close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 menangis saat berlangsungnya sesi konferensi pers di Jakarta, Senin (5/11)/ Antara Foto
icon caption
Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 menangis saat berlangsungnya sesi konferensi pers di Jakarta, Senin (5/11)/ Antara Foto
Nasional
Selasa, 06 November 2018 10:57

Aksi diam Rusdi Kirana dan tangis Kabasarnas di depan keluarga korban Lion Air

Selama sesi keluh kesah dari keluarga penumpang berlangsung, Rusdi terlihat lebih banyak duduk tunduk serta menghindari sorot kamera media. 
swipe

Pendiri maskapai penerbangan Lion Air Group Rusdi Kirana menjadi sasaran tumpahnya tangis kekecewaan keluarga korban penerbangan Lion Air JT-610 saat pemerintah bersama Lion Air Group menggelar pertemuan dengan pihak keluarga korban, di Hotel Ibis Cawang, Jakarta Timur, Senin (5/10). 

Selain Rusdi, dalam pertemuan itu hadir juga Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) M Syaugi, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjo serta manajemen Lion Air.

Salah seorang keluarga korban bernomor manifest 122 atas nama Shandy Johan Ramadhan dengan suara parau gemetar menahan tangis, mencecar Rusdi atas beberapa hal. Dia menilai Lion senantiasa tersandung masalah keselamatan penerbangan dan tampak abai atas nyawa penumpangnya tersebut. Dia mengaku tak pernah sekali pun dihubungi pihak Lion Air selepas peristiwa jatunya pesawat di perairan Karawang. 

"Saya tidak ingin jadi provokator, tapi saya anggap pak Rusdi Kirana gagal. Kami kehilangan anak kami terkasih, bukan sekedar barang yang dibuang ke laut," ujarnya dengan nada tinggi penuh amarah sambil tersedu-sedu.

Menurutnya, kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban tidak dapat dianggap sebagai wujud kepedulian pihak maskapai berlogo kepala Singa itu kepada penumpangnya. Sebab dianggap sebagai kewajiban Lion Air kepada keluarga. Dia meminta Lion merangkul dan berempati dengan cara memberikan informasi secara terbuka dan jelas kepada pihak keluarga.

Tangis kekecewaan lainnya datang dari Mohamad Bambang Sukandara, orang tua penumpang pesawat JT 610 asal Jawa Tengah bernama Pangkiy Pradana Sukandar. Bambang menangis sambil menuntut klarifikasi terkait masalah yang sudah dialami pesawat tersebut sebelum lepas landas pada Senin (29/10).

“Kami dapat informasi benar atau tidak, sekali lagi, mohon maaf benar atau tidak, bahwa pesawat ini sudah bermasalah dari Bandara Ngurah Rai, Bali?” tanya Bambang dengan suara berat dan mata berkaca-kaca. Bambang juga meminta pemerintah melakukan investigasi terkait informasi yang beredar itu. 

Dia mengimbau pemerintah lebih serius dalam  memperbaiki manajemen Lion Air Group. Apalagi menurutnya, maskapai ini memiliki banyak masalah.

"Jangan sampai kejadian ini berulang, sudah banyak sekali. Saya tidak bermaksud mendiskreditkan Lion Air, tapi inilah kenyataan yang ada. Anakku 29 tahun, Pak. Kerja di Bangka Belitung. Anaknya satu, putri berusia 4 tahun. Pilihan ke sana (Bangka Belitung) tidak ada lagi, selain pakai Lion," imbau Bambang sambil terisak.

Dia pun memohon kepada pemerintah untuk menambah maskapai penerbangan lain agar ada pilihan maskapai.

Di sisi lain, adik kandung penumpang bernomor manifes 131 bernama Ahmad Endang Rohmanah meminta Kementerian Perhubungan dapat mengatur perang tarif maskapai murah di Indonesia. Tujuannya, agar maskapai seperti Lion yang memiliki armada besar tidak lagi menyepelekan aspek keselamatan penumpang

"Jangan ragu untuk mengatakan tidak layak dan secepatnya cari maskapai yang layak," ujarnya. 

Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri juga tak lepas dari kritik keluarga korban lantaran prosedur identifikasi korban yang dianggap rumit dan terlalu  prosedural.

Anak dari korban atas nama Muas Effendi Nasution  ini mengaku dimintai data asli sidik jari ayahnya. Namun, ketika dokumen telah dikirim dari Medan, petugas DVI malah meminta fotonya saja.

"Ini maksudnya apa. Kalau diinfokan, kami bisa beri data," kata dia.

Acuh tak acuh Rusdi Kirana

Rusdi Kirana di tengah hadangan tangis kekecewaan keluarga korban pesawat bernomor registrasi PK-LQP, tampak datar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Selama sesi keluh kesah dari keluarga penumpang berlangsung, Rusdi terlihat lebih banyak duduk tunduk serta menghindari sorot kamera media. 

Sementara, saat salah satu keluarga penumpang, M. Bambang, terus menyebut-nyebut namanya sebagai pihak paling bertanggung jawab, Rusdi tetap diam seribu bahasa. Dia bahkan meminta teknisinya untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.

Menjelang akhir pertemuan, Rusdi hanya berdiri diam. Ia hanya terdiam sambil menelangkupkan kedua telapak tangannya sebagai tanda permintaan maaf.

Tangis Kabasarnas

Ketua Basarnas M. Syaugi tidak mampu menahan tangisannya setelah mendengar asa yang kian surut terlontar dari para keluarga korban yang hadir. Sebagai pihak yang senantiasa turun ke lapangan menyaksikan evakuasi korban, dia mengaku sembari mengemban tugas, sembari itu pula dia menahan rasa iba. Namun, hal itu tak menyurutkan totalitas dirinya dan timnya.

"Kami bukan manusia super, bukan manusia sempurna. Saya di lapangan, di laut, saya tidak menyerah. Mudah-mudahan dengan waktu yang ada ini, kami tetap all out. Walaupun sampai sepuluh hari nanti, kalaupun masih ada kemungkinan untuk ditemukan korban lainnya, saya yakin, saya bersama tim SAR lainnya akan terus mencari saudara-saudara saya ini, untuk itu kami mohon doanya," ucapnya dengan kata terbata-bata sambil sesekali mengusap air matanya.

Ucapan Syaugi dibarengi tangis itu mengundang tepuk tangan haru dari para keluarga korban yang hadir. Mereka kompak berdiri mengapresiasi kerja keras dan keberanian Syaugi bersama tim selama ini.

Syaugi juga mencoba menenangkan para keluarga korban dengan menyampaikan kabar bahwa proses evakuasi korban akan diperpanjang hingga Rabu (7/11), menyisir seluruh sudut pantai Tanjung Karawang, Jawa Barat hingga radius 250 meter.

img
Soraya Novika
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan