sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

FSGI ungkap data nomor siswa diserahkan ke calon kepala daerah

FSGI juga mendapatkan laporan adanya permintaan untuk pendataan nomor gawai alumni di jenjang pendidikan SMA/SMA.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 14 Sep 2020 08:56 WIB
FSGI ungkap data nomor siswa diserahkan ke calon kepala daerah

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan adanya laporan penyalahgunaan nomor gawai siswa. Pendataan nomor gawai siswa yang semestinya diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk program bantuan subsidi kuota internet selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) malah digunakan untuk kepentingan politik.

“Laporan yang terkait pada indikasi politisasi pendidikan dalam kancah pilkada. Yaitu, calon kepala daerah memohon agar mengirimkan nama dan nomor Whatshapp aktif siswa kelas 12 seluruh SMA. Ini dimanfaatkan,” ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam konferensi daring, Minggu (13/9).

FSGI juga mendapatkan laporan adanya permintaan untuk pendataan nomor gawai alumni di jenjang pendidikan SMA/SMA. Lalu, pendataan nomor gawai tersebut bakal diserahkan kepada calon kepala daerah setempat. Padahal, permintaan ini tidak ada kaitannya dengan kewajiban pejabat pembina kepegawaian (PPK) dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendataan nomor gawai siswa dan alumni dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik karena tergolong pemilih pemula potensial. “Pemilih-pemilih pemula itu adalah target dari banyak calon kepala daerah karena jumlahnya hampir 30% dari total pemilih. Oleh karena itu, patut diduga bahwa permintaan tersebut ada indikasi adanya suatu kepentingan pribadi yang mengarah pada konflik kepentingan,” ucapnya.

PPK yang terjebak dalam pusaran konflik kepentingan melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. PPK melanggar asas umum pemerintahan yang baik – sebagaimana tertuang dalam Pasal 42 terkait pejabat tata usaha negara dilarang memiliki konflik kepentingan. Lalu, Pasal 43 terkait pejabat publik seharusnya tidak memiliki kepentingan politik.

Di sisi lain, calon kepala daerah juga bakal mengganggu netralitas guru. Bahkan, kontestasi pilkada kerap menyeret organisasi profesi guru sebagai tunggangan kepentingan politik. Pasalnya, oknum guru pun bisa tergiur iming-iming memanfaatkan jabatan di organisasi profesi guru sebagai batu loncatan untuk mendapatkan posisi di pemerintahan.

“Netralitas guru dalam ajang Pilkada ini merupakan suatu objek sasaran. Termasuk di dalamnya siswa,” tutur Heru.

Di beberapa daerah, jabatan kepala dinas pendidikan diambil alih pengurus profesi guru. Jadi, guru dan pejabat pemerintah pemegang posisi, wewenang, dan pengaruh strategis berpotensi menggerakkan partisipasi publik dalam kampanye untuk memilih calon kepala daerah yang didukungnya.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid