Polemik KUHP, Lemhanas minta negara asing terima evolusi hukum RI
Pengesahan RKUHP diklaim sebagai tonggak baru Indoensia sebagai bangsa yang berdaulat karena kini memiliki kodifikasi hukum pidana sendiri.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengklaim, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang disahkan DPR pada pekan lalu, menjadi simbol Indonesia mencapai tonggak baru sebagai bangsa yang berdaulat dan beradab. Dalihnya, baru kali ini mempunyai kodifikasi hukum pidananya sendiri.
Dirinya juga sesumbar, KUHP tersebut merefleksikan nilai-nilai Indonesia, hak asasi manusia (HAM), hingga paradigma pemidanaan modern. Ini berbeda signifikan bahkan meninggalkan paradigma beleid sebelumnya, yang dibentuk pada zaman kolonial.
"Selama 77 tahun sudah Indonesia merdeka, baru sekaranglah Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidananya sendiri," ucap Moeldoko dalam keterangannya, Senin (12/12).
Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto, meminta negara asing dan organisasi internasional menerima dan memahami evolusi pembangunan hukum Indonesia.
"Pembangunan hukum di Indonesia telah dilakukan dengan mengadopsi perkembangan paradigma hukum pidana modern serta memperhatikan kebutuhan untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jaleswari Pramodhawardani, memaparkan, secara pragmatis, akan ada perbedaan pandangan dalam setiap produk hukum yang dibentuk. Sebagai negara hukum dan demokrasi, sebutnya, Indonesia memiliki mekanisme untuk menyelesaikan persoalan itu.
"Kita sudah memiliki mekanisme yang berbasiskan pada prinsip negara hukum dan demokrasi dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terkait dengan produk hukum berupa undang-undang melalui koridor judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)," paparnya.
Dia mengklaim, pemerintah bakal menghormati proses hukum tersebut jika ada kelompok masyarakat yang menguji KUHP ke MK.
Disahkannya RKUHP menjadi atensi masyarakat dunia. Salah satu aturan yang disoroti tentang larangan seks di luar nikah dan kohabitasi.
Sementara itu, PBB menyoroti beberapa hal lainnya. Misalnya, mengancam hak kebebasan pers, hak kesehatan seksual, hak privasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak beragama atau berkeyakinan, serta diskriminasi terhadap LGBT.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB