sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membaca palagan Jokowi vs Prabowo di Bumi Pasundan

Mampukah Prabowo yang kini berpasangan dengan Sandiaga Uno mengulang sejarah di Jawa Barat?

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 04 Apr 2019 16:59 WIB
Membaca palagan Jokowi vs Prabowo di Bumi Pasundan

Calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto tampil 'habis-habisan' saat berkampanye di hadapan para pendukungnya di Lapangan Sidolig, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/3) lalu. Selama kurang lebih 40 menit, Prabowo membakar semangat ribuan massa pendukungnya yang hadir dalam kampanye akbar itu. 

Tak hanya semburan kritik terhadap pemerintahan Jokowi, ragam guyonan juga terlontar dari mulut mantan Danjen Kopassus itu. Di tengah-tengah pidato, Prabowo bahkan sempat merelakan topi koboi dan baju safarinya yang diincar massa. 

"Saudara-saudara sekalian, saya tidak bisa kasih kaos untuk kalian semua. Jadi, saya kasih baju saya saja. Maaf, cuma satu yang saya pakai. Kalau kaca mata saya? Jangan," ujar dia usai melempar topi dan pakaiannya ke lautan massa.  

Kepada para pendukungnya, Prabowo mengingatkan 'masa-masa indah' Pilpres 2014. Prabowo pun meminta agar masyarakat Jabar memenangkan Prabowo-Sandi dengan mencoblos ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 17 April mendatang. 

"Saudara-saudara saya di Jawa Barat, saya butuh bantuanmu, Jawa Barat. Engkau dulu mendukung saya. Engkau dulu membela saya. Ajak saudara-saudara, teman, keluarga. Datang ke TPS," ujar Prabowo. 

Di Pilpres 2014, Prabowo yang ketika itu berpasangan dengan Hatta Rajassa memang mendominasi raihan suara di Jabar. Pasangan Prabowo-Hatta sukses mendulang hingga 59,78% suara sah. Jokowi yang ketika itu berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) hanya mampu meraup 41,22% suara. 

Dalam kontestasi elektoral nasional, Jabar memang diperebutkan. Dengan jumlah populasi pemilih lebih dari 32 juta orang, suara Jabar kerap menjadi penentu kemenangan. Tak heran jika Prabowo dan Jokowi berulang kali mengunjungi provinsi berjuluk Bumi Pasundan itu. 

Pada perhelatan Pilgub Jabar 2018, Prabowo bahkan tercatat sempat beberapa kali turut turun gunung mengampanyekan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diusung Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sudrajat-Syaikhu ketika itu diharapkan bisa mengambil tongkat kepemimpinan dari Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Aher) yang juga kader PKS.

Sponsored

"Kalau Sudrajat-Syaikhu menang di Jawa Barat, insyaallah pada 2019 saudara-saudara akan menentukan presiden baru," ujar Prabowo saat berkampanye di Monumen Perjuangan, Bandung, medio Maret 2018. 

Sayangnya, asa Prabowo tak kesampaian. Di Pilgub 2018, Sudrajat-Syaikhu dipecundangi pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum (Rindu). Pasangan Rindu mengantongi 7.226.254 suara atau 32,88% suara. Pasangan Sudrajat-Syaikhu terpaut cukup jauh dengan raihan 6.317.465 suara atau 28,74% suara. 

Padahal, sebelum mantan Walikota Bandung Ridwan Kamil 'naik kelas', Jabar merupakan basis elektoral kedua parpol itu. Hal itu setidaknya terlihat dari kesuksesan keduanya mengusung Aher sebagai Gubernur Jawa Barat selama dua periode, yakni periode 2008-2013 dan 2013-2018. 

Tuah Kang Emil 

Di pentas Pilpres 2019, PKS dan Gerindra kembali bersekutu mengusung pasangan Prabowo-Sandi. Kali ini, PKS dan Gerindra ditemani Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Namun, menurut pengamat politik Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi, sulit bagi PKS dan Gerindra mengulang era keemasan Aher di Jabar.

Salah satunya karena keberadaan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat. Menurut Muradi, Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, memiliki pengaruh yang besar dalam menggembosi lumbung suara PKS dan Gerindra yang rata-rata antipati terhadap Jokowi.

"Jadi orang-orang yang membenci Jokowi yang ada di Bogor, Cianjur Sukabumi, kemudian Tasikmalaya yang merupakan basisnya PKS itu dimasuki sama Kang Emil dan itu mengubah sikap dukungan. Dengan kata lain Emil berhasil meminimalisir kebencian sebagian orang Jawa Barat terhadap Jokowi," katanya saat dihubungi Alinea.id, belum lama ini. 

 Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan sambutan saat peluncuran Patriot Desa Digital di Aula Barat Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (1/4). /Antara Foto

Selain itu, Muradi mengatakan, elektabilitas Jokowi juga tertolong oleh gerakan relawan di Jabar yang masif mengkampanyekan Jokowi-Ma'ruf. "Ini karena pengaruh Emil juga kenapa masyarakat dan relawan mau gerak," katanya. 

Di Pilgub Jabar, Emil-Uu didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hanura, NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keempat parpol itu mengantongi 24 kursi di DPRD Jabar. Para pengusung Emil-Uu kini beralih mengusung Jokowi-Ma'ruf dengan tambahan PDI-Perjuangan dan Golkar. Keenam parpol itu merepresentasikan lebih dari 60 kursi di DPRD.  

Namun demikian, menurut Muradi, kekuatan parpol tak terlalu signifikan dalam memengaruhi hasil akhir pertarungan. Ia mencontohkan, kinerja PPP sebagai tolok ukur. Meskipun PPP merupakan parpol tempat Uu bernaung, mesin politik PPP tak seratus persen diarahkan untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf. 

"Coba saja lihat, apa ada caleg PPP yang memasang foto Jokowi-Ma'ruf di balihonya? Saya sudah keliling dari Cianjur, Bogor, Bekasi sampai Subang enggak ada caleg PPP yang masang," kata dia. 

Lebih jauh, Muradi mengatakan, naiknya elektabilitas kubu petahana juga karena dijalankannya trisula strategi politik untuk menggembosi kekuatan politik Prabowo di Jabar. Pertama, gencar menyosialisasikan prestasi pemerintahan Jokowi selama 4 tahun berkuasa. 

Kedua, mengedepankan spritualitas Ma'ruf Amin sebagai mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Karena pemilih Jawa Barat ini identik dengan pemilih Islam," ujar dia. 

Terakhir, diembuskannya wacana Kang Emil bakal naik kelas lagi pada 2024. "Kalau Pak Jokowi lagi yang menang, maka peluang warga Jabar untuk ada putranya jadi pimpinan nasional akan terbuka lebar. Dengan kata lain, Kang Emil bisa jadi capres di 2024," katanya. 

Ia memprediksi, pertarungan sengit antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Jabar akan terjadi di kandang PKS, yakni di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya dan Garut. "Yang lainnya mah relatif bisa dimenangkan oleh Jokowi," kata dia. 

Pertarungan partai Islam

Analisis berbeda ditawarkan pengamat politik Indonesia Public Institute (IPI) Jerry Massie. Menurut Jerry, Jabar justru bakal jadi palagan politik partai berjubah agama. Pasalnya, karakateristik pemilih Jabar mirip dengan Aceh. "Provinsi ini merupakam serambi kedua di Indonesia dan dari dulu Jabar basisnya Partai Masyumi," kata dia. 

Karena itu, lanjut Jerry, partai-partai bernafas Islam bakal berada di garda terdepan pertarungan memperebutkan suara di Bumi Pasundan. "Dari kubu 01 itu PPP dari kubu 02 yang itu PKS dan PAN. Partai-partai ini justru yang akan bertarung sengit di Jabar," katanya. 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

*ADMIN* Peta sebaran penguasaan politik oleh 4 pasangan calon dalam pilgub Jabar 2018

Sebuah kiriman dibagikan oleh Ridwan Kamil (@ridwankamil) pada

Menurut Jerry, kedua kubu memiliki wilayah yang menjadi basis elektoral di Jabar. Kubu Jokowi-Ma'ruf misalnya, diprediksi bakal menang telak di basis suara Uu dan PPP di Tasikmalaya. Di sisi lain, Prabowo-Sandi bakal berjaya di Bogor. "Bogor dan sekitarnya agak sulit bagi Jokowi lantaran kota ini dikuasai PAN sama PKS," jelas Jerry. 

Lebih jauh, Jerry memprediksi, pertarungan sengit bakal terjadi Purwakarta,  Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi. "Ketiga daerah itu merupakan lumbung suara Golkar, tapi Demokrat dan PKS juga cukup besar. Begitu pula di Kota Bandung," katanya.

Meskipun sejumlah survei menunjukkan pasangan Jokowi-Ma'ruf mulai menguasai Jabar, Jerry pesimistis raihan pasangan petahana bisa mengangkangi perolehan pasangan Prabowo-Sandi. "Kalaupun (bisa) menang, tak sampai 3% menangnya," kata dia. 

Tak hanya mengandalkan PPP, Jerry menyarankan, pasangan Jokowi-Ma'ruf harus memaksimalkan mesin politik PDI-P. Pasalnya, selain penguasa parlemen Jabar dengan 20 kursi, PDI-P juga terbanyak mengantarkan caleg ke DPR RI dari Jabar. 

"Partai berlambang kepala banteng moncong putih ini meraih 19,63% (di Pileg 2014), Golkar di posisi kedua dengan 16,71% dan Gerindra (di posisi ketiga) dengan 11,22%. Petahana masih bisa menang jika PDI-P tampil impresif," jelasnya. 

Pergeseran elektabilitas

Peneliti Rectoverso Institute, Romdin Azhar mengatakan terjadi pergeseran elektabilitas yang pesat di Jabar, khususnya pada elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf. Hanya dalam waktu kurang dari setahun, pasangan petahana bisa menyalip Prabowo-Sandi. 

Di papan survei Rectoverso yang dirilis pekan lalu, pasangan Jokowi-Ma'ruf meraup 48,96% suara responden sedangkan Prabowo-Sandi mengantongi 46,81%. Tercatat hanya kurang dari 4,23% yang belum menentukan pilihan di Jabar. 

"Sejak setahun lalu, (tepatnya) mulai Mei Juni 2018, kondisi ini (kenaikan) terjadi. Kinerja petahana (di Jabar) dinilai sangat bagus, sebanyak 72% masyarakat Jawa Barat menganggap petahana ini baik dalam kinerjanya," ujar Romdin. 

Dalam surveinya, Rectoverso bekerja sama dengan Jaringan Survei Pemuda Pelajar (JSPP) Jawa Barat. Survei digelar pada periode 15-25 Maret dengan melibatkan 7.500 responden yang tersebar di 15 dapil DPRD Jabar. Metode yang digunakan multistage random sampling dengan batas galat 4,47%. 

Diakui Romdin, dukungan Kang Emil juga berpengaruh besar terhadap akselerasi elektabilitas Jokowi-Ma'ruf. Banyak responden mengaku ikut mendukung Jokowi-Ma'ruf karena 'terdorong' oleh seruan Kang Emil. "Tingkat endorsement hampir 25% dari pemilih. Ini sangat signifikan," imbuhnya.

Selain oleh Rectoverso, keunggulan Jokowi-Ma'ruf di Jabar juga direkam oleh survei Indopolling Network, Center for Strategic and International Studies (CSIS) dan Charta Politika. 

Meskipun diramal bakal kalah oleh sejumlah lembaga, Sekretaris Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandi Jawa Barat, Haru Suandharu, mengaku masih optimistis pasangan jagoannya bakal mengulang sejarah Pilpres 2014. 

Apalagi, Haru mengklaim survei internal menunjukkan elektabilitas Prabowo-Sandi masih unggul hingga dua dijit. "Kalau di survei internal kita, 13% itu untuk (kemenangan) Pak Prabowo," ujar dia. 

Selain menggencarkan kampanye door to door, Haru mengatakan, pihaknya akan menurunkan para relawan untuk mencegah serangan fajar dan politik uang. "Kami meminta kepada saksi dan relawan pada hari tenang untuk jaga lembur. Kalau ada pelaku money politics, langsung di-OTT (operasi tangkap tangan)," kata dia. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid