sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat pertanyakan pilot yang 90 hari tidak terbang dapat terbangkan pesawat

Regulator mengizinkan pilot yang telah 90 hari tidak terbang untuk langsung dapat menerbangkan pesawat.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 20 Jul 2020 08:55 WIB
Pengamat pertanyakan pilot yang 90 hari tidak terbang dapat terbangkan pesawat

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan langkah yang diambil pemerintah di sektor penerbangan. Khususnya pascaberoperasinya kembali maskapai penerbangan setelah sempat beberapa bulan vakum akibat pandemi Covid-19.

Agus menilai belum ada terobosan kebijakan yang out of the box atau extra ordinary di sektor penerbangan. Kecuali hanya pernyataan dan langkah regulator yang justru membahayakan keselamatan penerbangan.

“Mengapa saya katakan membahayakan keselamatan penerbangan? Karena umumnya pesawat dan awak kabin yang sudah tidak terbang selama 3-4 bulan, tiba-tiba harus terbang dengan mengabaikan protokol keselamatan penerbangan. Misalnya, bagaimana kondisi mesin, peralatan hidrolik dan mekaniknya, sementara inspektor yang bertugas mengawasi kondisi mesin ada yang sudah di-PHK atau kerja, tetapi tanpa insentif,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Senin (20/7).

Surat Dirjen Perhubungan Udara Nomor: AU.402/2/22/DRJU.DKPPU-2020 Perihal Pengecualian (Exemption) Terhadap Pilot Proficiency Check dan Recent Experience tertanggal 26 Mei 2020 disebut bertentangan dengan peraturan ICAO (The International Civil Aviation Organization) CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 9.1545 (b).

Di mana dalam surat itu, regulator mengizinkan pilot yang telah 90 hari tidak terbang untuk langsung dapat menerbangkan pesawat. “Ini sangat membahayakan keselamatan penerbang,” tutur Agus.

Pandemi Covid-19 menyebabkan bandara sepi penumpang, daya beli menurun, dan hilangnya anggaran perjalanan kementerian/lembaga. Bahkan, turut diperparah oleh ketidakjelasan kebijakan sektor pariwisata yang membuat banyak orang enggan bepergian.

Agus menyayangkan, pembangunan dan perluasan bandara yang masif sejak 2015, tetapi saat ini malah beroperasi tak optimal. “Sejak awal saya ingatkan supaya kalau membangun bandara yang fungsional saja, tidak perlu mewah dengan julukan ‘ter’, seperti terbesar, termegah dan ter lainnya kecuali untuk bandara hub, seperti Bali, Jakarta/Tangerang, Medan dan Makassar, misalnya,” ucapnya.

Jika pembangunan bandara fungsional, maka biaya investasi, beban operasional, tarif parkir pesawat, dan tarif yang dibayar penumpang bisa lebih murah. Sebaliknya, Kementerian Perhubungan juga membangunan dan merenovasi beberapa bandara di kota/kabupaten yang tidak mewah, tetapi lokasi berdekatan. Imbasnya, pandemi Covid-19 hanya memperparah keadaan karena semakin sepi penumpang.

Sponsored

Lebih jauh, Agus mengusulkan agar pilot yang telah 90 hari tidak terbang, dilarang terbang tanpa instruktur. Ia pun meminta Kementerian bisa segera mencabut atau merevisi Surat Dirjen Perhubungan Udara Nomor: AU.402/2/22/DRJU.DKPPU-2020 itu, Lalu, sebaiknya pemerintah segera mengambil langkah extra ordinary untuk mengurangi kerugian pengelola bandara.

Berita Lainnya
×
tekid