sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

YLBHI: Proses hukum kasus Novel untuk hilangkan jejak aktor sebenarnya

Ada unsur kesengajaan pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 12 Jun 2020 14:14 WIB
YLBHI: Proses hukum kasus Novel untuk hilangkan jejak aktor sebenarnya

Tuntutan satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dinilai tidak sebanding dengan apa yang dialami penyidik senior KPK itu.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati meniai, tuntutan JPU menegaskan, bahwa proses hukum dalam kasus Novel hanyalah sebagai formalitas belaka.

Sedari awal ia mencium 'aroma' proses hukum yang berjalan hanya untuk menghilangkan jejak pelaku (aktor) sebenarnya.

"Tuntutan ini memperjelas memang proses hukum (kasus Novel) hanya untuk menghilangkan pelaku sebenarnya, terutama aktor intelektual yang merencanakan dan menggerakkan pelaku lapangan," kata Asfinawati saat dihubungi Alinea.id, Jumat (12/6).

Menurutnya, landasan tuntutan JPU yang menyatakan bahwa pelaku tidak berniat melukai Novel sangatlah tidak masuk akal. Pasalnya, lanjut dia, jelas ada unsur kesengajaan ketika melihat barang bukti rekaman CCTV. Pelaku menyiramkan air keras ke wajah Novel.

Kalau pun itu tidak disengaja, kata Asfinawati, dari mana JPU mengetahui alasan yang sebenar-benarnya. Kasus penyiraman ini, lanjut dia, dapat dipastikan adalah kejahatan yang terencana.

"Ini direncanakan, terkait dengan posisi dan rekam jejak Novel dalam melakukan penyidikan kasus pemberantasan korupsi," tegas dia.

Sementara itu, Anggota Fraksi Demokrat DPR RI, Didik Mukrinato menegaskan, JPU harus menjelaskan kepada publik agar tidak ada spekukasi dan keresahan terhadap tuntutannya dalam kasus Novel.

Sponsored

Menurut Didik, wajar kalau ada sebagian masyarakat yang mempunyai harapan dan ekspetasi tinggi, khususnya terhadap sanksi yang didapatkan para terdakwa.

Pasalnya, kasus ini cukup mendapat perhatian publik, salah satunya dianggap sebagai upaya untuk menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi yang menjadi musuh bangsa dan negara.

"Kasus ini cukup menyita perhatian dan mengulak-alik psikologis publik, khususnya penggiat anti korupsi, mengingat kasus ini pengungkapannya cukup dinamis haik dalam perspektif political will penegakan hukum, maupun waktu dan prosesnya," papar dia.

Namun demikian, Didik juga mengingatkan kalau hukum tetap harus terukur dan harus rasional. Oleh sebab iti, guna menjawab spekulasi dan kegelisahan publik terhadap tuntutan, ia berharap JPU dapat menjelaskan seterang-terangnya kepada publik standing case, fakta dan standing yuridis yang menyertainya agar tidak ada perasaan publik yang merasa tercabut dari akar keadilan.

Berita Lainnya
×
tekid