sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ratu Ilmu Hitam (2019): Balas dendam pilu anak panti

Ratu Ilmu Hitam (2019) dikemas ulang pada perspektif tokoh-tokoh sebagai korban ilmu hitam.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Sabtu, 09 Nov 2019 16:00 WIB
Ratu Ilmu Hitam (2019): Balas dendam pilu anak panti

Harus diakui, daya tarik film Suzanna—aktris yang kental dengan citra pemeranan yang horor dan penuh mistik cukup tinggi. Film yang diperankannya belakangan ini kerap kembali produksi. 

Seperti diketahui, film horor Indonesia amat berjaya pada era 1980-an. Salah satunya, adalah film Ratu Ilmu Hitam yang diproduksi tahun 1981 menampilkan kengerian khas Indonesia: santet, pelet, dan ilmu hitam lain. 

Kala itu, sudut pandang cerita berpusat pada tokoh ratu yang diperankan Suzanna. 

Kini, sutradara Kimo Stamboel Bunian dan penulis skenario Joko Anwar berduet menciptakan cerita dan imaji ketakutan baru. Ratu Ilmu Hitam (2019) menawarkan suasana yang membangun ketegangan, berpusat pada kisah ketiga lelaki yang mengunjungi bapak asuh mereka yang sedang sakit keras.

Hanif (diperankan Ario Bayu), Anton (Tanta Ginting), dan Jefri (Miller Khan) adalah tiga sahabat sesama anak yatim. Puluhan tahun lalu mereka bersama-sama tumbuh dalam lingkungan di Panti Asuhan Tunas. Bandi (Yayu W. Unru) ialah bapak asuh mereka.

Suatu kali, mereka bertiga datang mengunjungi Panti Asuhan Tunas bersama istri-istri mereka. Rencana itu kemudian menjadi malapetaka semalam yang menguak rahasia yang selama puluhan terpendam di panti asuhan itu.

Film ini juga diperankan oleh Hannah Al Rashid, Adhisty Zara, Ari Irham, Sheila Dara Aisha, Ade Firman Hakim, Salvita Decorte, Putri Ayudya, dan aktor cilik Muzakki Ramdhan.

Kimo Stamboel merupakan salah satu sutradara yang menyajikan kekuatan film horor yang eksplisit memperlihatkan adegan sadis dan penuh darah—disebut dengan genre gore. Kimo pernah menyutradarai film horor Rumah Dara (2009). Kimo terkenal sebagai kreator film dengan bendera “Mo Brothers” lewat duetnya bersama Timo Tjahjanto.

Sponsored

Dalam kolaborasi dengan Joko Anwar ini, Kimo tampak mengemas ulang Ratu Ilmu Hitam (2019) pada perspektif tokoh-tokoh sebagai korban ilmu hitam. Pilihan ini menjadi keutamaan yang membedakannya dengan Ratu Ilmu Hitam (1981) besutan sutradara Imam Tantowi. Maka horor yang muncul sepanjang 100 menit di film ini mengantarkan penonton pada hal yang menegangkan dan mengerikan seperti dialami tokoh yang menjadi korbannya.

Balas dendam

Ketegangan bermula saat mobil yang ditumpangi Hanif sekeluarga terhenti pada ruas jalan di kilometer 81 menuju Panti Asuhan Tunas yang terpencil dan tak terjangkau sinyal telepon. Mobil mereka tak sengaja menabrak seorang gadis penghuni Panti Asuhan Tunas yang tengah kebingungan mencari pertolongan. Sebabnya, bus yang ditumpanginya bersama puluhan anak panti lain untuk berdarmawisata mengalami kecelakaan dan tersuruk ke tengah perkebunan.

Setelah itu, satu demi satu jalan cerita menjanjikan ketegangan bertahap. Dari cerita masa lalu anak-anak panti, ruangan berpintu hijau yang selalu tertutup, sosok Ibu Mirah sebagai pengasuh anak panti, dan gadis penghuni panti bernama Murni yang menghilang sejak lama.

Kengerian di film ini ditampilkan lewat gambaran ilmu hitam yang digunakan Ibu Mirah. Kita baru mengetahui di pertengahan film bahwa cara itu dipakai Mirah untuk melindungi anak-anak perempuan panti dari niat jahat Bandi yang ingin memperkosa mereka.

Ungkapan kengerian dimunculkan dengan gambaran adegan kesurupan, juga serbuan serangga seperti kelabang dan ulat bulu yang merambati tubuh para pengunjung panti. Tak hanya itu, ada kekuatan mistis tak kasatmata lain yang menyerang secara sadis hingga melukai organ-organ tubuh tertentu. Terasa ngilu dan ngeri.

Semua itu menjadi pengulangan dari peristiwa yang dialami Hanif, Anton, dan Jefri 25 tahun silam. Murni (Putri Ayudya) muncul kembali dan hendak membalaskan dendam atas kematian Ibu Mirah (Ruth Marini) di masa lalu. Selain kuat dengan kengerian kuasa ilmu hitam, Ratu Ilmu Hitam (2019) menghadirkan sekilas sosok hantu Bu Mirah.

Namun, ketimbang menitikberatkan kemunculan hantu-hantu yang lazim jadi pola film horor Indonesia, film ini membuat kita bergidik karena kesan gore dalam adegan melukai tubuh yang diperlihatkan secara langsung. Pilihan lagu dan musik latar bernuansa lawas turut menambah suasana tegang. Tak kalah menarik, tata suara film ini digarap detail dengan teknik fade in dan fade out selaras dengan urutan gambar yang menampilkan kesan horor.

Akting Ade Firman Hakim sebagai pengasuh panti patut diperhitungkan karena sejumlah business act yang mencuri perhatian, antara lain menarik-narik bibir ke samping kiri dan tempo bicara yang terbata-bata. Juga ada aktor cilik Muzakki Ramdhan yang menggambarkan karakter anak-anak yang polos, berani, dan selalu ingin tahu.

Segelintir rupa adegan dalam bis mengingatkan kita pada film horor Korea, Train to Busan. Sementara sebagai remake, film ini pun mempertahankan adegan serupa dari film asalinya, yaitu perempuan berkepala buntung. Di akhir kredit film pun, ditampilkan potongan gambar dari adegan-adegan Ratu Ilmu Hitam (1981) dan sejumlah pemerannya. Lewat film ini kita diajak untuk merayakan sekaligus diingatkan bahwa Indonesia pernah berjaya di genre film horor.

starstarstarstarstar4

Ketegangan dari siksaan yang dialami karakter-karakternya ditampilkan secara bertahap sehingga terkesan mendikte penonton. Adegan mengerikan yang eksplisit menawarkan cara baru dalam menikmati film horor.

 

Berita Lainnya
×
tekid