sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Misi muskil menyediakan air bersih di ibu kota baru

Persoalan air bersih harus segera diatasi pemerintah sebelum pemindahan ibu kota negara direalisasikan.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Rabu, 16 Jun 2021 16:48 WIB
Misi muskil menyediakan air bersih di ibu kota baru

Kabar mengenai rencana pemindahan ibu kota ke wilayah administratif Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) bikin Kasmari gundah. Pria yang sudah 15 tahun tinggal di Desa Bukit Raya, Kecamatan Sepaku, PPU itu justru khawatir desanya bakal tambah kesulitan air bersih jika ibu kota jadi pindah. 

"Warga di sini kadang sampai harus membeli air dan memanggil mobil tangki air kalau musim kemarau," kata Kasmari saat berbincang dengan Alinea.id, Sabtu (12/6) lalu. 

Dalam laporan bertajuk "Ibu Kota Baru Buat Siapa?" yang digarap Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada 2019, IKN dilaporkan didesain dalam bentuk tiga ring di area seluas 180.965 hektare. 

Pada ring pertama seluas 5.644 hektare, pusat pemerintahan bakal dibangun. Lahan di Kecamatan Sepaku, PPU dan Kecamatan Samboja, Kukar diproyeksikan sebagai lokasi inti. Pada ring kedua, pemerintah mengalokasikan seluas 42.000 hektare untuk kawasan utama IKN. Sisanya direncanakan menjadi kawasan perluasan IKN.

Menurut Kasmari, air bersih sudah lama menjadi barang langka di Kecamatan Sepaku. Pada kondisi normal saja, air dari sumur bor milik warga terkadang tidak menyembul. Saat kemarau tiba, air tanah bahkan kerap tidak keluar sama sekali. 
 
"Airnya sangat kecil. Apalagi, banyak yang enggak punya sumur bor. Kondisi ini yang sekarang jadi pikiran saya kalau ibu kota pindah," kata pria berusia 70 tahun itu.  

Kasmari berharap pemerintah memperhatikan kondisi warga sebelum rencana pindah ibu kota itu direalisasikan. Menurut Kasmari, seharusnya infrastruktur air bersih disiapkan terlebih dahulu bagi warga setempat. "Semisal ada pembuatan keran untuk menyalurkan air ke rumah- rumah warga," imbuhnya. 

Kekhawatiran serupa juga diutarakan Rusdin, 39 tahun. Kepala Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kukar itu mengatakan ancaman kekeringan sudah datang lebih dulu di desanya sebelum calon ibu kota negara hadir. 

"Kami sekarang tinggal punya satu sumber air. Yang satu lagi sudah kering," kata Rusdin kepada Alinea.id, Rabu (9/6).

Sponsored

Desa Sungai Payang terletak di ring tiga IKN. Jaraknya sekitar 90 kilometer dari kawasan inti IKN. Sebanyak 10 ribu hektare lahan di desa itu kini dikuasai oleh PT Multi Harapan Utama (MHU) dan digarap menjadi area pertambangan batu bara. 

Sekitar lima tahun silam, menurut Rusdin, PT MHU melakukan pengeboran di dekat salah satu sumber air Desa Sungai Payang. Beberapa bulan setelah pengeboran itu, sumber air tersebut kering. "Kami menduga karena PT MHU yang melakukan pengeboran," kata dia.

Sebelumnya, menurut Rusdin, dua sumber mata air itu digunakan sekitar lebih dari 170 warga desa untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Kini, warga desa berebutan mengambil air dari satu-satunya sumur yang tersisa. 

"Kemungkinan besar (sumber mata air yang tersisa) juga bakal hilang. Di atas mata air yang saat ini tersisa, dua kilometer ke atas itu, kalau ditarik lurus, sudah terjadi penambangan oleh perusahaan," ujar Rusdin. 

Rusdin mengatakan warga sudah menuntut PT MHU bertanggung jawab dengan menyuplai air bersih ke permukiman, entah itu dengan membuat saluran air atau warga atau membuat sumur bor. "Tapi, mereka malah balik nanya, 'Memang selama ini tidak ada pembangunan infrastruktur terkait air dari pemerintah?" ucap Rusdin. 

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).  /Foto Antara

Keterbatasan air baku
 
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana menyebut kelangkaan air bersih sudah lama menjadi persoalan kronis yang membelit Kalimantan Timur. 

Dalam penjelasannya, Wahyu merujuk pada Laporan Status Lingkungan Hidup Kota Balikpapan pada 2014. Balikpapan merupakan salah satu kota yang berbatasan langsung dengan area calon IKN. 

"Dalam konteks air, sebenarnya daerah IKN juga tidak memungkinkan menggunakan air tanah dan itu bukan masalah baru. Mengacu pada sensus lingkungan hidup Balikpapan pada 2014, masalah krisis air itu sudah muncul," kata Wahyu kepada Alinea.id, Jumat (11/6).

Dalam kajian tersebut, ketersediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan harian warga sangat bergantung pada Waduk Manggar di Balikpapan. Volume air di bendungan itu dipengaruhi intensitas hujan yang turun dan terbukti belum mampu memenuhi kebutuhan air baku bagi warga. 

Khusus di IKN, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Masterplan Ibu Kota Negara milik Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2020 menunjukkan realita serupa. 

Dalam dokumen setebal 22 halaman itu, menurut Wahyu, IKN memiliki daya dukung air yang minim dengan rincian sebanyak 89,83% wilayah IKN memiliki potensi air tanah yang rendah dan sekitar 25,34% wilayah IKN memiliki potensi air permukaan yang rendah. 

"Bayangkan saja! Dokumen KLHS dari Bappenas soal ibu kota negara saja sudah menyebut suplai air baku dan kuantitas air dan potensi airnya rendah. Tapi, mengapa pemerintah tidak gunakan pertimbangannya?" ujar Wahyu. 

Wahyu khawatir pemindahan ibu kota bakal memperparah krisis air di Kaltim. Apalagi, area IKN diketahui merupakan daerah tangkapan air untuk Balikpapan, PPU, dan Kukar. Kecamatan Samboja dan Loa Kulu juga sangat bergantung pada area tersebut untuk pemenuhan kebutuhan air. 

"Kalau tiba- tiba ibu kota datang dan mengeksplorasi air di sana, kelima wilayah itu bisa makin sulit air. Kekeringan dan air jadi rebutan itu bisa berkembang menjadi konflik sosial. Konflik bisa terjadi pada masyarakat antardaerah atau bisa masyarakat dengan pemerintah," kata dia. 

Lebih jauh, Wahyu mengaku pesimistis pemerintah bisa menyediakan air bersih dengan membangun bendungan dan embung. Menurut dia, upaya itu bakal sia-sia jika air bakunya tidak tersedia.   

"Kalau KLHS-nya saja tidak layak, ya, jangan dipaksakan. KLHS itu kan perangkat pembangunan yang harusnya jadi rekomendasi dan diikuti. Jangan kemudian diakal-akali untuk hanya jadi bahan administrasi," kata dia. 

Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik ITCI Hutani Manunggal di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). /Foto Antara

Sejumlah studi mengindikasikan keterbatasan air baku di kawasan IKN, khususnya yang bersumber dari air tanah. Salah satunya ialah riset bertajuk "Teknologi Pengolahan Air Gambut Asin Menjadi Air Siap Minum di Kelurahan Tanjung Tengah, Penajam, Kalimantan Timur" yang digarap Imam Setiadi dan I Putu Angga Kristyawan. 

Kedua peneliti menemukan bahwa Desa Tanjung Tengah mengalami kesulitan air bersih karena keterbatasan air baku yang disebabkan tingginya kadar besi dan total dissolved solid (TDS). Akibatnya, warga bahkan terkadang harus membeli air bersih yang harganya mencapai Rp60 ribu per meter kubik. 

Selain air tanah dan air sungai, air baku juga bisa diperoleh dari air hujan. Khusus untuk ketersediaan air hujan, PPU dan Kukar tergolong melimpah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) PPU dan Kukar mencatat lokasi IKN memiliki curah hujan sekitar 0,9 milimeter dalam satu kali hujan pada 2018. 

Dalam setahun, total curah hujan sebanyak 2.223 milimeter dan persentase hari hujan mencapai 40,8%. Angka total curah hujan di IKN jauh di atas rata-rata curah dunia yang hanya sekitar 990 milimeter per tahun. 

Persoalannya, sebagaimana dicatat Litbang Kompas, kualitas air hujan masih sedikit asam dengan derajat keasaman sekitar 6,2. Menurut Peraturan Daerah Kalimantan Timur No. 02/2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, derajat keasaman air baku untuk air minum adalah antara 6–9. 

Foto udara Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. /Foto Antara

Bendungan dan air dari Sungai Mahakam

Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Andang Bachtiar mengatakan salah satu penyebab terbatasnya air baku karena kemampuan sistem akuifer yang minim dalam menyimpan air. Tanah di IKN memiliki karakteristik batuan yang berpori, tidak berlempung, dan minim celah. 

"Lempung dan pasir di sana hanya sedikit sehingga tidak ada air di dalam tanah," ujar Andang dalam wawancara khusus bersama Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Menurut Andang, air baku juga bakal sulit jika diatasi lewat pembangunan bendungan dan embung. "Bendungan di sana sering kali mengalami kekeringan sebab aliran air sungai di sana seperti di Sungai Tengin dan Sungai Sepaku itu tidak konstan," ujar dia. 

Andang lebih setuju jika pemerintah membuat aliran air dari Sungai Mahakam. Selain alirannya lebih stabil, debit Sungai Mahakam juga tergolong sangat besar, yakni mencapai 5.000 liter per detik atau bisa memenuhi kebutuhan air bagi ratusan juta jiwa. 

"Hanya saja jarak antara Panajam Paser Utara dan Sungai Mahakam jauh sekali. Jaraknya sekitar lima puluh sampai enam puluh kilometer antara Sungai Mahakam sampai ke daerah calon ibu kota negara. Biayanya mahal," kata Andang. 

Infografik Alinea.id/Oky Diaz

Pendapat berbeda diungkapkan pakar sumber daya air Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Budi Santoso Wignyosukarto. Menurut Budi, pembangunan bendungan dan embung merupakan rekayasa teknik yang paling memungkinkan untuk mengatasi kesulitan air bersih di IKN. 

"Sungai Mahakam itu bermuara di Samarinda. Daerah hulunya lebih jauh jaraknya dari lokasi bendungan-bendungan yang direncanakan dibangun sekarang," ucap Budi saat dihubungi Alinea.id, Rabu (9/6).

Menurut Budi, saat ini pemerintah telah merencanakan membangun Bendungan Batu Lepek, Bendungan Selamayu, dan Bendungan Sungai Sepaku. Ia menaksir tampungan air di bendungan-bendungan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan IKN.

"Tampungan Bendungan Batu Lepek mempunyai volume tampungan 155 juta meter kubik, Bendungan Sepaku Semoi volume tampungan 10 juta meter kubik. Airnya juga digunakan untuk Kota Balikpapan. Direncanakan (memadai) seperti itu," kata Budi.

Selain sumber air bersih, bendungan-bendungan itu bisa jadi pengendali banjir yang sering melanda kawasan IKN saat musim hujan. "Banjir yang sering terjadi di hulu Sungai Sepaku. Banjir dari kawasan hulu sungai, mungkin karena terjadi perubahan tata guna lahan bagian hulu sungai," jelas dia.

Kepada Alinea.id, Kepala Biro Humas Bappenas Parulian Silalahi mengatakan sudah menghitung proyeksi kebutuhan air baku di IKN hingga 2045. Tanpa merinci angka dan jenis proyeknya, ia menyebut kebutuhan air bersih di IKN itu bakal terpenuhi lewat pembangunan sejumlah infrastruktur sumber daya air. 

"Strategi pemenuhan kebutuhan air baku di wilayah IKN direncanakan melalui integrasi berbagai rencana pembangunan bendungan, reservoir, dan intake di sungai sekitar lokasi. Jaringan transmisi air bersih dan distribusi direncanakan dibangun untuk menyediakan akses air bersih yang dapat terdistribusi secara merata dengan kualitas aman," kata dia. 


 

Berita Lainnya
×
tekid