Komisi Yudisial pastikan kawal proses banding putusan PN Jakpus
KY tidak berwenang memeriksa putusan, namun hanya bisa mengawasi proses hukum di tingkat selanjutnya.

Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar menyatakan lembaganya tidak berwenang memeriksa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas gugatan Partai Rakyat Keadilan Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menuai kontroversi. Menurutnya, KY hanya memeriksa laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diadukan masyarakat.
Mukti juga mengatakan pihaknya telah menerima tiga laporan dari masyarakat.
"KY tidak berwenang memeriksa pada putusannya. Maka KY akan terus mengawasi proses upaya hukum baik di tingkat banding maupun kasasi. Kami akan kawal terus karna kami anggap masalah ini menjadi persoalan yang besar," ujar Mukti usai menerima pengaduan dari koalisi di kantor KY, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (6/3).
Sejauh ini, sudah ada tiga pihak yang melaporkan majelis hakim menangani kasus ini ke KY. di antaranya Kongres Pemuda Indonesia (KPI), Themis Indonesia Law Firm, dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan ketiga yakni Koalisi Masyarakat Sipil.
Menurut Mukti, tindaklanjut pengaduan tersebut, yakni bisa berupa pemanggilan terhadap majelis hakim yang menangani perkara tersebut maupun pihak Pengadilan Negeri Jakpus. Kendati demikian, Mukti menekankan pemanggilan tersebut bukan dalam hal pemeriksaan.
"Degan berbagai metode berbagai cara untuk mendalami kasus tersebut mungkin salah satunya dengan mencoba untuk memanggil dalam hal inj belum sampai pada proses pemeriksaan. Kami (akan) memanggil hakim atau pihak PN-nya untuk kami coba menggali informasi lebih lanjut tentang apa yang sesungguhnya terjadi denggan putusan tersebut," tutur Mukti.
Sebelumnya, tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan oleh Themis Indonesia Law Firm dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke Komisi Yudisial (KY).
Laporan tersebut menyoalkan putusan majelis hakim PN Jakpus yang menghukum KPU RI selaku tergugat untuk menghentikan tahapan pemilu 2024 yang sudah berjalan. Dampaknya pemilu 2024 bisa tertunda.
Tiga hakim yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan tersebut yakni ketua hakim, T Oyong, anggota hakim H Bakri dan anggota hakim Dominggus Silaban. Ketiganya dinilai melanggar kewenangan sebab menangani perkara tersebut.
"Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut diduga melakukan pelanggaran, karena mengabulkan sebuah perkara yang bukan kewenangan absolutnya," kata perwakilan Perludem, Ihsan Maulana kepada wartawan, Senin, (6/3).
Menurut Ihsan, tindakan majelis hakim bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
"Karena itu dapat diduga majelis hakim yang memeriksa perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst melanggar prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim bersikap profesional," kata Ihsan.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Nestapa masyarakat adat di Ibu Kota Nusantara yang terampas di tanah sendiri
Minggu, 02 Apr 2023 06:12 WIB
Rentetan bom waktu gagal bayar asuransi
Sabtu, 01 Apr 2023 17:29 WIB