. Saat itu telur ayam negeri yang tersedia dalam lemari pendingin kita belum familiar. 

Dahulu masyarakat masih menggunakan telur ayam kampung. Dan itulah yang di lihat seorang Bob yang telah keliling dunia.

Akhirnya ia meminta temannya yang diluar negeri untuk mengirimkan beberapa pitik ayam dari Belanda, sekarang dikenal sebagai ayam broiler. Serta majalah-majalah yang dibutuhkan untuk menernaknya.

Dengan berbekal ayam dan buku dari negeri Belanda, Bob memutuskan untuk menjadi peternak ayam. Ditambah dengan kemampuan Bob berbahasa Negeri Kincir Angin tersebut, memudahkannya untuk mempelajari majalah-majalah itu.

Secara eceran, Bob dan Istrinya menjual telur-telur hasil ternak ayam tersebut. Berbekal tiga kilogram untuk Bob bawa dan dua kilogram untuk istrinya bawa. Mereka berdua berpencar menjual hasil ternaknya ke para tetangga.

Ada yang mau, namun banyak juga yang menolak. Sebab telur ayam negeri belum populer kala itu. Kebanyakan konsumennya adalah para warga negara asing. Karena mereka sudah mengenal telur ternakan Bob tersebut.

Ayam memberikan pelajaran berharga untuk mantan karyawam Lloyd tersebut dalam menjalani hidup. Dari caranya mencari makan, Bob mendapat satu motivasi penting untuk jenjang hidupnya kedepan. 

“Ayam yang hanya diberi paruh dan kaku saja, bisa hidup dan mencari makan sendiri. Kenapa manusia tidak?”

Dalam waktu singkat, Bob menjadi orang pertama yang menguasai hal-ikhwal tentang ayam broiler. Dirinya pun sampai berbangga hati akan prestasinya itu. Sampai-sampai IPB sempat mengundangnya untuk berceramah sebagai pakar ayam eropa tersebut.

Berkat literatur yang dibacanya dari majalah-majalah terbitan Belanda yang kala itu belum ada di Indonesia, Bob menjadi orang yang memperkenalkan telur ayam broiler, daging ayam broiler, lalu berbagai sayur segar seperti brokoli, paprika, jagung manis. Serta, Bob jugalah yang memperkenalkan teknologi tanaman hidroponik.

Dengan keuletannya dalam berwirausaha, Bob pada tahun 1970 akhirnya membuka Super Market. Sejak saat itu, Kem Chiks berdiri kokoh di daerah Kemang Jakarta Selatan. 

Ia membidik segmen khusus kelas atas. Segemen itu tetap dipertahankan sampai sekarang dan tetap digandrungi.

Pada 19 Januari 2015, Bambang Mustari Sadino alias Bob Sadino pergi meninggalkan dunia ini. Ia pergi meninggalakan warisan bagi keluarga dan mereka yang menekuni dunia usaha. 

Kata-katanya yang menusuk ternyata menjadi motivasi bagi mereka yang ingin mewujudkan cita-cita.
 

Berita Lainnya
×
tekid