sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Harapan hampa mini lockdown memutus penyebaran virus

Presiden Jokowi menginstruksikan menjalankan mini lockdown untuk menekan angka penularan Covid-19. Apakah efektif?

Kudus Purnomo Wahidin Robertus Rony Setiawan
Kudus Purnomo Wahidin | Robertus Rony Setiawan Minggu, 11 Okt 2020 05:45 WIB
Harapan hampa <i>mini lockdown</i> memutus penyebaran virus

Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif,” kata Presiden Joko Widodo dalam rapat dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) lewat konferensi video, Senin (28/9).

Dalam rapat tersebut, Jokowi menekankan pentingnya intervensi berbasis lokal untuk menekan kasus penularan Covid-19. Ia menjelaskan bahwa pembatasan berskala mikro di tingkat desa, kampung, RW, RT, hingga kantor lebih efektif ketimbang pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sebelum Jokowi mengemukakannya, konsep mini lockdown atau karantina wilayah secara lokal sudah diterapkan beberapa negara. Di Skotlandia, mini lockdown diterapkan pada Jumat (9/10) pukul 19.00 waktu setempat.

Dikutip dari TheSun.co.uk, Selasa (6/10), kebijakan itu berlangsung selama dua minggu atau lebih. Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon mengatakan, kebijakan tersebut diwujudkan dengan kewajiban bagi publik untuk beraktivitas hanya di dalam rumah.

Kebijakan itu diambil untuk merespons peningkatan kasus Covid-19 di Skotlandia. Pada Senin (5/10), diketahui ada 697 kasus baru dalam sehari di negara itu.

Di Inggris, kebijakan mini lockdown disebut circuit breakers. Regulasi ini diterapkan melalui karantina di area terbatas dan tertentu saja. Praktiknya didahului di beberapa wilayah bagian utara Inggris dan sebagian Wales.

Menurut pejabat bidang kesehatan Inggris, Matt Hancock, seperti dikutip dari Inews.co.uk, Jumat (18/9), total lockdown kurang efektif menekan angka kasus penularan virus.

 Seorang pria berjalan melewati 'NHS Dedication Mural' di Elephant & Castle, London, Inggris, pada Selasa (5/5/2020) di tengah pandemik Covid-19. Foto Antara/Reuters/Hannah McKay.

Sponsored

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pun memandang, circuit breaker lebih baik daripada karantina seluruh wilayah Inggris yang diterapkan pada Maret 2020. Total lockdown, sebut Boris, malah menimbulkan masalah baru, terutama memukul perekonomian Inggris, problem bagi anak muda, dan pekerjaan warga.

Sementara itu, Pakistan memberlakukan mini-smart lockdown. Kebijakan itu diberlakukan awal Oktober 2020, setelah ada 365 kasus baru yang dilaporkan akhir September 2020.

Seperti dilansir dari Gulfnews.com, Minggu (27/9), mini-smart lockdown dilakukan di Provinsi Sindh dan Kota Karachi. Mini-smart lockdown merupakan kebijakan lanjutan setelah sebelumnya pemerintah Kota Karachi menutup operasional restoran dan gedung pernikahan.

Distrik barat Pakistan juga menerapkan kebijakan serupa di dua permukiman wilayah Mangophir, mulai 1-15 Oktober 2020. Aturan ini disertai peringatan agar warga selalu mengenakan masker.

Sedangkan di Singapura, diterbitkan paket kebijakan yang disebut circuit breaker measures. Dikutip dari StraisTimes.com, Senin (28/9), secara garis besar aturan ini membatasi dua hal.

Pertama, pembatasan mobilitas warga, baik di tempat umum maupun di permukiman. Kedua, pengawasan terhadap penyedia layanan kebutuhan utama warga, serta penutupan gedung perkantoran.

Praktik mini lockdown

Menurut juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, penerapan mini lockdown bisa menyesuaikan pada kondisi masing-masing daerah. Artinya, pemerintah pusat mempercayakan penerapan mini lockdown yang diambil pemerintah daerah.

Ia mengatakan, penerapan mini lockdown akan lebih berdampak pada pemutusan mata rantai penularan Covid-19 di lingkaran masyarakat yang lebih kecil.

“Misalnya beberapa kantor menghentikan sementara aktivitasnya bila ditemukan kasus positif,” ucap Wiku saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (9/10).

“Di wilayah permukiman warga, sesegera mungkin bertindak cepat membatasi pergerakan warga bila ditemukan info begitu.”

Wiku pun menekankan perubahan perilaku warga agar tertib menjalankan protokol kesehatan. Sebab, ia mengingatkan, seseorang yang positif Covid-19 banyak yang tak menunjukkan gejala.

Warga melintas di dekat akses masuk kampung yang ditutup di kawasan Pakem, Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (27/3/20). Foto Antara/Andreas Fitri Atmoko.

“Mohon agar seluruh masyarakat menghindari kerumunan. Orang bisa saja terlihat dari luar sehat-sehat, tetapi dia sebenarnya positif Covid-19,” ujarnya.

Konsep mini lockdown di Indonesia dikenal dengan istilah pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). Hal ini sudah diterapkan di beberapa kabupaten/kota. Purwakarta misalnya, menerapkan PSBM di satu kecamatan, yakni Purwakarta Kota dari 12-26 Oktober 2020.

Kabupaten Bekasi pun memberlakukan hal serupa. Pemkab Bekasi menerapkan PSBM pada 29 September-27 Oktober 2020 untuk menekan angka kasus Covid-19 di wilayahnya.

Menurut Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, PSBM diterapkan dalam cakupan kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW. Ia menuturkan, Pemprov Jawa Barat sudah menyampaikan arahan penerapan PSBM kepada semua aparatur pemerintahan kabupaten/kota se-Jawa Barat.

“Kabupaten atau kota mengambil keputusan untuk melakukan PSBM di daerahnya, sesuai dengan peta zonasi mikro pada masing-masing daerah,” kata Daud saat dihubungi, Kamis (8/10).

Beberapa waktu lalu, mini lockdown sempat diwacanakan pula di Kota Bandung. Awalnya, Pemkot Bandung akan memberlakukan pembatasan sosial berskala kampung (PSBK) di beberapa kelurahan.

Akan tetapi, belakangan rencana itu urung dilakukan. Sebab, menurut Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung Ema Sumarna, penyebaran Covid-19 masih bisa dikendalikan dengan menerapkan adaptasi kebiasaan baru (AKB).

“Berdasarkan rapat wali kota dengan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) beberapa hari lalu, semua stakeholder sepakat bila Covid-19 di Bandung masih bisa dikendalikan dengan AKB,” kata Ema saat dihubungi, Jumat (10/10).

Mendorong peran komunitas

Dihubungi terpisah, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai, penerapan mini lockdown tak tepat dilakukan di wilayah perkotaan.

"Kota-kota seperti di daerah Jabodetabek itu tidak cocok, bahkan tidak mungkin dilakukan mini lockdown. Sebab, setiap kampung itu sudah ada Covid-19,” katanya saat dihubungi, Kamis (9/10).

“Maka, pembatasan itu enggak ada maknanya, kalau dikatakan mini lockdown.”

Hermawan menilai, bakal celaka bila wilayah perkotaan menerapkan mini lockdown. Alasannya, tak ada yang tahu persis pergerakan virus di wilayah yang padat penduduk.

“Misalnya dilakukan pembatasan di suatu kampung. Besok ada kampung sekitarnya belum selesai kasusnya. Begitu dibuka itu lockdown-nya, ya masuk lagi virus,” ujarnya.

Ia menilai, wilayah perkotaan hanya mungkin dilakukan pembatasan secara terpadu, tidak sendiri-sendiri. Hermawan mencontohkan, PSBB di DKI Jakarta tak akan efektif bila wilayah penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tidak ikut.

"Jadi, harus dilakukan bersamaan," tuturnya.

Pengemudi ojek online melintasi spanduk penutupan jalan di kawasan Pondok Pinang, Jakarta, Rabu (1/4). Foto Antara/Puspa Perwitasari.

Hermawan mengatakan, mini lockdown hanya mungkin dilakukan di daerah perdesaan, yang penduduknya sedikit dan wilayahnya cukup luas. Misalnya, di wilayah Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, atau daerah lain di luar Jawa.

Ketimbang berkutat dengan mini lockdown, Hermawan menyarankan sebaiknya pemerintah memikirkan bagaimana caranya mendorong pemberdayaan keluarga dan komunitas dalam menangani pandemi. Ia menilai, kesadaran yang muncul dari bawah lebih efektif menekan penyebaran kasus Covid-19.

"Sifatnya adalah peran akar rumput, semua bahu membahu. Bahkan kalau ada yang sakit, disiapkan ruang isolasi mandiri oleh masyarakat itu sendiri. Kemudian dijauhkan dari stigma, kemudian dipenuhi kebutuhan isolasinya," katanya.

Warga di beberapa tempat pun sudah melakukan pembatasan berskala kecil ini di lingkungannya. Misalnya yang mencakup lingkungan perumahan.

Seorang warga Perumahan Dutabumi 1, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi, Emerita mengatakan, lingkungan tempat tinggalnya sudah membiasakan penerapan karantina dengan lebih ketat sejak September 2020.

“Jam enam sore toko-toko di sini sudah tutup. Akses keluar-masuk warga dibatasi untuk kunjungan dari orang luar,” kata dia saat dihubungi, Jumat (9/10).

Emerita mengatakan, pengurus RW di tempat tinggalnya berinisiatif memberlakukan aturan pengetatan akses keluar-masuk. Sebab, beberapa minggu lalu ada warga yang terjangkit Covid-19.

Lebih lanjut, Hermawan mengatakan, pemberdayaan keluarga dan komunitas bakal memberikan banyak manfaat untuk pemerintah. Sayangnya, kata dia, upaya itu tak pernah dilakukan secara serius. Sehingga, lagi-lagi berharap pada pengetatan wilayah untuk menekan angka kasus Covid-19.

”Mini lockdown itu kalau dilakukan parsial tidak ada gunanya. Jadi, yang harus didorong adalah pengarusutamaan keluarga dan komunitas," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid