Pembatasan kegiatan keagamaan untuk meminimalisir kerumunan telah menimbulkan berbagai polemik. Hingga saat ini, pemerintah masih kesulitan mengimbau agar warga tidak melakukan aktivitas di masjid. Dari salat fardu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Id, iktikaf, hingga pengajian.
Pembatasan kegiatan demi memutus mata rantai penularan coronavirus baru (Covid-19) tersebut, tidak serta merta dipatuhi masyarakat. Pelanggaran atas nama agama terjadi karena disengaja atau pun tidak. Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bagi yang berada di zona merah Covid-19, untuk sementara dilarang salat berjemaah.
Sehingga, terkait pembatasan kegiatan keagamaan di masjid, pemerintah meminta bantuan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Ketua Satuan Tugas NU Peduli Covid-19 Muhammad Makky Zamzani mengatakan, telah jauh-jauh hari forum bahtsul masail, telah membahas isu penolakan jenazah, stigma penderita Covid-19, hingga kegiatan keagamaan selama Ramadan.
Para ulama, telah mengeluarkan instruksi agar warga Nadhlatul Ulama mematuhi arahan pemerintah. NU Peduli Covid-19 juga telah menyuruh seluruh relawan untuk mengajak para tokoh agama setempat mematuhi rekomendasi bahtsul masail dan menjelaskannya kepada masyarakat.
Namun pelanggaran di lapangan masih saja terjadi. “Ada beberapa kiai yang ingin meresmikan masjid, penasaran dengan corona kemudian relawan kami menjelaskan apa itu corona, setelah dijelaskan kemudian dibatalkan. Malah mereka bilang oh begitu ya mas, tolong dikasih tahu yang lain mas,” ujar Mekky dalam keterangan pers di Graha BNPB, Kamis (14/5).
Ia pun menjelaskan, belum ada sanksi tegas bagi pengurus atau anggota NU yang masih melanggar aturan terkait kegiatan keagamaan di masjid. Namun, para relawan diminta terus menggunakan pendekatan persuasif agar mereka tahu bahayanya. Bahkan, melalui tokoh masyarakat, PCNU, hingga tokoh NU di tingkat nasional turun menjelaskan secara langsung.
“Kalau sanksi tidak, dominan ke persuasif. Kalau terpaksa sekali diatur social distance seperti apa. Harus edukasi berulang-ulang dengan pendekatan persuasif,” ucapnya.
Senada, Wakil Ketua Bidang Kerja sama dan Advokasi MCCC PP Muhammadiyah Corona Rintawan mengatakan, pimpinan pusat telah mengeluarkan surat edaran. Instruksi resmi dalam surat edaran diharapkan bisa dilaksanakan hingga pengurus di level paling bawah.
Muhammadiyah juga lebih mengutamakan cara persuasif kepada anggotanya. Penting pula untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan pengurus di daerah.
“Melalui takmir. Kami ada pembinaan wilayah, daerah, hingga ranting. Kami petakan mana yang pengambil kebijakan di level terendah, koordinasi melalui sana,” ujar Corona.