sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

FOX disebut berbohong tentang pemilu AS dan krisis iklim demi rating

Jika Anda harus meliput kebohongan, jangan ulangi itu di headline.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Minggu, 05 Mar 2023 15:43 WIB
FOX disebut berbohong tentang pemilu AS dan krisis iklim demi rating

Dalam hal disinformasi, mulai dari pemilihan umum hingga krisis iklim, bisa dibilang tidak ada corong yang lebih keras dan berpengaruh daripada televisi berita FOX, milik Rupert Murdoch. Pekan ini, terungkap bahwa pembawa acara FOX, termasuk Tucker Carlson, Sean Hannity, dan Laura Ingraham, sengaja menyebarkan kebohongan tentang pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 demi rating.

Itu menurut dokumen dari gugatan pencemaran nama baik senilai $1,6 miliar yang diajukan oleh Dominion Voting Systems terhadap jejaring grup media tersebut. (Dominion Voting Systems Corporation: perusahaan yang memproduksi dan menjual perangkat keras dan perangkat lunak pemungutan suara elektronik, termasuk mesin dan tabulator pemungutan suara, di Kanada dan AS.)

Murdoch bersaksi di bawah sumpah mengenai para penyiar televisi di FOX "mendukung" kebohongan Donald Trump bahwa pemilu telah dicurangi meskipun mereka tahu bahwa Joe Biden memenangkan pemungutan suara secara adil. “Gugatan The Dominion Voting Systems atas fitnah menunjukkan seberapa masif ancaman jejaring itu terhadap pesaing yang lemah dan pinggiran. Bagaimana para eksekutif TV dan pembawa acara menawarkan diri mereka sendiri menjadi calo kebohongan di hadapan pemirsa demi mempertahankan rating dan keuntungan,” tulis Amanda Carpenter di The Bulwark.

Penyebaran misinformasi strategis dari grup media itu tidak hanya terjadi soal pemilu. Hampir setiap hari FOX dan para penyangkal iklim di platformnya menyebarkan “informasi yang salah dan narasi palsu yang ditujukan untuk menghambat upaya mengatasi krisis iklim,” tulis Allison Fisher di Media Matters. Ini berkisar dari kebohongan meluas bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia tidak memanaskan planet kita hingga teori konspirasi khusus bahwa turbin angin membunuh ikan paus.

Sementara FOX menjadi pendorong utama disinformasi iklim, itu tidak sendirian. Selama setahun terakhir, penggunaan istilah seperti “hoaks iklim” (climate hoax) dan “penipuan iklim” (climate scam) telah melonjak secara online. Bahasa dan taktiknya mengingatkan pada kampanye propaganda awal Big Oil beberapa dekade lalu untuk menyangkal realitas perubahan iklim dan "memposisikan kembali pemanasan global sebagai teori (bukan fakta)".

Penyebaran kebohongan ini oleh FOX merusak upaya media yang sah untuk memberi tahu publik tentang fakta perubahan iklim yang disepakati secara ilmiah. Ini juga membuat organisasi berita menghabiskan sumber daya berharga untuk mengejar narasi palsu, termasuk kontroversi keliru baru-baru ini yang direncanakan pemerintah AS untuk melarang kompor gas.

Ini bukan jurnalisme, tapi itulah yang dihadapi jurnalisme di era disinformasi, dan ini membingungkan audiens serta merusak kemampuan masyarakat untuk bertindak atas perubahan iklim tepat waktu. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak kita mendengar sesuatu, semakin besar kemungkinan kita berpikir bahwa itu benar, bahkan jika kita disajikan dengan fakta yang mengoreksi apa yang kita dengar.

Meskipun masalahnya sangat besar, jurnalis bukannya tanpa alat untuk melakukan sesuatu. Ini termasuk menggunakan beberapa praktik jurnalistik akal sehat untuk menghindari penyebaran informasi yang keliru dan salah: Hindari kesamaan yang salah. Bersikaplah skeptis terhadap klaim dan sumber mencurigakan.

Jika Anda harus meliput kebohongan, jangan ulangi itu di headline. Dan selalu periksa fakta Anda. Ketika Anda benar-benar harus melaporkan kebohongan, sajikan "lapisan kebenaran", sebuah strategi yang diusulkan oleh profesor linguistik UC Berkeley, George Lakoff, yang mempelajari propaganda. Resepnya: Untuk melawan disinformasi, nyatakan kebenaran; kemudian merujuk pada kebohongan, termasuk bahwa itu tidak benar, dan terakhir, ungkapkanlah kebenarannya.

Mengatasi disinformasi akan membutuhkan upaya besar dari pihak pemerintah, perusahaan, dan warga negara, tetapi jurnalisme juga memiliki peran penting dalam menghentikan penyebarannya.(mediamatters,thebulwark)

Berita Lainnya
×
tekid