sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pembelaan polisi dan kejanggalan lain di sidang penyerang Novel

Tim advokasi Novel Baswedan menilai ada empat kejanggalan dalam sidang perdana penyerang Novel yang berlangsung kemarin.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 20 Mar 2020 10:23 WIB
Pembelaan polisi dan kejanggalan lain di sidang penyerang Novel

Tim Advokasi Novel Baswedan menemukan sejumlah kejanggalan dalam sidang perdana dua terdakwa penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (18/3), pihak Jaksa Penuntut Umum pada KPK membacakan dakwaan terhadap kedua terdakwa, Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.

Anggota tim advokasi Novel Baswedan, Saor Siagian, menyebut ada empat kejanggalan dalam sidang tersebut. Pertama, adanya upaya pembelaan dari Polri yang dinilai berlebihan, dengan mengerahkan sembilan orang kuasa hukum bagi kedua orang terdakwa.

"Mabes Polri menyediakan sembilan orang pengacara untuk membela para terdakwa. Hal yang sangat janggal karena perbuatan pidana para terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi, namun mendapatkan pembelaan dari institusi kepolisian," kata Saor dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Jumat (20/3).

Kejanggalan lain yang disebut Saor adalah keputusan sembilan pengacara yang tak mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum. 

"Hal ini sangat janggal bagi pengacara, ketika tidak menggunakan hak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa," katanya.

Saor juga menduga ada pengaturan khusus terhadap proses peradilan dua terdakwa yang merupakan mantan anggota brimob tersebut. Sebab, proses persidangan langsung memasuki tahap pembuktian.

Menurutnya, tak adanya eksepsi yang membuat sidang melompat pada tahap pembuktian, merupakan upaya untuk mempercepat proses persidangan. 

Saor juga menilai janggal waktu pelaksanaan sidang yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Hal ini membuatnya menilai Mahkamah Agung tak memiliki kepekaan akan upaya pencegahan penularan virus yang tengah dilakukan negara.

Sponsored

"Mahkamah Agung tidak sensitif terhadap ancaman virus corona yang mengancam kesehatan publik. Tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah dan sangat beresiko memperluas ancaman penularan virus corona," katanya menuturkan.

Dalam persidangan, kedua pelaku penyiram air keras Novel Baswedan yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis didakwa melakukan penganiayaan berat dan terencana.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu," kata Jaksa Penuntut Umum Fedrik Adhar di Pengadilan Jakarta Utara, Kamis (18/3).

Keduanya terancam hukuman pidana badan selama 12 tahun lantaran melakukan perbuatan menyiram air keras atas dasar benci terhadap Novel, karena dianggap mengkhianati institusi Polri.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 355 ayat (1) KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid