sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM imbau tak jadikan ras dan etnis sebagai guyonan politik

Hasil survei Litbang Kompas segregasi sosial di masyarakat masih sangat tinggi.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 16 Nov 2018 18:57 WIB
Komnas HAM imbau tak jadikan ras dan etnis sebagai guyonan politik

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam, meegatakan guyonan politik menggunakan ras dan etnis merupakan salah satu bentuk pelanggaran. Karena itu, pihaknya melarang kepada seluruh elemen masyarakat menggunakan ras dan etnis sebagai bahan guyonan. 

"Kami berharap di ruang publik tidak boleh menggunakan etnisitas menjadi wacana publik. termasuk guyonan, apalagi dalam rangka pertarungan politik elektoral besok (Pemilu 2019)," katanya di Gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/110. 

Choirul menjelaskan, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas segregasi sosial di masyarakat masih sangat tinggi. Jika dilihat dari hasilnya, solidaritas dari keturunan keluarga angkanya mencapai 81,9 %. Masyarakat, disebut Choirul, lebih merasa nyaman jika berada dalam ruang ingkup sesama etnisnya atau keturunannya. 

Berdasarkan Etnis, masyarakat merasa diuntungkan dengan tinggal bersama etnis satu sukunya yaitu dengan angka 83,1%. Sedangkan berdasarkan ras, mereka juga merasa diuntungkan dengan penilaian sebanyak 82,7%.  

Dengan demikian, menurut penilaian Komnas HAM, berdasarkan hasil survei tersebut segregasi masyarakayt memang masih tinggi, baik dari segi keturunan , ras, maupun etnisitas. Maka tidak heran jika dalam politik 2016 lalu, isu ras dan etnis sangat besar. 

Melihat potret dari kondisi masayarakat yang demikian, maka Komnas HAM menegaskan agar tidak lagi menggunakan guyonan berdasarkan etnisitas apapun tujuannya. 

"Mau tujuannya politik, ekonomi karena (hal) itu akan semakin memperuncing segregasi di masyarakat," ujarnya. 

Choirul mengatakan jika guyonan menggunakan ras dan etnis masih digunakan, maka yang terjadi akan semakin memperlebar perbedaan, sehingga slogan Bhinneka Tunggal Ika yang kerap menjadi kebanggan Indonesia sulit terwujud. 

Sponsored

“Pengalaman ini sudah terbukti, pertarungan elektoral beberapa waktu lalu saat Pilkada DKI Jakarta membuat semakin sensitif,” katanya.

Berdasarklan catatan Komnas HAM sepanjang tahun 2011 sampai 2018, aduan tentang diskriminasi ras dan etnis mencapai 101 aduan. Kemudian pada 2016 total aduan terbanyak mencapai 38 aduan. Adapun pengadu terbanyak berasal dari Jakarta yaitu mencapai 34 orang. 

“Seandainya kesadaran itu tidak dimunculkan saat ini, potensi isu ras dan etnis pada Pemilu 2019 akan lebih besar dibandingkan 2016 lalu," katanya. 

Berita Lainnya
×
tekid