close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi chatbot./Foto Airam Dato-on/Pexels.com
icon caption
Ilustrasi chatbot./Foto Airam Dato-on/Pexels.com
Peristiwa - Kriminal
Kamis, 17 April 2025 15:59

Solusi agar tak tertipu bukti transfer hasil editan AI

Penipuan memalsukan bukti transfer memanfaatkan AI marak terjadi.
swipe

Beberapa hari lalu, tersebar di media sosial video yang memperlihatkan seorang perempuan yang diduga tengah mengedit bukti transfer di telepon genggamnya saat berbelanja di sebuah toko di Pondok Indah Mall (PIM) 2, Jakarta Selatan.

Tak lama, pelaku lalu memperlihatkan hasil pembayaran yang diduga diedit kepada penjaga toko. Pelaku melakukan pembelian dengan nilai lebih dari Rp2 juta.

Mengedit bukti transfer adalah modus penipuan baru yang memanfaatkan teknologi kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI). Lewat akun resmi Instagram, Bank Indonesia pun mengingatkan nasabah perbankan berhati-hati ketika mendapat bukti transaksi lewat perangkat seluler karena bisa dimanipulasi teknologi AI.

“Cek kejanggalan, misalnya di bagian nomor referensi dan tanggal transfer. Jika dana belum diterima, laporkan ke penyelenggara (pihak bank tempat nasabah menyimpan uang),” tulis Bank Indonesia.

Teknologi AI yang dapat mengubah atau membuat bukti transfer perbankan palsu, salah satunya ChatGPT. Chatbot tersebut dapat menerima perintah dari seseorang untuk membuat bukti tranfer palsu, lalu mengirim hasil editan itu ke sasaran penipuan.

Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengibaratkan AI seperti pisau, yang bisa digunakan untuk memasak, bisa pula disalahgunakan untuk tindak kejahatan. Alfons mengakui, AI memang bisa digunakan untuk membuat bukti transfer palsu.

“Tapi sebenarnya, membuat struk transfer palsu tanpa AI juga bisa dilakukan kok,” kata Alfons kepada Alinea.id, Rabu (16/4).

“(Misalnya) dengan (aplikasi) Photoshop atau program manipulasi gambar, hal itu mudah dilakukan. Jadi, bukan salah AI-nya.”

Membatasi penggunaan AI, menurut Alfons, bukan solusinya. Perkembangan AI sudah semakin pesat. Semua negara berlomba-lomba mengadopsi dan mengembangkan AI. Indonesia sendiri, kata dia, sudah tertinggal dalam pengembangan AI.

“Kalau sudah tertinggal dalam pengembangan AI dan sok-sokan melakukan pelarangan AI, menurut saya akan makin tertinggal,” tutur Alfons.

Menurut dia, memang banyak negara yang melakukan pembatasan AI. Namun, di balik layar, mereka sebenarnya saling berlomba mengembangkan AI.

“Karena mereka tahu, jika melakukan pembatasan dan negara lain terus melaju melakukan pengembangan AI, yang akan rugi dan tertinggal adalah negara yang melakukan pembatasan AI,” ucap Alfons.

Senada, pemerhati teknologi informasi sekaligus Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengatakan, AI bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Maka, seseorang harus bijak menggunakannya dan waspada terhadap potensi kejahatan baru yang muncul dari penggunaan AI, termasuk penipuan.

“Penipuan bukti transfer memang tanpa AI juga bisa dilakukan dan sudah banyak kejadian juga. Hanya, dengan AI menjadi lebih cepat dan sulit dibedakan dengan yang asli,” kata Heru, Rabu (16/4).

Heru menyarankan masyarakat berhati-hati jika berurusan dengan bukti transfer. Caranya, dengan mengecek rekening. “Pengecekan ke rekening wajib dilakukan untuk memastikan transfer benar dilakukan dan nominalnya sesuai,” ujar Heru.

Menurut Heru, memang ada perangkat lunak untuk memastikan apakah bukti transfer asli atau palsu. Namun, untuk lebih mudahnya, masyarakat bisa mengecek rekening lewat bank digital.

Sedangkan Alfons Tanujaya mengingatkan masyarakat jangan percaya slip transfer 100%. Selain itu, kalau pemerintah ingin menciptakan lingkungan digital yang aman, Alfons menegaskan, ada baiknya segera melakukan penindakan atas kejahatan digital yang sangat marak. Terlebih, penindakan yang kurang tegas atau setengah hati membuat penipuan semakin marak.

“Tanpa AI pun penipuan ini marak kan? Jadi bukan salah AI. Dan kalau AI dibatasi sekalipun, penipuannya tetap akan marak. Ini karena penindakan hukumnya kurang,” tutur Alfons.

img
Muhamad Raihan Fattah.
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan