sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Benang kusut TPPO: Sindikat tak tersentuh, modus kian canggih

Jumlah kasus tindak pidana perdagangan orang cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 04 Mei 2023 18:03 WIB
Benang kusut TPPO: Sindikat tak tersentuh, modus kian canggih

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali berulang. Akhir April lalu, Bareskrim Polri mengungkap setidaknya ada 20 orang warga negara Indonesia (WNI) yang diselundupkan ke area konflik di Myanmar dan dipekerjakan secara paksa. Saat ini, Bareskrim tengah memburu para dalang kasus TPPO itu. 

“Kami sudah langsung koordinasi dengan kementerian terkait serta melakukan penyelidikan terkait TPPO,” ucap Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi pewarta, Jumat (28/4).

Perkara itu mulanya terendus dari sebuah video yang diunggah seorang perempuan berinisial NIS. Dalam video itu, NIS mengaku diselundupkan untuk bekerja sebagai pelaku kejahatan online

Bersama rekan-rekannya, NIS terkurung di kompleks bangunan yang dijaga orang-orang bersenjata di Myawaddy, Myanmar. Dia berulang kali menyaksikan rekan-rekannya disiksa karena tak mampu memenuhi target pekerjaan.

"Kami mohon pemerintah Indonesia. Kami mohon support dan pertolongan kalian segera karena kondisinya di sini sudah darurat," kata NIS dalam video itu. 

NIS bercerita mendapat tawaran bekerja di Thailand melalui lowongan yang beredar di media sosial dengan posisi sebagai customer service atau layanan pelanggan. Gaji yang ditawarkan berkisar Rp12 juta-Rp25 juta per bulan. 

Awal April lalu, Bareskrim juga membongkar dua kasus dugaan TPPO dengan modus memberangkatkan pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai asisten rumah tangga. Pada salah satu kasus, para korban dijanjikan bekerja di negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Yordania.

Dalam kasus tersebut, lima tersangka telah ditetapkan yaitu: MA, ZA, SR, RR, dan AS. Bareskrim menyita 97 paspor korban yang belum berangkat beserta tiket pesawat, rekening koran, dan buku rekening. Dari hasil penyelidikan sementara, Bareskrim menemukan para pelaku sudah lama beroperasi. 

Sponsored

“Hasil penelusuran ditemukan data bahwa korban yang dikirim sudah banyak. Aktivitas perekrutan sejak 2015, mencapai 1.000 korban,” kata Djuhandhani.

Pada kasus lainnya, korban TPPO dijanjikan bekerja di Eropa dan Timur Tengah, seperti Turki dan Abu Dhabi. Kasus terbongkar saat para korban ditelantarkan di Singapura. Polisi telah menetapkan pelaku berinsial OP sebagai tersangka. 

 

Sebelumnya, Kepala Unit V Sub Direktorat V Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Polisi Iwan Purwanto sindikat TPPO makin canggih. Kini, mereka kerap menggunakan media sosial untuk merekrut calon korban. 

Memberantas TPPO, kata Iwan, tidak mudah. Para korban kerap mudah diperdaya lantaran terdesak kebutuhan ekonomi. Sebagian dari mereka bahkan tak sadar sudah jadi korban TPPO. "Modusnya mereka (para pelaku) itu membantu ekonomi," kata Iwan. 

Menurut catatan Bareskrim Polri, jumlah kasus TPPO cenderung meningkat sejak 2020. Pada tahun tersebut, tercatat ada 126 kasus. Setahun berselang, kepolisian menggarap 122 kasus TPPO. Selama 2022, tercatat ada 133 kasus dugaan perdagangan orang. “Ini kejahatan internasional yang perlu penanganan khusus,” imbuhnya. 

TPPO, sebagaimana dicatat Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dalam laporan kinerja tahunannya, kerap bermula dari pengiriman PMI secara ilegal atau nonprosedural. Sejak 2020, BP2MI berhasil menggagalkan ratusan pengiriman PMI secara nonprosedural. 

Pada 2020, misalnya, BP2MI berhasil mencegah keberangkatan 541 PMI secara nonprosedural/TPPO. Para calon korban berasal dari berbagai lokasi, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, Garut, dan Cirebon. Pada 2021, PMI nonprosedural/TPPO yang berhasil diselamatkan ada 342 orang.

“Dari 342 calon PMI yang berhasil diselamatkan tersebut, beberapa di antaranya telah dilakukan penanganan oleh Bareskrim Polri dan dipulangkan ke daerah asal,” tulis BP2MI dalam laporannya.

Jumlah PMI ilegal melonjak signifikan pada 2022. BP2MI mencatat ada 2.385 calon PMI nonprosedural/TPPO yang berhasil diselamatkan. “Mayoritas calon PMI nonprosedural berhasil dicegah di wilayah Banten dan Sumatera Utara,” tulis BP2MI dalam Laporan Kinerja 2022.

Menurut catatan BP2MI, mayoritas calon PMI nonprosedural bakal ditempatkan ke sejumlah negara di Asia dan Afrika pada 2022. Sebanyak 1.401 PMI rencananya diselundupkan ke Malaysia. Negara tujuan lainnya, semisal Kamboja (478 orang), Arab Saudi (242 orang), Uni Emirat Arab (98 orang,) Filipina (44 orang), Singapura (26 orang), dan Hong Kong (23 orang).

Ilustrasi korban tindak pidana perdagangan orang. /Foto Hindustan

Anak-anak hingga dewasa

Berbasis data yang dikompilasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), Kementerian PPPA mencatat ada 1.545 kasus TPPO yang terungkap pada periode 2019-2022. Total jumlah korban mencapai 1.732 orang. Mayoritas korban adalah kelompok rentan, perempuan, dan anak.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan mayoritas korban TPPO, baik untuk kategori usia dewasa dan anak, kerap berasal dari DKI Jakarta. Pada 2019, misalnya, sebanyak 33 perempuan yang berdomisili di DKI jadi korban kasus TPPO.

Pada tahun itu, korban TPPO kelompok usia anak paling banyak dari Jawa Timur dengan 18 anak. “Lima anak laki-laki dan 13 anak perempuan. Sedangkan korban TPPO (2019) yang berusia dewasa paling banyak berasal dari Provinsi DKI Jakarta,” ucap Nahar kepada Alinea.id, Senin (1/5).

DKI Jakarta mendominasi pada 2020. Tercatat ada 42 anak korban TPPO dari ibu kota, 39 perempuan dan 3 laki-laki.  Dari kelompok dewasa, total korban ada 68 orang, terdiri dari 66 perempuan dan 2 laki-laki. 

DKI Jakarta kembali menjadi lumbung korban TPPO usia anak pada 2021. Jumlah korban mencapai 209 anak, dengan rincian 64 laki-laki dan 145 perempuan.  Namun, daerah "penghasil" korban TPPO berusia dewasa terbanyak bergeser ke Jawa Barat dengan 95 korban. Rinciannya, 91 perempuan dan 4 laki-laki. 

“Pada tahun 2022, korban TPPO yang paling banyak berasal dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 67 anak, 8 anak laki-laki dan 59 anak perempuan. Dan 73 orang (dewasa), dua orang laki-laki dan 71 orang perempuan,” jelas Nahar.

Selain Simfoni PPA, Kemen PPPA juga mendata kasus TPPO pada anak melalui layanan SAPA 129.  Menurut catatan SAPA 129, ada 27 anak yang jadi korban TPPO pada 2021.  “Sedangkan pada 2022 terdapat 86 anak korban TPPO dan korban paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat sebanyak 32 anak,” ungkap Nahar.

Berbasis data SAPA 129, menurut Nahar, ada empat modus dan motif utama.  Pertama, anak dijual sebagai jaminan pinjaman uang atau pembayaran utang. Kedua, pelaku menjanjikan pekerjaan dengan iming-imingi gaji besar. Ketiga, korban diajak teman dan dikenalkan kepada mucikari atau germo. Terakhir, anak dijual karena hasil hubungan di luar pernikahan. 

Untuk penanganan, Nahar merinci sejumlah hal yang harus disiapkan. Pertama, memfasilitasi koordinasi antara kementerian dan lembaga penanganan korban TPPO. Kedua, memfasilitasi pendampingan hukum dan psikologis. Ketiga, memfasilitasi pemulangan korban.

“Keempat, fasilitasi tempat penampungan sementara. Kelima, mengakseskan ke layanan lain sesuai kebutuhan korban (kesehatan atau rehabilitasi sosial),” jelas Nahar.

 

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan kasus TPPO kerap tak terdeteksi lantaran banyak korban merasa tak sedang dieksploitasi. Situasi itu marak terjadi pada kasus perempuan atau remaja yang dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK). 

Ciri TPPO ialah adanya timbal balik dalam bentuk materi sebagaimana yang diharapkan korban. Mayoritas korban baru merasa dieksploitasi ketika dalam situasi perbudakan seksual, semisal diminta melayani puluhan konsumen dalam sehari.

“Dia sampai harus menelan pil anti-menstruasi. Saat menstruasi langsung dijejali obat dan berhenti dan harus kerja lagi. Itu kan artinya ada perbudakan yang sama sekali tidak memiliki kemerdekaan atas tubuhnya,” ujar Ai kepada Alinea.id, Senin (1/5).

Menurut catatan KPAI, 147 kasus anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual pada 2021. Selain itu, ada 28 kasus anak menjadi korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan. Pada 2022, tercatat ada 85 kasus anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual dan 51 kasus penculikan, penjualan, dan perdagangan 51 anak. 

Dalam kasus perbudakan seksual, KPAI menemukan mayoritas korban mendapat penghasilan antara Rp8-Rp15 juta per bulan. Pendapatan fantastis itulah yang terutama mendorong anak-anak dan remaja mudah diperdaya. “Jadi, itu yang disebut eksploitasi secara seksual dan ekonomi di dalam TPPO,” kata Ai.

Ilustrasi rombongan pekerja migran Indonesia. /Foto Antara

Ungkap tuntas

Ai menduga sindikat TPPO sudah punya daerah-daerah tertentu yang jadi sasaran. Untuk kasus TPPO berbasis eksploitasi seksual dan ekonomi, KPAI menemukan korbannya kerap berasal dari sejumlah kota dan kabupaten dari Jawa Barat dan Jawa Timur, semisal Cianjur, Sukabumi, Karawang, dan Jember. 

“Saya kemarin (rapat koordinasi TPPO, April 2023) memberikan masukkan tersebut kepada kepolisian untuk mengusut tuntas. Apakah dari anaknya itu sendiri atau memang ada daerah-daerah tertentu yang menjadi target operasi oleh para sindikat (TPPO),” jelas Ai. 

Sindikat TPPO, lanjut Ai, biasanya menyasar anak dengan latar belakang dari keluarga miskin dan anak putus sekolah. Terdorong keinginan meningkatkan kesejahteraan itu, para korban berupaya mencari pekerjaan via media sosial.

“Lalu ada tawaran pekerjaan di Facebook. Lalu, dia pergi dan tanpa mengeluarkan ongkos. Dan ternyata sudah masuk di apartemen dan diminta melayani (pria hidung belang). Jadi, untuk eksploitasi seksual dan ekonomi seperti itu,” ungkapnya.

Selain kemiskinan dan tingkat pendidikan, kondisi mental anak juga kerap menjadi faktor pendorong penyebab maraknya anak terjerat TPPO. Ia mencontohkan fenomena Jawa Barat. Jika dikaitkan dengan kemiskinan, Jawa Barat terbilang jauh lebih baik daripada daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Tingkat pendidikan di provinsi anak-anak di provinsi itu juga tergolong baik.

“Artinya, para penyangga ibu kota ini kan sudah menawarkan kehidupan, mungkin glamor dan juga kemewahan, yang didapat dengan sesaat. Hal-hal seperti ini juga kan tentu bisa membuat kelompok, terutama anak-anak ini, masuk dalam sindikat itu (TPPO) untuk mengakhiri situasi kemiskinan secara instan,” jelasnya.

Modus lain sindikat TPPO adalah adopsi ilegal. Ai menjelaskan, korban yang dibidik dengan modus tersebut adalah bayi yang lahir dari situasi kehamilan tanpa diinginkan (TKD). Contohnya, tenaga kerja wanita (TKW) yang dihamili majikan atau korban kekerasan dalam pacaran.

“Artinyam orang ini (sindikat TPPO) berkedok kemanusiaan.  Mereka mengumpulkan ibu-ibu hamil, lalu bayinya dijual. Adopsi ilegal bentuknya seperti itu dengan memberikan problem solving terhadap situasi perempuan KTD,” ujarnya.

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Modus lain dalam TPPO anak ialah menjajakan anak sebagai pekerja seks komersial melalui aplikasi daring. Pelaku biasanya sudah bekerja sama dengan hotel-hotel tertentu. Para pelaku diminta menyiapkan PSK yang sewaktu-waktu bisa dipesan penghuni hotel.

“Mereka (anak) dikasih iming-iming untuk pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan kekerasan seksual, tapi pada kenyataannya diperlakukan seperti itu,” jelas Ai.

Lebih jauh, Ai menyebut kasus-kasus TPPO berbasis eksploitasi seksual cenderung berulang lantaran sindikatnya kerap tak tersentuh. Penegak hukum, kata dia, kerap hanya berhenti pada penggerebekan lokasi PSK anak. Modus, pola rekrutmen, dan perburuan terhadap sindikat kerap tak dibongkar hingga tuntas. 

“Kalau TPPO itu bagi anak itu, tidak perlu tiga unsur utama (tindak pindana) bisa dibuktikan. Misalnya, proses, cara, dan tujuan. Untuk cara kan tidak harus melalui kekerasan, tetapi justru anak-anak lebih banyak karena iming-iming... Terutama untuk cara, itu walaupun tidak mampu dibuktikan, tetap sudah menjadi sebuah kejahatan TPPO yang harus diusut tuntas,” kata dia. 

Berita Lainnya
×
tekid