sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ganti Dirut Bulog belum tentu selesaikan masalah pangan

Hingga saat ini belum ada rapat Tim Penilai Akhir (TPA) Djarot Kusumayakti sebagai Dirut Perum Bulog.

Mona Tobing Cantika Adinda Putri Noveria
Mona Tobing | Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 24 Apr 2018 13:08 WIB
Ganti Dirut Bulog belum tentu selesaikan masalah pangan

Pemerintah memastikan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog masih dinahkodahi oleh Djarot Kusumayakti. Hal ini ditegaskan Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang mengungkapkan hingga saat ini belum ada rapat Tim Penilai Akhir (TPA). 

Pratikno mengatakan bahwa belum ada keputusan bahwa mantan Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen (Purn) Budi Waseso akan menempati posisi Dirut Bulog. Alasannya, belum ada TPA meski begitu Pratikno tidak dapat menjamin berapa lama Djarot menjadi pemimpin di Bulog. 

"Sampai saat ini belum ada TPA tapi mungkin minggu ini atau minggu depan," tukas Pratikno pada Selasa (24/4) seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, Djarot mengaku masih menunggu kepastian soal penggantian dirinya di perusahaan penyangga logistik pangan nasional itu. Djarot menyebut kemungkinan kepastian posisinya baru akan ada pada Rabu (25/4). Santer diberitakan bahwa mantan Kepala BNN Komjen Pol (Pur) Budi Waseso akan menjadi orang nomor satu di Perum Bulog menggantikan posisi mantan bankir Bank BRI ini. 

Menanggapi polemik yang terjadi di Bulog, Pengamat Pertanian IPB Dwi Andreas menyebut bahwa pergantian pemimpin Bulog tidak akan menyelesaikan persoalan pangan saat ini. Seperti diketahui, serapan Bulog atas gabah dari petani amat minim akibatnya cadangan beras nasional terbilang tipis. 

Andreas menyebut, akar permasalahan Bulog sebenarnya berasal rendahnya harga pokok penjualan (HPP) gabah yang terbilang rendah. Saat ini HPP gabah sesuai dengan Instruksi Presiden atau Inpres sebesar Rp 3.700, harga tersebut terbilang rendah. 

"Ini tentu tidak masuk akal. Bayangkan harga gabah kering panen Rp 3.700 sementara ongkos biaya usaha tani mencapai Rp 4.300 jadi bagaimana bisa Rp 3.700 itu menjadi dasar? Bulog kan terikat dengan Inpres HPP dan mereka tidak bisa membeli sembarangan harga apalagi jika melihat kualitas gabah," papar Andreas. 

Atas kondisi tersebut, Andreas mengusulkan agar Inpres HPP diubah sehingga bisa menyelesaikan persoalan pangan saat ini. Evaluasi terhadap Kementerian Pertanian dengan program Sergab atau serap gabah juga perlu dilakukan. Hal ini untuk mengurai persoalan pangan. 

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid