sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Siasat demi booster saat stok vaksin Covid-19 menipis

Stok vaksin Covid-19 sempat menipis, membuat warga yang ingin melakukan booster kebingungan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 29 Nov 2022 16:22 WIB
Siasat demi <i>booster</i> saat stok vaksin Covid-19 menipis

Pada awal November lalu, Suhardinata atau akrab disapa Ardi, sempat kelimpungan mencari pelayanan vaksinasi Covid-19 dosis lanjutan atau booster untuk ibunya yang hendak berangkat umroh. Ia menyambangi Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang tak jauh dari rumahnya. Namun, stok vaksin di sana kosong.

Tak patah arang, pemuda 27 tahun itu lantas mencari ke beberapa fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Jakarta, seperti daerah Mampang, Cilandak, dan Kebayoran. Lagi-lagi, ia tak mendapatkannya.

“Mungkin (saat itu) dari pemerintah belum tersedia lagi. Saya juga enggak ngerti,” ujarnya kepada reporter Alinea.id, Kamis (24/11).

Sulit dicari

Usaha Ardi akhirnya membuahkan hasil, usai dua minggu pencarian berkat informasi dari sanak saudaranya. Ia tak habis pikir, pemerintah menganjurkan agar masyarakat melakukan booster, tetapi persediaannya tak ada.

“Sudah cari ke mana-mana. Buang-buang waktu juga, masalahnya mesti bagi jam (untuk kerja),” kata pria berstatus pegawai swasta itu.

Susahnya mencari vaksin Covid-19 booster juga dialami Muza—bukan nama sebenarnya—pada Oktober lalu. Ia ingin booster karena menjadi syarat perjalanan kereta dari Jakarta ke Jawa Tengah. Ia rajin mencari informasi di internet, tetapi ketersediaan vaksin selalu tak ada.

“Kakak saya yang kerja di rumah sakit saja bilang, ‘susah carinya. Di rumah sakit saja mungkin enggak ada, apalagi di puskesmas’,” ucap Muza, Kamis (24/11).

Sponsored

Presiden Jokowi menerima vaksinasi Covid-19 penguat kedua di halaman Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/11/2022)./Foto BPMI Setpres/Laily Rachev/setkab.go.id

Muza inisiatif menyambangi puskesmas di daerah Jakarta Selatan, tetapi memang belum tersedia stok vaksin. Ia kembali mencari informasi di media sosial. Akan tetapi, seseorang malah menawarkan jalan pintas.

“(Orang itu bilang) ‘enggak usah vaksin, beli sertifikat saja’,” kata dia.

Mulanya ia ragu. Namun, karena merasa tak kunjung dapat vaksin, sedangkan ia akan bepergian ke luar kota, tawaran itu diterima. Muza mengaku mengeluarkan uang Rp250.000 untuk membeli sertifikat vaksin dosis ketiga.

“Ternyata ada di pasar gelap (sertifikat vaksin Covid-19). Jadi kayak jual-beli barang ilegal, padahal kebutuhan legal,” ujarnya.

Menurut Muza, orang yang menawarkan jasa tersebut mengaku pernah menjadi pegawai di BUMN, yang tugasnya mengurus data vaksin.

“Enggak ada satu jam langsung jadi. Masuk (aplikasi) Peduli Lindungi. Bisa di-scan di mana-mana,” ucapnya.

Kisah berbeda dialami Puti Ayu Anandita. Ia bertutur, di kampung halamannya di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, banyak orang enggan melaksanakan vaksinasi Covid-19. Alasannya, takut dan termakan hoaks. Kondisi itu sudah terjadi sejak imbauan vaksinasi dosis satu dan dua.

Situasi itu berlanjut ketika pemerintah mengimbau penyuntikan dosis ketiga. Karena banyak warga yang tak mau divaksinasi, akibatnya stok vaksin di puskesmas kecamatan kampungnya kedaluwarsa. Informasi vaksin kedaluwarsa ia ketahui ketika menemani adiknya untuk booster pada awal Agustus lalu.

“Akhirnya adikku berangkat ke (Kota) Padang (untuk vaksin),” kata dia, Kamis (24/11).

Dari kampung halamannya ke Kota Padang membutuhkan waktu empat jam. Akses jalannya juga tak mudah. Kedaluwarsanya vaksin pun berdampak pada ibunya, yang berencana mau ke Jawa pada Desember nanti. Menurut Puti, ketersediaan kembali stok vaksin di daerahnya butuh waktu lama.

“Baru diperbaharui (stok vaksin booster) sekitar seminggu yang lalu kalau enggak salah. Dan itu cuma ada di Kota Padang,” kata Puti, yang kini bermukim di Yogyakarta.

“Sekarang vaksinnya yang terdekat enggak ada. Secara akses kan kalau ke Kota (Padang) lumayan jauh.”

Di sisi lain, mahasiswi magister Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mendapat penolakan di salah satu klinik di Yogyakarta untuk booster. Alasannya, Puti sudah memiliki sertifikat dosis ketiga. Ia mengatakan, mengetahui dapat sertifikat vaksin booster sekitar Juli lalu.

“Aku juga enggak tahu, (kenapa) dapat setifikat. Aku enggak beli (sertifikat vaksin). Tiba-tiba dapat SMS (pemberitahuan sertifikat terbit),” tuturnya.

Mulanya, Puti tak ambil pusing. Akhirnya, ia merasa rugi tak benar-benar mendapat suntikan booster. Ia juga bingung mengapa nomor induk kependudukan (NIK) dirinya bisa terdata telah dapat booster.

“Aku ngerasa dataku tiba-tiba dipakai nih. Pasti buat laporan nih, biar target vaksin terpenuhi. Aku malah mikir gitu,” ujar Puti.

Stok sudah ada

Ilustrasi vaksin Covid-19 produksi Pfizer./Foto Pixabay

Terkait masalah yang dialami Puti, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyarankan agar mengecek tiket vaksinnya. Jika sudah terpakai, maka bisa mendatangi fasilitas kesehatan.

“Jangan klinik swasta atau sentra vaksinasi karena pasti mereka tidak paham. Datanya dinas kesehatan,” katanya, Jumat (25/11).

“Tapi, rasanya hal tersebut sudah sangat jarang terjadi kalau saat ini. Mungkin (ada) satu-dua kasus, tapi bisa mendatangi puskesmas untuk menyampaikan masalahnya.”

Lebih lanjut, Nadia mengakui stok vaksin dosis ketiga memang sempat menipis pada awal Oktober lalu. Saat itu, perhitungannya produksi vaksin dalam negeri bisa mengisi, tetapi prediksi meleset.

Kala itu, Kemenkes pun berharap laju penyuntikan vaksin booster lebih cepat, sehingga stok yang ada bisa dimanfaatkan. Namun, hal itu juga meleset karena banyak orang yang tak segera booster.

“Padahal waktu itu jumlahnya cukup banyak. Ada kurang lebih 10 juta vaksin yang expired, tidak digunakan masyarakat yang seharusnya bisa untuk vaksinasi booster,” ujarnya.

Berdasarkan data Kemenkes, per 28 November 2022 capaian vaksinasi kesatu 203.715.848 dosis (86, 81%), vaksinasi kedua 174.119.714 dosis (74, 20%), vaksinasi ketiga 66.624.569 dosis (28, 39%), dan vaksinasi keempat 795.294 dosis (3, 45%) dari total sasaran vaksinasi 234.666.020 orang. Data tersebut menunjukkan jarak yang sangat jauh antara jumlah vaksinasi kedua dan ketiga.

Menurut Nadia, pada Oktober stok vaksin masih ada. Jumlahnya antara dua hingga tiga juta vaksin, tersebar di 10.000 puskesmas dan 2.000 rumah sakit.

“Kemudian ada yang jadi buffer stock di kabupaten/kota dan provinsi. Padahal kecepatan penyuntikannya berbeda-beda (tiap daerah). Itu yang menyebabkan kadang-kadang akhirnya penggunaan vaksinnya tidak efisien,” kata dia.

“Di sisi lain, ada daerah-daerah yang memang kecepatan penyuntikannya besar, seperti DKI (Jakarta), itu vaksinnya cepat habis.”

Kemenkes lantas memesan vaksin kembali kepada Covid-19 Vaccines Global Access atau COVAX Facility demi memenuhi kebutuhan booster. Sebanyak lima juta vaksin Pfizer pun sudah dipesan, dan didistribusikan 2,5 juta sejak awal November.

Dalam meningkatkan capaian vaksinasi dosis ketiga, Nadia menuturkan, Kemenkes tetap melakukan edukasi, serta menjadikan booster sebagai syarat perjalanan dan akses masuk ke tempat-tempat publik.

Infografik vaksin Covid-19 booster. Alinea.id/Aisya Kurnia

“Tentunya kita berharap bahwa masyarakat memahami dan memiliki kesadaran untuk (segera vaksinasi agar) melindungi dirinya, orang di sekitarnya, serta keluarganya,” kata Nadia.

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sejak dua pekan lalu stok vaksin sudah tersedia lagi. “Waktu itu menunggu kiriman dari Pfizer dan produksi IndoVac (vaksin dalam negeri),” katanya saat dihubungi, Jumat (25/11).

Warga Jakarta, ujar Pandu, bisa mengecek layanan vaksin booster di aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Masyarakat juga bisa menanyakan ketersediaan vaksin ke dinas kesehatan setempat.

Mengenai adanya praktik jual-beli sertifikat vaksin saat stok menipis, lanjutnya, jelas perbuatan yang salah. “Gunanya vaksinasi untuk melindungi, bukan biar dapat sertifikat,” ujarnya.

Sedangkan terkait warga yang mendapat sertifikat vaksin, tetapi belum booster, Pandu menyarankan agar segera melapor. Menurut Pandu, masalah tersebut muncul kemungkinan karena ada oknum yang menjual jatah vaksinnya. Pelaporan, kata Pandu, bisa langsung ke dinas kesehatan atau Kemenkes.

“Nanti dicari siapa petugas yang mengeluarkan. Apakah ada oknum? Kan kita enggak tahu. Orang niatnya baik, tapi ada satu-dua yang jahat,” ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid