sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sekolah jadi tempat isolasi pasien Covid-19: Bukan solusi, justru masalah baru

Pemprov DKI Jakarta berencana menyulap ratusan sekolah menjadi tempat isolasi pasien Covid-19. Namun, terjadi penolakan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Sabtu, 09 Mei 2020 06:02 WIB
Sekolah jadi tempat isolasi pasien Covid-19: Bukan solusi, justru masalah baru

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan daftar sekolah yang bakal disulap menjadi tempat tinggal tenaga medis dan isolasi pasien Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Daftar tersebut terdapat dalam surat edaran nomor 4434/-1.772.1 yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana pada 20 April 2020.

Ada dua tempat dan lima sekolah yang akan dijadikan tempat tinggal tenaga medis, dan 136 sekolah lokasi isolasi pasien Covid-19. Sekolah-sekolah itu disiapkan sebagai tindak lanjut Instruksi Sekretaris DKI Jakarta Nomor 29 Tahun 2020 tentang Penyediaan Akomodasi dan Fasilitas Pendukung bagi Tenaga Kesehatan yang Terlibat Penanganan Covid-19.

Di Jakarta Barat ada 24 sekolah yang bakal dijadikan lokasi isolasi pasien Covid-19. Kemudian, Jakarta Timur ada 24 sekolah, Jakarta Pusat 36 sekolah, Jakarta Selatan 19 sekolah, Jakarta Utara 20 sekolah, dan Kepulauan Seribu 13 sekolah.

Untuk tenaga medis, disiapkan dua tempat dan lima sekolah. Dua tempat, selain sekolah bagi tenaga medis ialah Rumah Dinas Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (P3PAUD dan Dikmas) di Jakarta Barat dan Gedung Pusat Pengembangan Kompetensi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Kejuruan (P2KPTK2) di Jakarta Timur.

Melalui keterangan resmi yang diterima reporter Alinea.id, Kepada Subbagian Humas Kerjasama Antar Lembaga Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sonny Juhersoni mengatakan, Dinas Pendidikan memperhatikan beberapa masukan dan usulan dari kelurahan dan kecamatan.

“Oleh sebab itu, rencana penggunaan sekolah masih dalam tahap kajian teknis dan peninjauan lapangan,” kata Sonny dalam keterangan tertulis, Selasa (5/5).

Meski begitu, wacana ini sudah sampai ke telinga masyarakat yang lokasinya dekat dengan sekolah-sekolah yang diproyeksikan menjadi tempat isolasi pasien Covid-19. Di beberapa tempat, warga menolak rencana itu.

Misalnya saja warga Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Di lokasi ini, ada delapan sekolah yang masuk daftar bakal disulap jadi tempat isolasi, yakni TK Negeri 01, SDN 09 Kebon Baru, SDN 011 Kebon Baru, SDN 07 Kebon Baru, SDN 05 Kebon Baru, SDN 10 Kebon Baru, SMP 265, dan SMAN 37 Jakarta.

Sponsored

Warga Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat juga menolak rencana ini. Di wilayah ini, SDN 01/02 Johar Baru ditunjuk sebagai tempat isolasi pasien terjangkit Covid-19.

Wacana yang perlu dipertimbangkan

Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur Ade Narun mengatakan, secara prinsip pihaknya siap jika bangunan sekolah di wilayahnya dipakai sebagai tempat isolasi pasien Covid-19. Namun, ia tak menampik ada penolakan dari warga.

“Kalau soal penolakan itu wajar. Tapi, menurut saya, kita mesti memberikan pemahaman, sosialisasi,” ucapnya saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (5/5).

Di wilayah Jakarta Timur, sekolah yang rencananya akan dijadikan tempat isolasi, antara lain SDN Rawamangun 02, SDN Rawamangun 05, SDN Jatinegara Kaum 01, SDN Jatinegara Kaum 03, SDN Penggilingan 03, SDN Penggilingan 04, SDN Penggilingan 09, dan SDN Pisangan Baru 01.

Lalu, SMP Negeri 256 Jakarta, SMP Negeri 139 Jakarta, SMP Negeri 195 Jakarta, SMP Negeri 202 Jakarta, SMP Negeri 232 Jakarta, SMP Negeri 62 Jakarta, SMA Negeri 71 Jakarta, SMA Negeri 54 Jakarta, SMA Negeri Unggulan MH Thamrin, SMK Negeri 7 Jakarta, SMK Negeri 26 Jakarta, SMK Negeri 5 Jakarta, SMK Negeri 24 Jakarta, SMK Negeri 66 Jakarta, SMK Negeri 68 Jakarta, dan Gifed School Cawang.

Saat dikonfirmasi, Wakil Ketua II Tim Gugus Tugas Covid-19 DKI Jakarta Catur Laswanto tak memberikan banyak komentar. “Sampai saat ini belum ada keputusan final terkait penggunaan sekolah untuk tempat isolasi,” katanya saat dihubungi, Selasa (5/5).

Seorang karyawan memeriksa ruangan tempat tinggal di SMK Negeri 27 Jakarta, Jumat (24/4/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Dihubungi terpisah, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti mengapresiasi langkah Pemprov DKI yang menyediakan lokasi isolasi di sekolah untuk pasien Covid-19.

Menurutnya, hal itu adalah upaya nyata yang diperlukan untuk mengantisipasi banyaknya orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) di Ibu Kota. Sementara rumah sakit yang ada, tak bisa lagi menampung pasien.

Akan tetapi, Retno mengatakan, pihaknya sudah menerima dua pengaduan keberatan atas rencana itu. Untuk menindaklanjutinya, Retno menuturkan, KPAI berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI untuk mendapat penjelasan.

“KPAI memberikan dua rekomendasi. Pertama, mendorong Pemprov DKI memberikan penjelasan kepada publik melalui infografis yang cepat dibagikan dan mudah dipahami masyarakat,” ujar Retno saat dihubungi, Selasa (5/5).

Retno menjelaskan, hal itu perlu dilakukan, selain sosialisasi yang dilakukan pihak kelurahan dan kecamatan di sekolah yang bakal disulap jadi tempat isolasi. Masyarakat, kata dia, perlu juga diberikan penjelasan bila dalam kondisi pandemi dibutuhkan empati, kepekaan, dan kompetensi bertahan hidup.

“Para guru di sekolah-sekolah yang ditujuk juga harus disosialisasi agar tidak memiliki kekhawatiran jika tertular saat masuk sekolah nanti,” kata dia.

Rekomendasi kedua, sambung Retno, KPAI mengingatkan dan meminta Pemprov DKI untuk menyiapkan hal-hal penting, bila sekolah digunakan sebagai lokasi isolasi. Misalnya, memastikan toilet yang memadai dan menambah jumlah wastafel di ruang kelas.

“Dari pengawasan KPAI ke sekolah selama ini, untuk jenjang SD masih banyak sekolah negeri yang toiletnya kurang layak dan wastafel yang jumlahnya terbatas dan terkadang dalam keadaan rusak,” ucapnya.

Selain itu, ia menyarankan, secara rutin sekolah yang digunakan sebagai tempat isolasi perlu disterilkan dengan disinfektan, sesuai prosedur kesehatan.

“Tentu hal ini juga untuk melindungi anak-anak sekolah tersebut, jika sekolah kembali aktif nantinya,” katanya.

Pertimbangkan tempat lain

Bukan hanya warga sekitar lingkungan sekolah, anggota DPRD DKI Jakarta pun ada yang kurang sepakat dengan wacana ini. Ketua fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan, masih banyak bangunan lain yang bisa dimanfaatkan untuk lokasi isolasi pasien Covid-19, selain sekolah.

“Misalnya gelanggang olahraga (GOR) dan balai rakyat,” ujar Wibi saat dihubungi, Selasa (5/5).

Ia menyarankan, Pemprov DKI mengoptimalkan dahulu ruang-ruang tersebut, sebelum menunjuk sekolah sebagai lokasi isolasi. Menurutnya, meski bangunan sekolah saat ini tidak digunakan, tetapi perlu mempertimbangkan letaknya yang mayoritas dekat dengan permukiman warga.

“Bahwasanya kita semua fokus terhadap Covid-19 dan pastinya harus fokus juga terhadap psikologis daripada warga,” ujar Wibi.

Pegawai beraktivitas di SMK Negeri 27 Jakarta, Selasa (21/4/2020). Foto Antara/Aprillio Akbar.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam menentukan tempat isolasi perlu diperhatikan kondisi lingkungan, termasuk padat penduduk atau tidak. Selain itu, perlu diperhatikan pula mengenai jumlah orang lanjut usia (lansia) dan interaksi sosial di lokasi itu.

“Kebon Baru (Tebet) punya balai rakyat yang jauh dari lingkungan, kenapa kita enggak optimalkan dulu yang di situ?” ujar dia. Jika tak ada tempat lain, menurut Wibi, pilihan terakhir baru sekolah.

Ketua fraksi PDI-P Gembong Warsono pun sepakat, sekolah menjadi opsi terakhir. Ia menilai, Pemprov DKI bisa mempertimbangkan GOR, yang hampir di setiap kecamatan dan tingkat kota memilikinya.

“Saya kira itu akan jauh lebih baik. Tidak mengganggu psikologis masyarakat dan siswa,” ujar Gembong saat dihubungi, Selasa (5/5).

Bahkan, Gembong tak mempermasalahkan jika ruang-ruang di Gedung DPRD DKI dimanfaatkan sebagai ruang isolasi pasien Covid-19.

“Itu kan gedung rakyat. Ketika rakyat mau menggunakan, ya saya kira enggak soal karena itu untuk kepentingan yang lebih besar,” ujar Gembong.

Ia mengatakan, jika menggunakan Gedung DPRD DKI, yang perlu diperhatikan tinggal mencari ruangan yang bisa dimanfaatkan. Lalu, menjalankan protokol kesehatan.

“Supaya tidak mengganggu kinerja dewan, tinggal diatur itu saja,” ucapnya.

Malah munculkan masalah

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat, penggunaan sekolah untuk isolasi bisa memunculkan masalah baru. Jika rencana itu tetap dilanjutkan, katanya, bukan tidak mungkin terjadi diskriminasi.

“Sebab, sekolah yang diusulkan berstatus negeri. Sehingga memicu munculnya pendapat sekolah di swasta lebih enak daripada di negeri,” kata dia saat dihubungi, Selasa (5/5).

“Hal ini belum ditambah waktu yang digunakan untuk melakukan sterilisasi jika wabah sudah selesai.”

Di samping itu, problem yang akan muncul ialah gelombang protes dari warga yang tinggal di sekilar lingkungan sekolah yang dijadikan tempat isolasi. Jika hal itu terjadi, kata Trubus, justru bisa membahayakan pasien yang diisolasi.

Trubus pun melihat, penolakan warga Kebon Baru dan Kampung Rawa sebagai hal yang tak bisa dipandang remeh. Menurutnya, protes warga itu bisa menjadi pemicu untuk warga lainnya yang tinggal di sekitar sekolah melakukan aksi serupa.

Infografik sekolah tempat isolasi pasien Covid-19. Alinea.id/Oky Diaz.

“Kalau dipaksakan di sekolah, tentu dengan segala risiko yang harus dihadapi Pemprov DKI Jakarta. Baik risiko benturan fisik, maupun risiko efek domino lainnya, misalnya penularannya malah tambah banyak,” kata dia.

Jika memaksakan menggunakan sekolah, menurutnya, akan menjadi bom waktu dalam jangka panjang. Karena itu, Trubus menyarankan agar Pemprov DKI memilih lokasi isolasi yang jauh dari permukian, seperti salah satu pulau kosong di Kepulauan Seribu atau memakai Gedung DPRD DKI.

“Lokasi Gedung DPRD DKI (di Kebon Sirih, Jakarta Pusat) terbilang strategis dan jauh dari permukiman warga,” tuturnya.
 

Berita Lainnya
×
tekid