sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Seluruh instansi peradilan diminta pantau sidang Novel Baswedan

Lantaran terdapat sejumlah kejanggalan yang muncul dalam sidang perdana.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 20 Mar 2020 10:18 WIB
Seluruh instansi peradilan diminta pantau sidang Novel Baswedan

Tim advokasi Novel Baswesan meminta seluruh instasi peradilan baik Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan untuk terlibat aktif memantau proses persidangan dua terdakwa penyiram air keras Novel Baswedan.

Tim Advokasi Novel Baswedan juga mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI dan organisasi advokat untuk aktif memantau seluruh proses persidangan kasus tersebut.

Anggota tim kuasa hukum Novel Baswedan Saor Siagian menerangkan, pemantauan itu dilakukan lantaran terdapat sejumlah kejanggalan yang muncul dalam sidang perdana.

"Mendesak untuk memantau persidangan ini, karena terindikasi menyembunyikan jejak pelaku perencana atau penggerak dan jauh dari temuan Komnas HAM," papar Saor, dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Jumat (20/3).

Para pihak diduga telah mengatur proses persidangan menjadi sebuah formalitas belaka. Hal itu diyakininya lantaran dakwaan perbuatan kedua pelaku itu hanya digolongkan sebuah tindak pidana penganiayaan biasa.

Padahal perbuatan kedua pelaku dapat dimaknai sebagai bentuk penghambatan kerja pemberantasan korupsi, dan teror sistematis terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini terus diterima penyidik lembaga antirasuah.

"Tidak ada Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 340 atau pasal pembunuhan berencana sesuai fakta bahwa Novel diserang karena kerja-kerjanya menyidik kasus korupsi dan hampir saja kehilangan nyawanya akibat cairan air keras yang masuk ke paru-paru," tutur dia.

Selain itu, dakwaan tersebut juga sangat bertentangan dengan temuan tim pencari fakta besutan Polri untuk mengusut kasus Novel Baswedan. Dimana motif penyiraman air keras terhadap Novel berkaitan dengan kasus korupsi besar yang tengah ditangani.

Sponsored

"Padahal dakwaan JPU, yang mengamini motif sakit hati, membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi kepolisian, yang disampaikan terdakwa sangat terkait dengan kerja Novel di KPK," ucapnya.

"Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi, pasti karena Novel menyidik kasus korupsi termasuk di kepolisian. Terlebih lagi selama ini, Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan terdakwa maupun dalam menyidik tindak pidana korupsi," sambung Saor.

Di samping itu, Saor merasa, dakwaan tersebut merupakan rekayasa yang dibuat JPU bersama Polri. Lantaran tak ada nama lain yang terlibat untuk menyerang Novel dengan air keras.

"Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan. Hal ini bertentangan dengan temuan dari Tim pencari Fakta bentukan Polri yang menyebutkan bahwa ada aktor intektual dibalik kasus Novel Baswedan," katanya.

Dengan demikian, Saor merasa, dakwaan tersebut hanya sebuah formalitas peradilan agar pelaku intelektual tak dapat terungkap. Lantaran terdapat kejanggalan lain yang muncul dalam sidang perdana itu.

"Tim advokasi menilai sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak beroritentasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan," ujar Saor.

Tim advokasi Novel Baswedan juga mendesak majelis hakim dapat mengadili kasus ini secara independen dan progresif. Tujuannya, guna mengungkap kebenaran materiil dalam kasus Novel Baswedan. "Sehingga persidangan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat," tutup Saor.

Sebelumnya, kedua pelaku penyiram air keras Novel Baswedan yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis telah didakwa melakukan penganiayaan berat dan terencana.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu," kata Jaksa Penuntut Umum Fedrik Adhar di Pengadilan Jakarta Utara, Kamis (18/3).

Keduanya, terancam hukuman pidana badan selama 12 tahun lantaran melakukan perbuatan menyiram air keras atas dasar benci terhadap Novel karena dianggap mengkhianati institusi Polri.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Lebih Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Berita Lainnya
×
tekid