sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Beban utang semakin menumpuk

Pandemi Covid-19 membuat defisit anggaran semakin lebar dan keseimbangan primer (KP) semakin minus.

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Senin, 14 Sep 2020 13:42 WIB
Beban utang semakin menumpuk

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. 

Aturan ini sekaligus menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk memperlebar defisit anggaran melebihi batas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas aman defisit ditentukan maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, dengan perubahan atas Perpres Nomor 54, pemerintah boleh melebarkan defisit anggaran lebih dari 3% hingga 2022.

Penerimaan perpajakan yang turun berbanding terbalik dengan belanja negara yang membengkak untuk penanganan Covid-19.Tahun ini, defisit anggaran telah ditetapkan 6,34% atau Rp1.039,22 triliun. Adapun realisasi pembiayaan utang Indonesia hingga Juli telah mencapai Rp519,22 triliun berdasarkan data APBN KiTa edisi Agustus 2020.

Realisasinya terdiri dari penyerapan Surat Berharga Negara (SBN) Rp513,4 triliun, utang luar negeri (ULN) Rp5,17 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp634,9 miliar. Dengan realisasi ini, posisi utang Indonesia per Juli 2020 telah menyentuh Rp5.434,86 triliun. Utang tersebut terdiri dari SBN Rp4.596,6 triliun, pinjaman Rp10,53 triliun, dan ULN Rp828,07 triliun.

Sponsored

Alinea.id mengulas beban utang yang semakin menumpuk di era Presiden Joko Widodo akibat adanya pandemi Covid-19 di sini.

Berita Lainnya
×
tekid