Polri: Ada kaki tangan Benny Wenda dalam kerusuhan di Jayapura
Provokasi dan kericuhan diprediksi akan terus berlangsung hingga berakhirnya sidang PBB pada 27 September.

Aksi unjuk rasa disertai kerusuhan di Wamena, Papua, ditengarai digerakkan oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, AMP merupakan kaki tangan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang dipimpin Benny Wenda.
"Bahkan, mereka (AMP) terbukti berhubungan langsung dengan Benny Wenda," ujar Dedi kepada wartawan di gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/9).
Dijelaskan Dedi, kerusuhan terjadi karena provokasi mahasiswa eksodus dari AMP yang berniat mendirikan posko di Universitas Cenderawasih (Uncen). "Posko itu juga akan mereka gunakan untuk propaganda, provokasi dan merencanakan aksi lainnya," kata Dedi.
Namun, rencana itu ditolak mahasiswa dan rektor Uncen. Khawatir rusuh, aparat keamanan kemudian membawa mahasiswa eksodus keluar dari Uncen menuju ke Expo Waena, Jayapura. Di Expo Waena itulah, aparat yang tengah beristirahat diserang.
"Satu anggota TNI meninggal dunia, enam anggota brimob kritis karena luka benda tajam dan timpukan batu. Kemudian tiga orang mahasiswa eksodus meninggal dunia," tutur Dedi.
Kerusuhan tak hanya terjadi di Jayapura saja. Namun, rusuh juga menyebar hingga ke Wamena. Peserta unjuk rasa juga dilaporkan merusak dan membakar sejumlah fasilitas publik di Wamena. Hingga kini, sudah 318 mahasiswa diamankan dalam peristiwa tersebut.
Dedi menduga kericuhan sengaja dilakukan untuk memanfaatkan momentum sidang Majelis Umum PBB yang tengah berlangsung di New York, Amerika Serikat. Tidak tertutup kemungkinan aksi unjuk rasa bakal terus terjadi hingga berakhirnya sidang PBB pada 27 September mendatang.
Terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Effendi Simbolon meminta pemerintah lebih serius untuk menyelesaikan gejolak di tanah Papua. Jika persoalan di Papua tidak ditangani hingga ke akar-akarnya, ia khawatir, konflik yang terus terjadi bisa memunculkan celah untuk referendum.
"Tapi, kalau hanya sekedar tambal-sulam, luka ada sedikit goresan kemudian diperbaiki, silakan seperti ini. Kita akan melihat terus-menerus (kerusuhan). Jujur saja, di dunia internasional isu ini semakin seksi," kata Effendi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9).
Effendi menyarankan agar Presiden Jokowi berdialog dengan pemegang noken di Papua. Menurut dia, para pemegang noken ialah tokoh adat yang sebenarnya mewakili rakyat Papua asli. Terlebih, sistem noken dipakai saat referendum untuk memutuskan Papua (Irian Barat) bergabung dengan Indonesia digelar pada periode 1962-1969.
"Kurang lebih 400-450 orang (pemegang noken). Paling tidak, walapun kita mengganggap tidak seluruhnya, tapi mereka terwakili. Sehingga tidak ada ruang bagi OPM, Papua Merdeka atau Papua Barat. Itu yang kemudian memanfaatkan celah kelemahan kita," jelas Effendi.
Lebih jauh, Effendi meminta pemerintah mewaspadai kemungkinan isu Papua diselipkan dalam agenda sidang Majelis Umum PBB. "Kalau tidak ada, kita jangan mengganggap, 'Oh, ini sudah selesai.' Apalagi, kalau ada. Kalau saya anggap, terus terang, penanganan kita belum baik," ujar dia.

Konglomerat ramai-ramai caplok bank bermodal mini
Senin, 25 Jan 2021 16:15 WIB
Cerita mereka yang setengah mati berburu ruang rawat inap Covid-19
Minggu, 24 Jan 2021 16:56 WIB