sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kejagung dalami peran Bukaka di proyek mark up PLN

Bukaka merupakan bagian dari Aspatindo yang diduga melakukan monopoli pengadaan tower PLN.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Kamis, 28 Jul 2022 07:47 WIB
Kejagung dalami peran Bukaka di proyek mark up PLN

Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus  Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) tengah mendalami keterlibatan PT Bukaka Teknik Utama Tbk dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi periode 2016 pada PT PLN (Persero). Perusahaan listrik BUMN ini melakukan pengadaan terhadap ribuan tower dengan indikasi mark up.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi mengatakan, sejauh ini, Bukaka terlibat sebagai vendor dalam kasus tersebut. Pihak dari Bukaka juga memiliki posisi dalam Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) yang kini tengah diselidiki Korps Adhyaksa.

"Ya (PT) Bukaka vendor juga," kata Supardi kepada Alinea.id, Rabu (27/7).

Supardi menyebut, penyidik juga tengah mendalami aliran uang dalam kasus ini. Hingga saat ini pendalaman tersebut masih berlangsung dan belum menemui angka yang tepat.

"Ya nanti berapa yang didapatkan belum tahu, tapi kita dalami," ujar Supardi.

Pemeriksaan terakhir yang dilakukan kemarin (27/7) dilakukan kepada seorang saksi.dari internal PLN. Saksi yang diperiksa yaitu Krishna Mulawarman Kartodirjo selaku pegawai PT Indonesia Power.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi pada 2016 pada PT PLN (persero)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan, Rabu (27/7).

Sebelumnya, Kejagung menyatakan membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi pengadaan tower transmisi Perusahaan Listrik Negera (PLN) 2016 senilai Rp 2,25 triliun. Proses penyidikan yang dilakukan tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu mulai dilakukan pada Senin (25/7) dengan pemeriksaan terhadap tiga pejabat di PLN sebagai saksi.

Sponsored

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, duduk perkara kasus dugaan korupsi di PT PLN ini terjadi pada periode 2016. Dikatakan, PLN melakukan pengadaan tower transmisi sebanyak 9.085 titik dengan anggaran pekerjaan menacpai Rp 2,251 triliun.

Dalam pelaksanaannya, PLN menggandeng Aspatindo, sementara Direktur Operasional PT Bukaka adalah Ketua Aspatindo. Asosiasi turut membawa 13 perusahaan penyedia pengadaan tower.

Namun, dalam praktik kerja sama tersebut, dikatakan terjadi praktik korupsi, berupa penyalahgunaan kewenangan dan kesempatan, atau sarana yang ada, yang berujung pada adanya kerugian negara.

Sejumlah dugaan korupsi tersebut dikatakan Burhanuddin berawal dari dokumen perencanaan pengadaan tower transmisi yang tidak pernah dibuat. Dalam pengadaannya, pun dikatakan PLN menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT), perusahaan tahun 2015. Padahal, kegiatan pengadaan baru dilakukan pada 2016.

Dalam prosesnya, pun dikatakan Burhanuddin, PLN sebagai pihak penyelenggara negara, dan pemilik kegiatan pengadaan, kerap memberikan fasilitas-fasilitas atas permintaan dari pihak Aspatindo. Alhasil, hal tersebut memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. 

"Karena Aspatindo, diketuai pihak PT Bukaka,” kata Burhanuddin, dalam keterangan, Selasa (26/7).

Berselang waktu, PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower transmisi di Aspatindo melakukan kontrak kerja sepanjang Oktober 2016-2017, dengan realisasi pengadaan sebesar 30 persen. Namun, pada periode November 2017, sampai dengan Mei 2018, dikatakan PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower melanjutkan pekerjaan, tanpa ada kontrak kerja dan dasar hukum pengerjaan.

Kondisi tersebut membuat PT PLN harus melakukan adendum pekerjaan yang berisi perpanjangan waktu kontrak kerja selama satu tahun. Dalam adendum tersebut, PT PLN dan penyedia tower transmisi melakukan penambahan volume tower dari semula 9.805 menjadi 10 ribu tower. 

Perpanjangan pengerjaan juga terjadi, sampai pada Maret 2019. Alokasi tambahan 3.000 set tower yang tak ada dalam kontrak kerja pun turut timbul.

“Sehingga diduga terjadi adanya kerugian negara,” ucap Burhanuddin.

Berita Lainnya
×
tekid