sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membedah fungsi keberadaan BSSN

Usai dilantik, kepala BSSN, Djoko Setiadi menekankan perlunya kewenangan penindakan bagi lembaga yang dipimpinnya.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Kamis, 04 Jan 2018 18:20 WIB
Membedah fungsi keberadaan BSSN

Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah menunjuk Mayjen Djoko Setiadi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Tak hanya itu, melalui Perpres nomor 133 tahun 2017, lembaga tersebut juga beralih di bawah presiden dari yang semula dibawah Menko Polhukam.

Namun, sesaat setelah dilantik, Djoko melontarkan sejumlah pernyataan yang memicu pro-kontra, seperti kewenangan penangkapan dan penindakan. Pengamat geopolitik dari Universitas Nasional, Suryo Ab menilai BSSN memang harus memiliki otoritas, khususnya penindakan. Terlebih saat ini Indonesia tengah dihadapkan pada bahaya laten media sosial (medsos).

“Negara terbelah menjadi dua, kelompok kebangsaan dan Islam. Mereka bertarung di medsos adalah dua kekuatan ini. BSSN perlu tim untuk mengayomi dua kubu ini. Kan sudah bisa diidentifikasi. Kalau buat saya harus ada otoritas untuk melakukan penindakan karena terlalu banyak lembaga yang dibuat tapi tidak punya otoritas,” terang Suryo saat berbincang dengan Alinea, Kamis (4/1).

Meski demikian, alumnus University of Sorborne ini mengingatkan, jangan sampai otoritas BSSN seperti National Security Agency (NSA) di Amerika Serikat (AS) karena bisa mengancam ruang privat warga negara.

Sementara Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyebut pernyataan Djoko jauh dari esensi dan kebutuhan pembentukan sebuah badan siber. Deputi Direktur Riset Elsam, Wahyudi Djafar memaparkan, keberadaan BSSN dimaksudkan sebagai wadah koordinasi sekaligus perumusan kebijakan teknis dan operasional keamanan dunia maya nasional.

“Hal ini pula sebagaimana ditegaskan oleh Perpres 53/2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara,” terang Wahyudi.

Tak hanya itu, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Elsam terhadap kebijakan dan praktik kemanan dunia maya di berbagai negara, menunjukkan pembentukan badan siber diantaranya ditujukan untuk menentukan kerangka kerja tata kelola keamanan dunia maya. Kemudian untuk menentukan mekanisme yang tepat bagi pemangku kepentingan dan swasta dalam menyepakati kebijakan yang berbeda, termasuk isu-isu dan peraturan yang terkait dengan keamanan dunia maya.

Wahyudi pun mempertanyakan jika BSSN memiliki kewenangan penindakan, tapi gradasi ancaman keamanan dunia maya masih belum jelas. Secara umum, dalam banyak praktik, gradasi ancaman keamanan dunia maya dibagi menjadi tiga kategori, yakni ancaman siber, kejahatan siber, dan perang siber.

Sponsored

Sebuah badan siber, selain menyusun kebijakan dan strategi teknis, serta koordinasi, umumnya bertanggungjawab ketika terjadi ancaman atau insiden serangan siber, dengan penyediaan emergency response team atau di Indonesia dikenal dengan ID-SIRTII. Sementara penanganan kejahatan siber menjadi tanggung jawab dari kepolisian, dengan kewenangan penegakan hukum, termasuk di dalamnya cyber terrorism. Khusunya untuk perang siber (cyber conflict), sepenuhnya menjadi kewenangan dari institusi militer (TNI), yang tunduk pada rezim hukum konflik bersenjata dan hukum humaniter. Sedangkan cyber espionage (spionase siber) penangannya melekat pada fungsi deteksi dini yang ada pada lembaga intelijen (BIN).

“Kejelasan gradasi dan tanggung jawab kelembagaan tersebut semestinya dapat mencegah overlapping kewenangan dari lembaga yang ada, seperti kewenangan penangkapan dan penindakan yang sepenuhnya menjadi wewenang dari penegak hukum,” tandasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid