sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW sebut KPK bisa lakukan upaya paksa terhadap Gubernur Papua

Sesuai Pasal 112 KUHAP, seseorang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka memiliki kewajiban hukum untuk menghadirinya. 

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 22 Sep 2022 12:44 WIB
ICW sebut KPK bisa lakukan upaya paksa terhadap Gubernur Papua

Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bisa melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe. Sebagai kepala daerah, menurut ICW, Lukas semestinya memberikan contoh baik kepada masyarakat dengan memenuhi panggilan KPK. 

Peneliti ICW Kurnia Rahmadana mengatakan, sesuai Pasal 112 KUHAP, seseorang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka memiliki kewajiban hukum untuk menghadirinya. 

"Jadi, jika Lukas terus menerus mangkir, sudah selayaknya KPK segera melakukan upaya hukum berupa penjemputan paksa. Hal ini pun sejalan dengan Pasal 50 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa tersangka berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum," ujar Kurnia kepada Aliena.id, Kamis (22/9).

Menurut Kurnia, opsi lain yang juga mungkin dilakukan oleh KPK adalah menangkap dan menahan Lukas. Pasal 17 KUHAP mensyaratkan dua hal kepada aparat penegak hukum yang ingin melakukan penangkapan, yakni, perkara sudah naik ke tahap penyidikan dan status orang tersebut sebagai tersangka.

Bahkan, kata Kurnia, jika kemudian Lukas ditangkap, KPK pun dapat langsung melakukan penahanan seperti diatur dalam 
Pasal 21 KUHAP dengan alasan-alasan tertentu, misalnya, kekhawatiran tersangka akan melarikan diri. 

"Dengan itu diyakini proses hukum terhadap Lukas dapat berjalan lancar dan siap untuk segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ucap dia.

Melansir sejumlah pemberitaan disebutkan bahwa Lukas saat ini diduga dalam keadaan sakit sehingga tidak dapat menghadiri pemeriksaan di KPK. Menanggapi hal itu, Kurnia menegaskan, untuk memastikan objektivitas keterangan tersebut, KPK dapat meminta second opinion dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

"Ini bukan pertama kali KPK lakukan, sebelumnya lembaga antirasuah itu juga pernah meminta bantuan IDI saat menangani perkara korupsi KTP-Elektronik dengan tersangka mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Kala itu terbukti bahwa alasan sakit yang diutarakan oleh Setya terlalu mengada-ngada. Maka dari itu, penting bagi KPK untuk segera mengulangi tindakan tersebut dalam konteks perkara Lukas," tegasnya..

Sponsored

Menurut Kurnia, dalam hal kondisi kesehatan Lukas terbukti benar sedang sakit, itupun tidak bisa menghentikan langkah KPK menyidik perkara tersebut. Sebab, berdasarkan peraturan perundang-undangan, KPK diperkenankan menerapkan pembantaran terhadap Lukas hingga yang bersangkutan dianggap layak diperhadapkan dengan proses hukum. 

"Sama seperti situasi di atas, pembantaran juga pernah dilakukan KPK saat menangani perkara yang melibatkan mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy," beber dia.

Selain itu, kata Kurnia, penanganan perkara yang diduga melibatkan Lukas harus menitikberatkan pada pengembalian aset hasil kejahatan. Perkembangan terkini, merujuk pada pernyataan Pimpinan KPK, Alexander Marwata, Menkopolhukam, dan PPATK, Lukas diduga terlibat dalam dua kejahatan sekaligus, di antaranya, tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan pencucian uang.

Kurnia mengatakan, dua delik ini terbilang mudah secara pembuktian, sebab turut mengatur mekanisme pembalikan beban pembuktian. Sederhananya, seluruh sangkaan atau dakwaan KPK, kewajiban untuk membuktikan adanya aliran dana tidak wajar bukan berada pada ranah penuntut umum, melainkan terdakwa sendiri. 

"Sederhananya, jika terdakwa tidak bisa membuktikan penerimaan itu didapatkan dari hal wajar, maka aparat penegak hukum melalui putusan pengadilan dapat langsung merampas aset-aset tersebut," pungkas Kurnia.

Sebelumnya, Stefanus Roy Rening, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan kliennya tak mau tinggalkan Papua usai ditetapkan tersangka dugaan korupsi oleh KPK. Menurut Roy, Lukas bersikukuh tak akan tinggalkan Papua untuk keperluan pemeriksaan. 

Adapun alasan Lukas Enembe tak mau tinggalkan Papua adalah karena merasa tidak nyaman, dan mengambil posisi bersama warga Papua. Selain itu, sekelompok warga Papua pun menginginkan Lukas Enembe tetap di Jayapura selama kasus berjalan.

"Karena Pak Gubernur merasa tidak nyaman, sehingga dia mengambil posisi hidup bersama Papua bersama rakyatnya," ucap Roy.

Berita Lainnya
×
tekid