sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Flaming: Bentuk kekerasan berbasis gender di media sosial

Semakin intens kita aktif di media sosial dengan ragam isi unggahannya, maka semakin sosok kita terbaca dan dilihat orang lain.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Rabu, 04 Des 2019 08:05 WIB
Flaming: Bentuk kekerasan berbasis gender di media sosial

Warganet Korea tengah jadi sorotan. Kematian artis Korea Sulli yang diduga karena depresi akibat perundungan di media sosial, memantik reaksi dari sejumlah kalangan. 

Salah satunya datang dari Indonesia. Kematian Sulli harus menjadi pelajaran bagi masyarakat saat ini untuk lebih bijak dalam berkomentar di media sosial (medsos). 

Karakter warganet yang lekat dengan medium internet umumnya ditandai dengan keaktifan mengakses media sosial. Melalui medsos, Anda dapat mudah berbagi beragam konten, baik informasi, curhat pribadi maupun tampilan foto dan video narsistik. 

Semakin intens Anda aktif di media sosial dengan ragam isi unggahannya, semakin sosok Anda terbaca dan dilihat orang lain.

Sayangnya, keaktifan bermedia sosial belum diimbangi kesadaran publik terhadap aspek keamanan digital dalam berselancar di dunia maya. Pasalnya, penggunaan media sosial tak luput dari ancaman terhadap keamanan data pribadi.

“Kunci penggunaan medsos adalah berbagi, tapi tak semua hal yang kita bagi dapat dikomentari orang lain. Kita perlu bikin batasan, bila kita merasa tak aman dengan komentar orang lain,” kata Nenden Sekar Arum, staf Divisi Digital At Risk SAFEnet, dalam lokakarya “Media Sosial Itu Keras, Nona!” beberapa waktu lalu. 

Dalam acara yang diadakan sebagai bagian dari aksi 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) itu, lokakarya ini menyediakan informasi bagi publik untuk mengenali kekerasan berbasis gender yang dapat terjadi secara daring.

Menurut Nenden, kekerasan berbasis gender online atau daring menjadi bagian penting dan mendasar yang harus dipahami dan dikenali publik. Dengan mengetahui kerangka dasar dan berbagai bentuk kekerasannya, potensi atau celah yang mengganggu rasa aman dapat dicegah dan diminimalisasi.

Nabillah Saputri dari Perkumpulan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara juga menjelaskan, kekerasan berbasis gender daring merupakan tindakan melawan kehendak individu berdasarkan gender. Plus, ketimpangan hubungan dalam mengakses internet yang berlangsung secara daring.

Nabillah mengungkapkan, di samping fungsinya yang positif, fasilitas yang tersedia dalam berkomunikasi melalui internet kerap menimbulkan dampak negatif. Hal ini terutama ketika disalahgunakan sebagai media untuk melakukan perbuatan yang merugikan individu tertentu atau orang lain.

Dia mencontohkan flaming atau bentuk kekerasan berbasis gender secara daring yang terjadi antarpersonal pengguna medsos via pesan pribadi. Misalnya Direct Message di Instagram. 

Kejadian flaming ini tak jarang terjadi hingga berupa penyerangan secara personal terhadap artis dari fans atau penggemarnya.

“Online atau internet bukan hanya media tempat terjadinya kekerasan, tapi juga penyebabnya. Jaringan internet adalah kekerasan itu sendiri,” ucapnya.

Di samping itu, layanan yang tersaji dalam medsos pun malah berpeluang memunculkan potensi tindak kekerasan daring. Teknologi analisis wajah di Facebook, misalnya, kata Nabillah, banyak disalahgunakan untuk mencelakai pihak tertentu oleh pihak yang memiliki niat jahat.
 

Peningkatan keamanan digital

Nenden mengingatkan, selalu ada konsekuensi yang mesti dipetik oleh setiap warganet dalam penggunaan media sosial. Aspek keamanan dan kenyamanan dalam berinteraksi dengan medsos merupakan dua hal yang bertentangan, tapi saling terkait.

“Kalau mau lebih aman, maka sisi kenyamanan dalam menggunakan medsos akan berkurang,” ujarnya. Namun, Nenden melanjutkan, keamanan digital adalah perlengkapan yang mesti dikuasai demi mencegah agar data dan identitas pribadi kita tidak dipergunakan orang lain secara tidak bertanggung jawab.

Berikut lima panduan keamanan digital demi mencegah kekerasan berbasis gender secara daring, menurut SAFEnet:

1. Tingkatan standar pengaturan keamanan dan privasi akun Anda

Termasuk apabila Anda ingin menonaktifkan akun medsos, semua konten yang telah diunggah harus dihapus terlebih dahulu. Ini berlaku pula untuk aplikasi media sosial lain, seperti dating apps dan aplikasi percakapan yang telah memungkinkan akses terhadap data pribadi kita.

2. Ingat dan sadari bahwa jejak digital dari aktivitas dan isi unggahan Anda akan selalu dapat direkam oleh warganet lainnya

Kita pun diharapkan untuk berpikir masak-masak lebih dulu sebelum membagi suatu unggahan kepada publik, apa isi pesan dan apa dampak dari pesan yang kita unggah.

3. Menjaga reputasi daring demi citra pribadi yang positif

Terlebih untuk mendukung interaksi sosial di dunia nyata. Sebagaimana kita akan merasa nyaman dengan citra orang lain yang dapat tecermin dari isi unggahannya, pertimbangkan baik-baik pula bagaimana reaksi warganet lain terhadap isi unggahan Anda.

4. Kenali dan kelola teman-teman Anda di media sosial dengan baik 

Menyeleksi dengan tepat pengikut Anda di medsos berhubungan pula dengan kualitas komunikasi antara Anda dan mereka. Ini termasuk mempertimbangkan sikap Anda dalam merespons tanggapan orang lain atas isi unggahan Anda.

5. Jujur menyatakan dan menyampaikan kepada teman Anda di medsos

Bila ada sesuatu yang membuat Anda tidak nyaman terkait unggahan mereka, begitu pun sebaliknya, pikirkan lebih dulu sebelum Anda mengunggah sesuatu.

Berita Lainnya
×
tekid