Pantura Jabar alami kemarau sejak Mei
Musim kemarau di Jabar umumnya berdampak terhadap krisis air bersih, puso, serta kebakaran hutan dan lahan.

Sebagian wilayah di Jawa Barat (Jabar) memasuki musim kemarau dan diperkirakan terus meluas. Kondisi ini berpotensi memicu bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar, Dani Ramdan, menerangkan, tujuh dari 36 zona musim di "Bumi Pasundan" sudah memasuki musim kemarau sejak Mei 2021. Sebagian di antaranya berada di Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, dan Karawang.
"Jabar ini terbagi 36 zona musim. Setiap zona musim ini bisa memasuki musim kemarau maupun musim hujan lebih awal atau belakangan. Kita melihat, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor musim hujan lebih panjang," ucapnya, melansir situs web Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.
"Tapi di Pantura, yakni dari Cirebon, Indramayu, Subang, mulai Karawang, sudah mulai memasuki musim kemarau. Zona musim ini tidak seluruh wilayah kabupaten tersebut karena zona musim ini berbeda dengan batas administratif wilayah kabupaten/kota," sambungnya.
Berdasarkan catatan dari tahun ke tahun, ungkap Dani, dampak kekeringan di setiap daerah berbeda-beda. Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bekasi, misalnya, kemarau kerap menyebabkan krisis ketersediaan air bersih untuk minum.
Sementara itu, kemarau di Kabupaten Indramayu, Subang, dan Kabupaten Cirebon cenderung mengakibatkan kekeringan di lahan-lahan pertanian. Imbasnya, kerap mengalami puso.
"Hampir dari tahun ke tahun seperti itu. Memang ada beberapa daerah lain yang mengalami kekeringan, tapi skalanya kecil, misal hanya satu kampung, satu desa, atau beberapa desa," tuturnya.
Selain ketersediaan air bersih yang minim dan mengakibatkan puso, musim kemarau di Jabar juga memicu kebakaran hutan dan lahan di tujuh daerah, yakni Kabupaten/Kota Cirebon, Cimahi, Kuningan, Bandung Barat, Sumedang, dan Sukabumi.
Dani menyatakan, BPBD Jabar telah melakukan sejumlah upaya untuk memitigasi dampak kekeringan. Salah satunya, menggelar rapat koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota dan instasi terkait, mulai dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); Dinas Sosial (Dinsos); sampai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada 19 Mei lalu.
"Dalam rakor itu, kami lakukan pendataan daerah-daerah yang kemungkinan terdampak kekeringan berdasarkan historis dan perkiraan cuaca yang disampaikan BMKG. Mana daerah yang kemungkinan mengalami cukup berat. Itu sudah diidentifikasi, termasuk jumlah desa, jumlah kepala keluarga, yang akan terdampak," urainya.
BPBD Jabar lalu menghitung kebutuhan air di daerah yang mengalami kekeringan berdasarkan hasil identifikasi selain memetakan sumber-sumber air. "Kita perhitungkan juga bagaimana mobilisasinya, alat transportasi," tandasnya.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Darurat sampah saset: Produk murah dengan konsekuensi mahal
Minggu, 29 Jan 2023 08:28 WIB
Urgensi UU PPRT di tengah sengsara pekerja rumah tangga
Sabtu, 28 Jan 2023 15:40 WIB